Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Mereka di pantai utara dan selatan

Pemda ja-teng mengeluarkan ketentuan pungutan 8% dari hasil kotor lelang ikan untuk kesejahteraan nelayan. badan pengelola dana berpindah-pindah dan tidak diketahui jumlahnya, nasib nelayan tetap miskin. (dh)

15 Juli 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEKITAR 60.000 orang nelayan tradisionil tersebar di pantai utara dan Selatan Jawa Tengah. Jangan tanya nasib mereka. Di mana-mana keadaan golongan ini sama saja miskin. Pihak Pemda Jawa Tengah bukannya tak menyadari hal itu. Gubernur Munadi pada waktu itu (1971) pernah mengeluarkan ketentuan yang menyangkut kesejahteraan para penangkap ikan di daerah ini. Disebutkan misalnya, 8% dari hasil kotor lelang ikan dipungut untuk kesejahteraan para nelayan. Pengelolaan dana itu dilakukan KPBKPI. (Koperasi Perikanan Laut) yang ada di tiap TPI (Tempat Pelelangan Ikan). Belum sempat para penangkap ikan menikmati dana kesejahteraan itu, beberapa tahun kemudian peraturan itu dirubah. Sekarang pengelolaan dana itu ada di tangan Dinas Pendapatan Daerah (Dipenda) Propinsi Jawa Tengah. Artinya, uang pungutan 8% itu disedot dulu ke kas propinsi, baru kemudian dimanfaatkan sesuai dengan ketentuan dari sana. Tahun 1975 timbul kecurigaan di kalangan nelayan, mengapa uang kesejahteraan itu begitu sulit dinikmati mereka? Adapun pungutan 8% itu menurut ketentuan masih dibagi-bagi: 2,5% untuk tabungan (saving) nelayan, 0,5% untuk dana paceklik (di saat-saat ombak mengamuk di musim angin barat), 1% untuk dana sosial dan kecelakaan di laut, 0,5% untuk retribusi kabupaten/kotamadya bersangkutan, 1% untuk retribusi propinsi, 0,5% untuk pengawasan dan pengendalian operasionil (ke kas Dinas Perikanan Propinsi) dan 2% untuk biaya administrasi di tiap TPI. Persoalannya: dana tabungan yang 2,5% itu amat sulit keluar dari Dipenda setiap kali nelayan membutuhkannya. Padahal menurut catatan jumlahnya sudah mencapai ratusan juta. Begitu pula, dana sosial dan kecelakaan (santunan) yang 1% itu, tak kalah-sulitnya keluar baik melalui Dipenda maupun PT Asuransi Timur Jauh yang menanganinya. Suparjo Rustam Ketika keluh-kesah para nelayan sudah sampai pada puncaknya, Gubernur Suparjo Rustam mendengar juga. Gubernur menentukan: menyerahkan pengelolaan uang pungutan khususnya yang menjadi bagian langsung para nelayan kepada BUUD Perikanan di daerah-daerah pantai. Terakhir sekali awal Maret 1978 Gubernur Jawa Tengah mengeluarkan ketentuan terbaru pengelolaan TPI seluruh Jawa Tengah termasuk pengelolaan uang pungutan lelang yang 8% itu dialihkan dari Dipenda kepada Puskud (koperasi desa) Perikanan. Begitu. Tapi apakah main oper-operan begini tak menyebabkan uang pungutan itu ada tercecer di sana-sini? "Kalau yang dulu-dulu entahlah, tapi yang sekarang masih ada belasan juta rupiah yang belum dipertanggungjawabkan pihak Dipenda" ungkap seorang pengurus HNSI (Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia) di Semarang. "Kami mulai bekerja dengan nol" kata Ketua Puskud Perikanan Jawa Tengah, Surojo. Artinya tak ada penyerahan sisa uang di kas ketika tugas itu diserahkan pihak Dipenda kepada Puskud. Menurut Gubernur Suparjo sisa uang di kas Dipenda masih Rp 12 juta. Mungkin memang demikian. Yang pasti untuk meminta penjelasan kepada Kepala Dipenda yang lama, Agus Sumadi, sudah sulit. Sebab sejak beberapa waktu lalu ia sudah diangkat menjadi Pembantu Gubernur Jawa Tengah untuk bekas Keresidenan Surakarta, di Solo. Tapi yang pasti dari hasil penghitungan pihak Puskud di TPI-TPI diketahui hasil lelang ikan selama ini taklah sedikit. Misalnya April 1978 sebanyak hampir 8 juta kg ikan dilelang di 71 TPI Jawa Tengah dengan nilai Rp 1% milyar lebih. Ini berarti pungutannya (8%) lebih dari Rp 100 juta. Jika keadaan serupa itu sudah berjalan bertahun-tahun, tak sulit dibayangkan berapa besar pendapatan dari pungutan selama ini. Tapi apabila nasib nelayan di kawasan ini masih tetap begitu-begitu saja, akan makin sulit pula diterka, bagaimana pengelolaan dana itu selama ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus