Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Nostalgia Lokananta

Pop Up Podomoro mengajak pencinta musik bernostalgia dengan kaset hingga alat pemutar musik lawas.

15 Desember 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
"Toko Musik Podomoro" di Kedai Kebun Forum Yogyakarta, 10-28 Desember 2018. TEMPO/ Shinta Maharani

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Alat pemutar piringan hitam mengisi pojok ruangan bertulisan "Lokananta". Arsip dan foto tentang pelawak legendaris dari Yogyakarta, Basiyo, melengkapi koleksi Studio Rekaman Lokananta, perusahaan musik pertama yang berdiri pada 1956 di Solo, Jawa Tengah. Basiyo dikenal dengan dagelan atau lawakan khas Mataram.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ada juga dokumen penting University of Wisconsin Centre for Southeast Asian Studies Bibliography 10 oleh Philip Yampolsky berjudul Lokananta A Discography of The National Recording Company of Indonesia-1957-1985.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kamus musik tersebut di antaranya memuat informasi perihal kaset-kaset Lokananta pada 1971-1985; perekaman Lokananta; serta hiburan daerah genre Jawa Tengah, Sunda, Jawa Timur, dan Bali. Hiburan Jawa Tengah antara lain klenengan dan ejaan-ejaan dalam musik tradisional Jawa, gamelan, sejak 1945.

Lokananta juga menyediakan rilisan berisi musik tradisional yang diduplikasi ulang dalam bentuk compact disc (CD) dan kaset. Misalnya, CD penyanyi kawakan keroncong Waljinah. Koleksi perpustakaan Lokananta yang berupa buku, katalog, foto-foto, CD, dan kaset itu bagian dari acara bertajuk "Toko Musik Podomoro" di Kedai Kebun Forum Yogyakarta pada 10-28 Desember 2018.

Selain menyuguhkan rilisan fisik musik, acara ini diisi pertunjukan musik, pemutaran film, diskusi, dan workshop. "Podomoro merujuk pada toko kaset yang berdiri sejak 1969 dan tutup tahun 1996 di kawasan Malioboro, Yogyakarta," kata Taufiq Aribowo, anggota Jogja Record Store Club (JRSC). 

JRSC merupakan kelompok penjual rilisan fisik melalui toko secara online dan offline di Kota Yogyakarta. Kedai Kebun Forum menggandeng kelompok ini sebagai penyelenggara acara tersebut. Toko Musik Podomoro, atau dikenal dengan Pop Up Podomoro, diinisiasi pertama kali oleh Agung Kurniawan alias Agung Leak, yang juga seniman dan pemilik Kedai Kebun Forum.

Saat itu tren rilisan fisik sedang naik sehingga dibuat konsep Pop Up Market atau mirip pasar tiban dalam istilah Jawa. Taufiq Aribowo, atau biasa dipanggil Arie, mengatakan acara ini tidak hanya bernostalgia terhadap kaset, tapi juga menampilkan semua bentuk rilisan fisik, seperti piringan hitam dan CD. "Era digital ternyata mungkin membuahkan kebosanan, dan rilisan fisik musik ini bisa jadi pengobat rindu," ujarnya.  

Toko Musik Podomoro secara sederhana bisa disebut sebagai "lapak musik" dalam galeri seni. Barang-barang yang ditampilkan dan dijual merupakan koleksi setiap pelapak.

Pameran ini layaknya toko musik yang menjual kaset, CD, ataupun piringan hitam. Bila beruntung, pembeli bisa mendapat yang langka. Konsepnya adalah toko musik dalam galeri seni. Barangnya tetap dijual, kecuali yang ada di bagian khusus pameran. Barang-barang lawas itu adalah koleksi setiap pelapak yang sengaja dijual. 

Koleksi-koleksi lawas tersebut hasil berburu di pasar jual-beli online atau tukar-menukar antar-pelapak.

Keberadaan media sosial membantu mereka mendapat rilisan-rilisan fisik yang menarik. Ada juga yang mendapatkannya secara offline. "Kalau di Yogya ya berburu di Pasar Klithikan atau Pasar Niten," tutur Arie.

Pengunjung Pop Up Podomoro adalah penikmat musik dan kolektor rekaman. Selama dua tahun acara ini digelar, omzet penjualan dari kaset dan CD naik. Antusiasme kalangan muda, menurut Arie, tergolong tinggi. Mereka banyak membeli rilisan fisik, baik CD, kaset, maupun piringan hitam. "Mereka mungkin beli CD atau kaset, tapi juga masih memakai Spotify dan YouTube untuk mengakses musik."

Pop Up Podomoro ini adalah yang ketiga kalinya digelar. Sebelumnya, JRSC menampilkan barang lapaknya secara acak-acakan. Mereka punya kebebasan untuk menempatkan benda-benda itu. Untuk acara pada tahun kedua, JRSC meminta bantuan seniman Prihatmoko Moki untuk ikut mengatur tata letak pameran. Begitu pula tahun ini, masih melibatkan Prihatmoko Moki.

Koordinator Program Kedai Kebun Forum, Uniph Kahfi, mengatakan peran besar teknologi pada era modern membuat musik bisa direkam dan disebarluaskan. Itu berawal dari gramofon yang sekarang menjadi musik digital.

Puluhan tahun lalu, orang mengalami kerennya bergaya sambil mendengarkan musik dari alat pemutar bernama walkman. Kala itu, rilisan fisik masih menjadi sumber utama kesejahteraan industri musik, dari musikus hingga toko kaset. Kini, dengan kemudahan mengakses musik secara digital, rilisan fisik perlahan surut, tapi tidak mati. Kebutuhan untuk mengoleksi rilisan fisik beralih menjadi hobi.

Namun ada perasaan-perasaan tidak bisa diraih ketika mengakses lagu hanya dari gawai. Ada bentuk yang harus mereka sentuh dari satu album yang diluncurkan musikus atau band favorit. "Untuk ketiga kalinya Toko Musik Podomoro mencoba meraih lagi nostalgia atas rilisan fisik," kata Uniph.

Galeri Kedai Kebun Forum menjadi selayaknya Toko Kaset Podomoro pada era 1970-an. Lokananta, misalnya, memamerkan aktivitas produksi piringan hitam dan kaset pada 1956 hingga kini. Pojok literasi ini ingin mengulang kembali sensasi membaca berita dan informasi tentang musik dan artis idola di media cetak.

Selain rilisan fisik, dalam pameran ini terdapat merchandise band dan alat pemutar musik lawas. Pengunjung juga bisa menikmati pertunjukan musik dari band-band lokal pada hari-hari tertentu. SHINTA MAHARANI

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus