DI bawah ini beberapa pendapat yang berhasil dikumpulkan sekitar
prestasi Guruh yang menggabungkan pop dengan klasik dan gamelan
tradisionil.
AHMAD ALBAR
(32 tahun, penyanyi)
Saya tertarik pada Guruh karena ketekunannya. Musiknya lebih
komersiil dan lebih komunikatif dibanding Keenan dan Chrisye,
dan tetap terasa berbobot. Buktinya pada kaset Keenan yang
jadi hit justru lagu Guruh. Saya sendiri ikut pergelaran Guruh
demi karier sebagai artis -- supaya ada kesempatan berkembang.
IRAVATI SUDIARSO
(Dewan Kesenian Jakarta)
Yang saya khawatirkan basis musiknya belum kuat. Saya belum bisa
menilai ada bobot. Baru nostalgia kepada musik tradisionil. Dia
anak muda yang merindukan tradisi. Mungkin saja dia mulai dari
snobisme, tapi dalam proses lebih lanjut akan mengkristal dalam
dirinya Dan kalau memang ada snobisme akan lenyap. Guruh masih
perlu menambah basis musiknya.
A. RIYANTO
(35 tahun, pengaran lagu)
Sejak dulu ide menggabungkan musik Barat dan tradisionil
Indonesia sudah ada, misalnya dengan angklung dan kolintang.
Tapi belum ada pelaksanaannya lebih lanjut. Penggabungan itu
memang sulit. Dalam hal gamelan susah mixnya untuk mencapai
harmoni.
Musik Guruh tidak banyak beda dengan musik pop lainnya. lanya
Guruh ditunjang hal-hal lain, seperti liriknya. Sehingga ia jadi
khas. Kekuatan cita-cita musik itu yang membuatnya agak lain
dari musik pop yang ada. Soal kelemahannya tidak penting. Yang
lebih penting cita-cita yang hendak disampaikan itu tercapai
atau tidak.
Banyak penulis lagu sekarang, dan juga sebelum Guruh, jadi tidak
berarti. Guruh telah mempengaruhi penulisan lagu. Saya percaya
Guruh akan bertahan.
SURYABRATA
(Dosen Fakultas Seni UNAS)
Guruh menggunakan musik Barat dengan estetika Barat dan gamelan
sesuai dengan estetika gamelan. Guruh menggunakan gamelan untuk
memberikan bunyi yang diingininya. Banyak hasilnya. Tapi sebagai
hasil artistik masih belum berani saya mengatakan nilalnya.
SUWANTO SUWANDI
(Kepala Sub Siaran Musik TVRI)
Kaset Guruh-Gipsy bukan sekedar untuk dinikmati tetapi juga
untuk dipikir. Warna musiknya, organisasinya, disiplinnya dan
kesungguhan grupnya sampai menghasilkan kaset itu. Soal gamelan
masuk musik, bukan barang baru. Tahun 50-an ada orang Amerika
--William Becket -- mencoba di RRI Jakarta. Tapi itu hanya
merupakan gamelan yang diilustrasi dengan nada diatonis. Sedang
Guruh memberikan Suara lebih manis. Ada sensasi di situ bukan
sensasi negatif lho.
Musik Guruh lebih menonjol dari musik pop yang sudah ada karena
ada konsep. Kalau dibanding Harry Rusli, misalkan masakan, Harry
memberi bumbu terlalu banyak. Liriknya misalnya--berlebihan.
Saya risi mendengarnya Lagi Harry itu mencampurkan unsur gamelan
begitu saja -- terasa hanya tempelan. Guruh tidak.
TITIEK PUSPA
(Penyanyi, penulis lagu, bintang film)
Ia berhasil menggeser musik pop yang lain karena aransemennya
memasukkan unsur klasik. Juga karena lirik-liriknya yang bisa
dikatakan kromo inggil (bahasa tinggi). Kalau memasukkan unsur
gamelan, itu bukan barang baru. Mus Mualim, suami saya, tahun
1967-1968 memperagakan itu di HI-piano diiringi gamelan.
Guruh ada usaha membawa keaslian. Bagi saya nilainya sudah
tinggi dilihat dari sudut musik pop dan kemampuan anak muda
sekarang. Dibanding Harry Rusli, yah, Harry Rusli kwalitasnya
baik, tapi potongannya membingungkan saya.
JOCKIE SURYOPRAYOGO
(25 tahun, penulis lagu Juwita)
Saya tidak meniru Guruh. Kita masing-masing punya warna sendiri.
Guruh condong menggunakan tone pentatonis seperti yang terdapat
dalam musik Jawa dan Bali, saya pada tone yang manis dan lembut.
Kalau nggak salah Idris Sardi dulu pernah mencampur gamelan
dengan musik Barat, tapi tak dilanjutkan.
Yang saya hargai pada Guruh adalah spontanitasnya. Kalau kita
masih berpikir-pikir tentang sesuatu ide, dia sudah lantas
mencoba. Musik Guruh kuat pada liriknya. Selama ini dalam
mencipta, Guruh dibantu Ronny dan Junaedi dalam aransemen. Kalau
misalnya Gumh bisa menciptakan semuanya sendiri akan lebih baik.
Guruh tanpa teman-temannya yang lain akan pincang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini