SAYA tidak ingin menuntut ke Pengadilan, sebab takut lagu itu
menjadi korban," kata Raden Joseph Moeljo Semedi kepada TEMPO.
Pernyataan ini sebagai buntut heboh sekitar lagu Padamu Negeri.
Sebagai diketahui, selama ini Padamu Negeri dianggap ciptaan
Kusbini. Tapi Semedi muncul dengan pernyataan yang mengakui lagu
tersebut sebagai miliknya.
Semedi, sekarang Kepala Bimas Katolik Kanwil Departemen Agama
Propinsi Jawa Tengah, tinggal di Jalan Mrican 69 Semarang.
Usianya 54 tahun. Ia menciptakan Padamu Negeri, katanya, tahun
1944. "Sehabis mengikuti misa agung malam Natal di Gereja
Katolik Kebalen, Sala, saya mendapat ilham dari lagu-lagu
gerejani," katanya kepada TEMPO.
Ia mengaku telah dipengaruhi terutama oleh lagu Tantum Ergo
Lantas ciptaannya disempurnakan di Pati. Untuk pertama kalinya
diperdengarkan di rumah Benyamin di Randukuning, Pati dengan
iringan biola Setyoprayitno kini Kepala Kantor P dan K Kabupaten
Rembang. Mei 1945, teks lagu diperlihatkan kepada Nagasima yang
waktu itu Kepala Jawatan Pengajaran SR di Pati. Tahun 1947
Semedi baru tahu bahwa lagu tersebut mulai terkenal di bawah
nama Kusbini. Kata akoe di situ sudah diganti dengan kami, dan
kalimat djiwa raga abdi diganti jadi djiwa rasa kami.
Kenapa baru tahun 1978 Semedi mempersoalkan? "Saya tidak
mempersoalkan. Cuma menanyakan," jawabnya. Ia bilang, setelah
menikah tahun 1953 ia pernah menyerahkan teks asli Padamu Negeri
kepada Soekarman, Sekretaris Kabupaten Pati. Soekarman kemudian
menghubungi Soekardi, seorang pembela. Tetapi Soekarman keburu
meninggal -- dan persoalan tetap digantung. Belakangan Semedi
merasa tergugah lagi ketika TVRI menyiarkan wawancara dengan
Kusbini. Dalam wawancara itu Kusbini mengatakan Padamu Negeri
lagu religius .
Semedi cepat menulis surat kepada TVRI, melalui Teddy Resmi
Sari. "Saya mau tanyakan, yang dikatakan Kusbini religius itu
yang mana dan di mananya," kata Semedi Surat itu tidak
dijawab."Lagu itu memang religius," kata Semedi melanjutkan,
"karena benar-benar dipengaruhi lagu gereja. Tapi benarkah
Kusbini tahu di mana letak relegiusnya?" Semedi sendiri bersedia
menyiapkan saksi mata dan bahan-bahan otentik kalau Pemerintah
turun tangan untuk menjernihkannya.
Lagu Swis
"Penilaian saya pasrahkan kepada masyarakat, pemerintah dan
Tuhan," kata Semedi yang bekas wartawan De Locomotif itu. Di
samping Padamu Negeri, ia mengaku punya 2 buah lagu kanak-kanak
yang tenar bernama Mari Bersama-sama dan Rambut Adikku. Ia
sudah menulis sebuah buku sejarah pula mengenai babad Pati.
Sekarang sedang menyiapkan cerita anak-anak berjudul Pahlawan
Hitam. "Setelah pensiun saya akan aktifkan menulis lagu lagi,"
tuturnya.
Terhadap Kusbini, Semedi berkata: "Melihat tampangnya dan
kehidupannya sekarang, seperti saya baca di koran, saya
kasihan." Lalu apa kata Kusbini sendiri? Di rumahnya di bilangan
Pengok, Yogya, ia pernah mengaku kepada TEMPO tidak pernah kenal
apalagi berhubungan dengan Semedi. "Silakan ke pengadilan. Itu
yang paling bagus. Persoalannya tidak lagi cuma Kusbim dan
Semedi, tapi mencakup yang lebih esensiil, yaitu soal hak
cipta," ujarnya. "Atau begini. Tak apa Padamu Negeri diciptakan
Semedi, dan Bagimu Negeri diciptakan Kusbini. Tapi Semedi
menjiplak, karena syairnya sama," kata Kusbini terkekeh-kekeh,
dengan rambut memutih dalam usianya yang ke-68.
Sekarang Kusbini sudah mengunci mulut. Ia menyatakan
keterangan-keterangan yang pernah diberikannya di sekitar
sengketa itu sudah cukup. Maka demikianlah, setelah sempat
hangat, matilah sengketa Padamu Negeri. Sebab Semedi menyatakan
tidak akan membawanya ke pengadilan.
Lalu Mohammad Halil, seorang pembaca TEMPO di jalan Jawa 20,
Surabaya, menulis surat "Seorang teman yang, sudah almarhum
pernah bercerita kepada saya, bahwa Padamu Negeri itu mirip lagu
Swis yang berjudul A vous ma patrie. "Nah. Benarkah?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini