MUSIK tidak suka lagi berdiri sendiri Selama 2 malam serombongan
anak muda Yogya yang menamakan diri Pads Group sempat
menggabungkan musik dengan slide tengah September yang lalu.
Mereka menamakan pertunjukan yang berlangsung di Teater Arena
TIM itu 'Yogyharmonik 78'.
Dengan pimpinan Sapto Rahardjo (23 tahun), 15 anak muda di bawah
23 tahun tampak menabuh gitar, perkusi, biola, dram, block
flute, elekton, organ, gong kayu, synthesizer dan kaleng. Mereka
mempersembahkan 10 buah komposisi yang kedengaran aneh. Seperti
bunyi karawitan Jawa yang jalin-menjalin dengan nada-nada
diatonis. Sementara itu berbagai slide muncul mendukung bunyi.
Dimulai dengan lagu bernama Talu, berturut-turut diperdengarkan
sembilan buah lagu lainnya. Setiap kali lagu hendak dimainkan,
salah seorang menguraikan tema dari komposisi dengan bahasa
Indonesia yang medok Jawa. Demikianlah misalnya dalam nomor
Pesarean (makam) Imogiri. Diuraikan dulu bukit tempat raja-raja
Yogya dan Surakarta dimakamkan. Baru terdengar suara
syntlesizer dari tangan Sapto yang merupakan tulang punggung
penampilan.
Meski masih terasa main-main, dihadiri penonton yang cukupan
banyaknya anak muda dari "kerajaan Mataram" ini sudah
meninggalkan kesan. Dalam nomor Prajurit Keraton Di Sekaten
misalnya mereka terasa berhasil. Seluruh perlengkapan yang
mereka bawa berbunyi. Dengan pukulan dram Eko Suryo, tiupan
blockflute Nining, suasana Yogya tergambar. Gambar dan musik ada
dalam paduan yang baik. Apalagi di tengah musik muncul
hiruk-pikuk suara sekaten dan celoteh para pedagang. Lalu
jadilah sebuah sketsa dengan niat yang serius. "Media visuil dan
media auditif saling mendukung, tidak ada yang lebih penting
antara keduanya. Kurang lengkap rasanya saya bermain tanpa
gambar," kata Sapto.
Sapto sendiri mengaku tak punya konsep bagus kecuali "untuk
mengembalikan bunyi pada sifatnya yang semula." Ide yang keluar
dari kepala Sapto, dituangkan ke dalam kertas partitur notasinya
seperti sering dijumpai pada partitur komposisi kontemporer --
lebih merupakan kesan bunyi dari setiap instrumen. Ide ini
kemudian dikembangkan bersama. Sayang sekali kemampuan
teman-temannya tidak merata sehingga ada banyak hal terlepas.
"Permainan sering berubah dari hari ke hari, dan sering tidak
bersih sampai ke telinga penonton," ungkap Sapto sendiri.
Nama Pads berasal dari lambang padmanaba (bunga teratai) dari
sekolah mereka, SMA III Yogya. Meski Sapto sendiri bukan anak
sekolah lagi, ia mulai dengan musik biasa di tahun 1973. Karena
jenuh, ia mulai bereksperimen. Demikianlah sehingga menonton
pergelarannya harus disertai pengertian untuk menerima sesuatu
yang eksperimentil. Ia belum selesai, masih dalam proses
pematangan. Namun kalau saja intensitasnya tetap serta
kegigihannya terus menggebu, Pads Group memang dapat diharapkan.
Sampai saat ini kecuali Jakarta, baru Bandung dan Surabaya yang
memberi andil dalam percaturan musik mutakhir Pads memiliki
Yogya sebagai latar belakang yang unik. Di samping semangat,
mereka ada kecerdasam sehingga kesegaran tidak berhenti sebagai
kenakalan tetapi memiliki bobot tertentu. Kadang ada usaha
menyindir, memancing asosia si dan imajinasi. Dalam lagu Gajah
Mada misalnya, setelah intro, Sapto langsung melompat ke lagu
Padamu Negeri. Kombinasi ini dimungkinkan karena bagi Sapto tema
kesetiaan dalam Sumpah Gajah Mada dirasakannya pula ada dalam
lagu yang kedua itu.
Dalam lagu Siklus 5 terlihat gambar Soekarno-Hatta membaca teks
Proklamasi. Kemudian disusul pidato Presiden Soeharto di DPR.
"Siklus 5 berbicara tentang hal-hal yang seharusnya selalu
berulang pada tiap angka 5," tulis mereka dalam folder. "Bila
sampai tidak berulang, buyarlah suasana. Kita lihat saja! "
Lebih dari sekedar usaha bermain musik dengan cara yang lebih
ekspresif, bagi kita ulah seperti yang dilakukan 'Pads' ini
menggalakkan beberapa hal. Anak-anak muda mencoba mencari
identitasnya dengan menggali warna lokal. Enerji mereka yang
berlebihan disalurkan dalam disiplin artistik dengan kesadaran
berkomunikasi dengan pendengarnya Praktis gejala ini dapat
dianggap penyegaran dalam perjalanan musik Indonesia yang hidup
di tengah masyarakat. 'Pads' hanya sebagian kecil dari arus
remaja yang sedang mencoba "mengganggu" suasana ayem dan mapan
yang tegak terlalu lama dalam pasaran. Arus ini seyogyanya
diperhitungkan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini