Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Festival Film Internasional Madani berfokus pada film Palestina.
Film Mohanad Yaqubi dan film-film Palestina lain.
Mohanad Yaqubi menghadirkan film dari riset arsip dokumenter.
DI hadapan seorang jurnalis yang menyodorkan mikrofon, pemimpin Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), Yasser Arafat, membuat sebuah pernyataan yang menginspirasi, membangkitkan semangat rakyat Palestina. “Kami ingin menciptakan sebuah masyarakat baru, ketimbang menjadi pengungsi di rumah sendiri, harus berani menjadi seorang pejuang kemerdekaan. Ini penting!” ujar Arafat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Perjuangan rakyat Palestina tergambar dari adegan demi adegan. Bukan hanya laki-laki, tampak pula selayang wajah pejuang perempuan yang mengangkat senjata, berlari, menghadang musuh. Gempuran peluru dan bom yang datang beruntun tak menyurutkan perjuangan mereka. Sesekali di layar terlihat sebuah perayaan hidup di antara desing peluru, para lelaki menari berkeliling di sebuah ruangan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tampak pula seorang lelaki berambut agak kribo memberikan pernyataan alasan mereka berjuang. “Kecintaan kami terhadap tanah air lebih besar ketimbang kecintaan kami terhadap musuh kami, pembenci kami. Motivasi kami adalah cinta, bukan kebencian,” ucapnya.
Festival Film Madani di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, 11 Oktober 2023. Dok. Madani International Film Festival
Adegan demi adegan dan taburan sejumlah pernyataan dari pemimpin rakyat Palestina tersaji dalam film hitam-putih Off Frame AKA Revolution Until Victory sepanjang 62 menit. Film ini diproduksi pada 2015 oleh Idioms Films yang didirikan antara lain oleh Mohanad Yaqubi, sineas asal Palestina. Film bergenre sejarah thriller ini diperkenalkan kepada publik internasional lewat Festival Film Internasional Toronto, Festival Film Internasional Berlin, dan Festival Film Internasional Dubai serta di Prancis.
Setahun sebelum film ini dirilis, Yaqubi meluncurkan film fiksi pendek berdurasi 11 menit, No Exit. Film ini menarasikan dua laki-laki berbeda generasi yang bertemu di sebuah halte bus. Salah satu laki-laki, yang sudah sepuh, meninggalkan Palestina pada 1967. Sedangkan seorang laki-laki lain yang masih muda baru datang ke London sebagai pengungsi karena dahsyatnya perang. Keduanya bertukar pengalaman, mencari pengharapan dan hidup. Namun yang paling menohok adalah percakapan tentang tanah air mereka. “Pernahkah kamu merasakan rindu akan rumah?”
Poster film Off Frame AKA Revolution Until Victory dan No Exit karya sutradara Palestina Mohanad Yaqubi.
Meski film fiksi ini menyorot percakapan dua orang tersebut, Yaqubi tetap menyelipkan potongan-potongan arsip kedahsyatan perang di Gaza, dari penduduk yang menjadi korban tewas hingga bom fosfor yang meledak berhamburan menghiasi langit Gaza bak kembang api dari kejauhan. Film ini menjadi nomine kategori Film Pendek Terbaik dalam Festival Film Internasional Dubai 2014.
Dua film Yaqubi ini diputar di Festival Film Internasional Madani di Kineforum, Jakarta, dua pekan lalu. Pemutaran film ini diiringi dialog dengan Yaqubi. Film terbarunya, R 21 AKA Restoring Solidarity, yang diproduksi tahun lalu, menjadi pembuka festival yang dihelat oleh Komite Film Dewan Kesenian Jakarta tersebut. Film yang tayang perdana dalam Festival Film Dokumenter Amsterdam ini berisi potongan-potongan arsip film perjuangan rakyat Palestina yang disimpan aktivis solidaritas di Jepang. “Saya mendapatkan 20 video ini ketika memutar film Off Frame di Jepang. Dari sana saya dikontak seorang perempuan Jepang yang menyimpan video arsip ini,” katanya.
Tiga film Yaqubi tersebut sama sekali tidak menampilkan apa yang sekarang terjadi di Palestina, perang antara Hamas dan Israel yang memburuk. Kekerasan makin meningkat minggu-minggu ini. Yaqubi juga sama sekali tidak membandingkan sikap tokoh-tokoh Hamas dengan PLO. Walaupun demikian, menyaksikan tiga film Yaqubi itu, kita bisa mendapatkan arsip-arsip utama pendudukan dan aneksasi tanah yang brutal oleh serdadu Israel. Bahkan, dalam film R 21 AKA Restoring Solidarity, Yaqubi menampilkan arsip-arsip pembantaian di Sabra dan Shatila.
Penggalan film R 21 AKA Restoring Solidarity karya Mohanad Yaqubi. IMDB
September 1982, kita ketahui para pengungsi Palestina yang berada di kamp-kamp pengungsi Sabra dan Shatila di selatan Beirut barat, Libanon, dibantai habis oleh pasukan Israel. Israel mengepung kamp itu dengan dalih mencari anggota-anggota PLO. Menteri Pertahanan Israel Ariel Sharon saat itu menyatakan sekitar 2.000 anggota PLO masih berada di Libanon. Tentara Israel mempersenjatai para milisi fundamentalis untuk mengejar mereka. Kamp pengungsi Sabra dan Shatila turut menjadi sasaran. Banyak warga sipil dibantai. Arsip-arsip film yang dikumpulkan Yaqubi memperlihatkan bagaimana suasana yang mengerikan itu. Mayat-mayat bertumpuk di Sabra dan Shatila.
Butuh waktu lama bagi Yaqubi untuk mengumpulkan, meneliti, dan mendigitalkan berbagai potongan arsip film mengenai kekejaman Israel pada 1960-1970-an. Tepat saat film ini diputar di Jakarta, gempuran rudal, peluru, dan bom terjadi di Jalur Gaza. Yaqubi pun didera kekhawatiran akan nasib keluarganya yang tinggal di kota yang padat itu.
Penggalan film R 21 AKA Restoring Solidarity karya Mohanad Yaqubi. IMDB
Film Restoring Solidarity disusun terutama dari berbagai dokumen film 16 milimeter para sineas Tokyo. Yaqubi bertualang mencari film-film dokumenter tentang perang Palestina. Dia mendatangi Jepang sampai Libanon. Yaqubi mengkolasekan dan menyusun secara kronologis dokumen film yang ia peroleh. Meski filmnya masih terasa tidak utuh benar, Yaqubi tidak mempermasalahkan. Dia terinspirasi tulisan Julio Garcia Espinosa, “For An Imperfect Cinema”. Bagi Yaqubi, film ini bukan soal mencari kesempurnaan, melainkan tentang eksperimen. Yaqubi mempelajari sinematografi di Palestina dan menempuh pendidikan di London. Ia memfokuskan diri pada film militan dan menjadi peneliti residen di Royal Academy of Fine Arts (KASK) di Gent, Belgia.
Sebagai peneliti, produser, dan sutradara, Yaqubi merasa berutang budi kepada aktivis dan penyimpan arsip dari Jepang yang memberinya 20 video film perjuangan Palestina. Dia mengungkapkan, arsip tentang Palestina di Jepang pun digunakan dan dipertontonkan sebagai sarana pendidikan. Bagi dia, ada tantangan besar dalam mendokumentasikan dan menyimpan arsip-arsip perjuangan rakyat Palestina. “Hingga saat ini kami masih membuat sejarah itu,” ujarnya. Melalui film, ia berharap dunia bisa mendengarkan suara rakyat Palestina yang tertindas pendudukan Israel.
Penggalan film R 21 AKA Restoring Solidarity karya Mohanad Yaqubi. Dok.Madani International Film Festival
Festival Film Internasional Madani dengan tema "Buhul" yang berlangsung selama 7-12 Oktober 2023 ini memfokuskan penayangan film-film Palestina. Salah satu film Palestina selain ketiga film Yaqubi tersebut adalah Omar (2013) yang berkisah tentang informan dan pejuang kemerdekaan Palestina. Film bergenre drama romantis ini menyodorkan kisah Omar yang berjuang menemui kekasihnya dengan melewati tembok perbatasan. Ada juga film bergenre drama yang mengangkat kisah nyata perempuan yang dipenjara di Israel dalam keadaan hamil. Ia harus berjuang agar dapat tetap hidup dalam film 3.000 Nights.
Film dokumenter Born in Gaza (2015) tentang perang di Gaza dan dampak yang dialami anak-anak Palestina menjadi film yang cukup menyentuh. Ada pula kisah lain yang juga membikin trenyuh dari film berjudul Farha (2021) yang menceritakan perjuangan seorang ayah menyembunyikan putri remajanya ketika terjadi perang pada 1948. Dari persembunyiannya, dia mengintip serangkaian kekerasan yang terjadi selama perang. Adapun film 200 Meters (2022) menyuguhkan kisah keluarga yang terpisahkan oleh tembok pembatas. Sang ayah harus berjuang menemui anaknya yang sakit di Palestina yang hanya terpisah 200 meter dari tempat tinggalnya.
Penggalan film R 21 AKA Restoring Solidarity karya Mohanad Yaqubi. Dok.Madani International Film Festival
Ekky Imanjaya, salah satu anggota Komite Film Dewan Kesenian Jakarta dan anggota dewan festival ini, mengatakan pertemuan dengan Mohanad Yaqubi berawal dari perhelatan Documenta 15 di Jerman tahun lalu. Yaqubi bertemu dengan para seniman Ruang Rupa yang mengajak para seniman lain dari Asia, termasuk dari Palestina. “Dari sana kemudian diskusi muncul untuk mengajak Yaqubi dan sineas Palestina lain memutar film di festival ini,” tuturnya kepada Tempo.
Sugar Nadia, Direktur Festival Film Internasional Madani, menjelaskan bahwa fokus dan tema festival kali ini adalah mempererat ikatan solidaritas di antara negara-negara Islam. Tak kurang 75 film dari 26 negara diputar dalam program-program festival. “Kami menghubungkannya dengan makna solidaritas, menawarkan kembali ikatan sesama manusia dengan Tuhan, alam,” ujarnya. Mereka tak menduga, ketika festival film itu dibuka, di Palestina, terutama di wilayah Gaza, terjadi pertempuran senjata yang dahsyat dan memakan banyak korban.
•••
KISAH Itto, perempuan muda yang tengah hamil yang terpisah dari suaminya ketika terjadi sebuah fenomena aneh di danau tak jauh dari tempat tinggalnya, menjadi penutup festival film ini. Film besutan Sofia Alaoui dari Maroko ini memenangi sejumlah penghargaan dalam Fantastic Festival, Festival Film Calgary, dan Festival Film Sundance di kategori Creative Vision. Film berdurasi 90 menit ini juga menjadi nomine beberapa penghargaan dalam festival film internasional.
Sang sutradara menampilkan kisah bergenre drama thriller sains fiksi yang penuh makna untuk retrospeksi melalui Itto, perempuan miskin yang menjadi menantu keluarga terpandang dan harus berjuang menyesuaikan diri dengan kebiasaan keluarga itu. Ibu mertuanya dingin dan julid ketika Itto membantu memasak dan bercengkerama dengan para asisten rumah tangganya.
Hingga suatu ketika peristiwa aneh yang tak terduga terjadi di danau, tempat biasa Itto dan suaminya menghabiskan waktu di tepiannya. Itto, yang sendirian di rumah, merasa ketakutan ketika suami dan keluarganya tak bisa pulang karena jalan terblokade. Air danau seperti terisap ke atas dalam kabut berwarna hijau toska. Tentara dikerahkan untuk memantau peristiwa absurd yang disebut ancaman eksistensial itu.
Itto, dengan perut hamil yang besar, dalam ketakutan dan kekalutannya berjuang untuk menemui suaminya, Amine. Dalam perjalanan, ia bertemu dengan Fouad yang mengantarnya mencari suaminya. Keduanya, yang tak punya bekal memadai, terjebak dalam fenomena aneh yang tak diketahui. Itto yang didera ketakutan sepanjang jalan berupaya mencari ketenangan dan berdoa sebagai muslim dengan salat yang ia lakukan. Tapi Fouad dengan sinis meragukan eksistensi sang Pencipta.
Buat Fouad, pekerja di sebuah penginapan dan bar sederhana, Allah hanya akan menolong orang-orang semacam Itto, bukan orang miskin sekelas Fouad. Sepanjang perjalanan, Itto dihadapkan pada fenomena yang aneh. Dia dikawal seekor anjing yang dari moncongnya keluar burung hitam dan selalu mengikuti geraknya. Anjing-anjing itu selalu melolong dan menyalak. Namun, ketika Itto mendekat, mereka seperti tunduk, takluk, menciumi perut buncit Itto.
Film ini juga dengan telak menyinggung persoalan kelas ketika ancaman, mara bahaya yang berpotensi memusnahkan semua makhluk, muncul. Bagaimana orang-orang kelas atas "membeli" segala sesuatu demi keamanan dan kenyamanan dengan kekayaan mereka. Sindiran telak datang dari perkataan dan sikap Fouad yang diminta mengantarkan Itto yang menjejalkan segepok uang. Fouad membuang uang itu. “Tak semua bisa kau beli dengan ini,” katanya. Itto pun menepis tangan Amine yang menyodorkan segepok uang tatkala ia bersama Fouad berhasil menemukan sang suami. Sebuah film reflektif tentang eksistensi ketuhanan, sikap, dan persoalan kelas serta perlakuan perempuan dalam situasi patriarkal.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Seno Joko Suyono berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Menyuarakan Perjuangan Rakyat Palestina dalam Layar"