Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Buku

Perang Rakyat Aceh Yang Tak ...

Pengarang: h. Ismail Sofyan DKK Banda Aceh: pusat dokumentasi dan informasi resensi oleh: S.I. Poeradisastra. (bk)

14 Oktober 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERANG KOLONIAL BELANDA DI ACEH/THE DUTCH COLONIAL WAR IN ACEH Oleh: H. Ismail Sofyan dkk Diterbitkan oleh: Pusat Dokumentasi dan Informasi Aceh Banda Aceh, 10 Nopember 1977 268 h., 31 x 21 cm. DENGAN kertas tebal berkwalitas tinggi, dan jilid karton tebal kemilau, buku ini merupakan suatu terbitan dua bahasa (Indonesia dan Inggeris) yang mewah. Sayang kata pengantarnya yang dua bahasa, semuanya banya meliputi 24 halaman. Tentu itu jauh dari cukup untuk melukiskan suatu perang-rakyat yang resminya saja berlangsung 31 tahun, dari tahun 1873 sampai 1904. Sebetulnya perang itu masih berlangsung hingga tahun 1908, sedangkan perlawanan rakyat yang terpencar di sana-sini masih timbul sampai tabun 1913. Kalau insiden perlawanan perseorangan dihitung, perang Aceh bersambung kepada pemberontakan Bayu-Pandrah, Lhok Seumawe, di bawah Teungku Abduljalil (8-11-1942) yang makan korban sebatalyon tentara Jepang. Dalam pada itu kekurangan gambaran sejarah ditutup dengan potret, lukisan, peta dan denah yang bukan saja cukup, melainkan di sana-sini berlebih. Di dalam hal inilah dapat dianggap dokumentasi-foto ini kurang selektif. Sebaliknya gambar pejuang Aceh sendiri kurang. Fotografi pada masa itu memang masih merupakan barang baru yang dimonopoli Belanda. Tapi sebenarnya kita dapat menggantinya dengan diorama, lukisan, sketsa, yang direkonstruksi untuk adegan-adegan massal. Biayanya tak seberapa mahal. Ini perlu supaya kita tidak mengadakan pengagungan tentara kolonial secara tak sengaja. Dalam pada itu patutlah kita sambut dengan gembira dimuatnya reproduksi lukisan-lukisan Teungku Syekh Saman di Tiro (gambar 93), lukisan Yusuf dan Gambir Anom Pocut Meurah alias Pocut di Biheue (gambar 107), lukisan Gambir Anom Cut Nya' Dien (gambar 109), lukisan Dolah dan Gambir Anom Pocut Baren (gambar 111), reproduksi dari H.C. Zentraaf, Atjeh, p. 81 Cut Meutia Keureutoe (gambar 113), lukisan Gambir Anom. Karena tokoh-tokoh yang dilukis nyata berdasarkan sejarah, maka sebaiknya dibubuhi keterangan apakah lukisan tersebut dibuat berdasarkan potret Belanda yang ada ataukah hanya rekaan. anganlah kita meniru membuat gambar rekaan Muhammad Yamin dan Henk Ngantung mengenai Sang Apatih Gajah Mada seakan-akan lukisan wajah Gajah Mada yang sesungguhnya. Kesetiaan kepada historisitas tidaklah mengurangi penghormatan kita kepada pahlawan-pahlawan kita. Berlainan dengan lukisan-lukisan tokoh-tokoh di atas adalah potret fotografik Teuku 'Umar Johan Pahlawan dan Panglima Polem Seri Muda Peurkasa Muharnmad Daud jelas otentisitasnya, hasil fotografi Belanda. Sebenarnya suatu penelitian dokumentasi-foto yang lebih mendalam dapat dilakukan atas prenten-kabinet Kolonial Institut, Nederland, dan Arsip Nasional di Jakarta, karena ada kebiasaan Belanda melukis atau memotret musuhmusuh besarnya yang tertangkap atau terbunuh. Barangkali atase kebudayaan kita di Den Haag dapat membantu, begitu pula Arsip Nasional di Jakarta? Mengenai teks sebenarnya kita boleh mengharap digalinya lagi berbagai sumber, antara lain Indische Verslagen, Koloniale Verslagen, Notulen Staten Generaal, arsip gubernur jenderal dan menteri urusan jajahan. Beberapa buah sumber yang sayang tak digunakan oleh para penyusun buku adalah LP. Jekel, Het Sumatra Tractaat (Leiden, 1881), E.S. de Clerck, De Atjeh-oorlog (Den Haag, 1912), H.T. Damste, Atjeh historie (Koloniaal Tijdschrift I (1916) p. 318 sq., Officieele bescheiden betreffen de het onstaan van den oorlog met Atjeh in 1873 (Den Haag, 1881) dan A. Huber en S.J. Rutgers, Indonesie deel I (Amsterdam, 1937) deel II (Amsterdam, 1947). Sebenarnya saudara kita dari Aceh dapat menyusun sejarah perang Aceh berdasarkan pengumpulan sumber lisan melalui wawancara dengan orang tua yang satu dua masih hidup, buku Dokarim alias Abdu'lkarim, Hikayat Prang Sabi dan arsip-arsip Belanda dengan cara check dan counter-check yang lebih teliti. Apakah menteri P dan K, Dr. Daoed Joesoef dapat membantu ke arah penulisan suatu karya nasional demikian guna kepentingan angkatan-angkatan yang akan datang? Sebagai penutup saya ingin menyarankan: sekiranya buku ini dicetak ulang teks Inggeris seyogyanya diperbaiki. S.I Poeradisastra

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus