Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lampu dimainkan on-off. Sebentar gelap, sebentar terang. Everybody’s looking something… Some of them want to use you.. some of them want to abuse you…. Suara Marylin Manson menyanyikan Sweet Dreams, sebuah lagu lama kelompok Eurythmic menggedor ruangan. Di pang-gung yang gelap bergerak tubuh penari Alexandra Naudet. Begitu lampu terang. Ia menampilkan pose-pose diam tertentu.
Pose diam itu bukan pose-pose indah. Kadang ia mengambil pose-pose dari lukisan terkenal. Ia, misalnya, menirukan posisi duduk seorang perempuan dalam lukisan tersohor Edouart Manet, Breakfast in the Open Air. Se-orang perempuan telanjang yang duduk dengan tangan di dagu sembari selonjor bersama dua laki-laki berjas lengkap itu. Atau, ia berdiri seperti gaya Venus karya Boticelli. Berdiri sambil memperlihatkan pusarnya.
Tapi bila perempuan-perempuan itu pada lukisannya tampak molek, ta-b-lo atau rangkaian gerak-diam mema-tung Alexandra ekspresinya resah. Pan-dang-an matanya nanap. Tubuhnya seolah lelah tapi tetap ingin memberontak. Pose terakhir tubuhnya adalah tengkurap, tergeletak di panggung.
Itulah klimaks dari pementasan yang berjudul Under Green Ground. Se-buah pertunjukan yang berbicara ten-tang identitas seorang perempuan, kerja sama Sthephanie Thiersch, se-orang seniman multimedia dari Jer-man- dan penari Alexandra Naudet dari Prancis.
Sedari awal, pentas dibuat berkesan- keseharian para kru panggung sebe-lum pertunjukan. Barang-barang, kar-dus-kardus bergeletakan di lantai.- Dua penari laki-laki dan seorang pe-nari wanita muncul. Mereka seolah ber-benah-benah. Mereka mengutak-atik lampu, menggulung plastik mika, mendorong troli, turun-naik tangga- steger, mengatur partisi, merokok, me-ngulur kabel, mengukur-ukur dengan meteran, membuat batas-batas di lantai dengan selotip, saling melempar Aqua. Seluruh kegiatan ini diiringi musik rock dan pop.
”Di belakang panggung banyak persoalan muncul,” kata koreografer Ste-phanie Thiersch. Di antara gerakan -sehari-hari itulah ”persoalan identitas” diketengahkan. Mula-mula Alex-an-dra nimbrung di antara mereka, berpura-pura menyanyi, menirukan la-gu yang diputar.
Bagian menarik lain adalah saat Alexan-dra melakukan gerak solo. Ge-rakan yang ditampilkan Alexandra- bukan pose-pose stereotipe dansa mo-dern atau balet. Sesekali ia seperti- bergerak lambat seperti melamun, ber-sedekap, menuding yang makin lama makin cepat. ”Alexandra melepas -gam-baran umum perempuan,” kata Ste-pha-nie Thiersch. Tampak pada ki-ta ungkapan perasaan tak menentu.
Lalu seseorang membawa gulungan-gulungan rumput yang dihamparkan lebar hingga ibarat catwalk. Di situlah Alexandra melakukan pose-pose. Mulanya diawali de-ngan- adegan A-lexandra mena-ri di antara partisi fiber sete-ngah badan. Alexan-dra me-nyurukkan kepala-nya, lalu de-ngan gerak- -pe-lan meng-angkat, menyu-su-ri, dan menekuk kaki-nya di atas partisi itu. ”Pose-pose fa-shion itu idenya dari Alexandra; saya memilihnya,” kata Sthepanie.
”Suckin’ on my titties- like you wanted me, Callin’ me, all the time like blondie… Lagu-lagu yang dipilih Stephanie- -selaku disk jockey se-makin -mu-rung, se-makin depresif…- Setelah ter-geletak di hamparan rumput, Alexan-dra me-nyusupkan- kaki dan tangannya ke bawah, -sehingga ia seolah tidur- berselimut gulungan- rumput.- Lagu dari kelom-pok band Ing-gris, Peaches,- yang berju-dul Fuck the Pain Away itu terus-menerus dialun-kan. Dengan lagu itu-lah tablo-tablo yang pe-nuh pencarian pose itu ke-mudian diakhiri.
Panggung terang. -Lam-pu tak lagi on/off. Musik juga kemudian -jinak. Terdengar sua-ra cericit burung. Alex-andra bang-kit- dengan tubuh yang lusuh. Sejurus lang-kahnya tampak bimbang. Lalu ia turun ke pinggir panggung. Turun ke bawah dan keluar dengan meng-gebrak pintu keras. Brakk! Pertunjukan se-lesai. Inilah sebuah karya tari yang, syahdan, disebut-sebut sebagai salah satu produksi tari terbaik Eropa saat ini.
Seno Joko Suyono
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo