Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

Purbasangka di Los Angeles

Film tanpa pahlawan. Sutradara berhasil menjalin sembilan karakter dalam satu presentasi tentang konflik rasial.

13 Oktober 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Crash Sutradara: Paul Haggis Penulis skrip: Paul Haggis Pemain: Matt Dillon, Don Cheadle, Shaun Tob, Ryan Phillippe Produksi: Lions Gate Films, 2005

Setelah menonton Crash, kita pun bisa membayangkan sesuatu yang bekerja di dalam malam-malam di Kota Los Angeles: tangan-tangan yang memasukkan purbasangka rasial ke dalam hati tiap-tiap orang. Tangan sejarahkah itu? Barangkali, tapi mungkin juga bukan. Yang terang, sutradara Paul Haggis tak berminat membicarakan asal atau ”sebab”; ia hanya menyodorkan aneka ”akibat”.

Maka, penyakit itu mencegat langkah tiap orang di sudut-sudut kota yang besar itu. Di sebuah titik, di bawah sinar lampu jalan, seorang polisi kulit putih menghentikan laju van yang ditumpangi dua sejoli kulit hitam. Aktor Matt Dillon yang memerankan Ryan, polisi itu, matanya tajam, biru tua. Dillon bermain sangat baik. Penonton bisa menangkap apa yang melintas di kepala sang opsir. Kesalahan utama pasangan itu adalah mereka berkulit hitam. Kesalahan kedua, bisa dikarang.

Maka, di samping van hitam itu terjadilah demonstrasi kesewenang-wenangan oleh seorang yang berkuasa terhadap yang tak berdaya: pelecehan seksual terhadap pasangan perempuan.

Di belahan Los Angeles yang lain, seorang lelaki setengah umur, asal Iran, menghunus revolver. Matanya menyipit, mencari seorang Latino, tukang kunci asal Meksiko, yang diyakini berada di balik penjarahan toko kelontongnya. Sebelumnya, keduanya bertengkar hebat. Daniel, si tukang kunci, berpendapat bahwa kunci toko tak dapat diperbaiki lagi, dan satu-satunya jalan keluar adalah mengganti pintu. Tapi Farhad, lelaki Persia itu, punya bayangan lain. Daniel enggan memperbaiki kunci, dan merencanakan sesuatu yang lebih besar. Di dalam kepalanya tergambar jelas: seorang Latino, penjarah yang menyamar jadi tukang kunci. Nanti, ketika semua orang terlelap, ahli kunci itu akan kembali ke toko dan membongkar segala isinya.

Dan sekarang, tokonya telah dibongkar orang. Istrinya terkulai lemah. Kini emosi Farhad terbakar, siap menarik pelatuk pistolnya untuk menghabisi si Latino.

Tapi sutradara Paul Haggis tak berhenti pada masalah rasial. Haggis mewakili pandangan skeptis, berbicara tentang dua hal mahakompleks: manusia dan hidupnya. Ya, manusia, makhluk dengan seribu satu kemungkinan; dan hidupnya yang tak bisa disusun, direncanakan. Penonton mencoba menyimpulkan bahwa sang opsir seekor binatang buas yang dikendalikan purbasangka rasial. Tapi Haggis, juga penulis skrip Million Dollar Baby yang mendapat pelbagai penghargaan, memperkenalkan sisi lain sosok ini. Di rumahnya, ia seorang ”malaikat” penyayang, merawat ayahnya yang tak berdaya dihantam gangguan kelenjar prostat, rematik, dan usia tua.

Dalam Crash semua adalah korban sekaligus pelaku kekerasan rasial. Evolusi karakter si opsir—yang disaksikan penonton—menunjukkan perkembangan itu. Tapi Crash juga berbicara tentang Hansen, opsir polisi junior yang pada awalnya bersih dari segala bercak rasialis, bahkan mempertaruhkan hidupnya untuk meletakkan kemanusiaan di puncak segala masalah sosial. Ia menyelamatkan seorang lelaki kulit hitam dari ancaman peluru anggota LAPD (kepolisian Los Angeles). Tapi di penghujung cerita ia terpeleset pada purbasangka itu. Tangannya sendiri mengakhiri hidup seorang pemuda kulit hitam.

Crash mengembangkan tak kurang dari sembilan karakter, tapi inilah film yang tidak membutuhkan hero. Crash tidak happy-ending, tidak sad-ending. Ketika Haggis ”menjerumuskan ” si bersih Hanson ke dalam purbasangka itu, kita mungkin hanya bisa berpikir: hidup dikelilingi kejadian tak terduga. Kita tersandung, terpeleset, juga bangkit.

Idrus F. Shahab

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus