SUKACITA panen raya di pesisir Korea Selatan pindah ke panggung Pesta Kesenian Bali di Denpasar. Upacara dalam tari ini diangkut oleh 34 artis dalam rombongan kesenian dari Provinsi Cheju, wilayah paling selatan di Korea Selatan, Senin pekan lalu. Menyambut tamu dari Negeri Ginseng ini, lingkungan pentas Amfiteater Arda Chandra ditempeli atributatribut khas Korea. Di atas panggung, muncul delapan dara Cheju, dalam kostum tradisonal Korea yang menyapu lantai juga berwarna merah, hijau, biru. Gadisgadis Korea itu mengekspresikan kegembiraan musim panen dengan mimik wajah yang cerah dan gerak bersenda gurau dalam formasi melingkar. Lalu muncul lagi sepasang penari membawa sesajen.Sambil membelakangi penonton, mereka membuat gerakan bersembah yang. Adegan ini disambung masuknya delapan "nelayan" membawa jaring merah yang dikembangkan di atas pentas. Lalu, masuklah wanita wanita nelayan dengan keranjang ikan di pinggangnya. Mereka merapat ke tengah panggung dan menyatu, berdoa. "Itu upacara memohon rezeki dan keselamatan," kata Moo Hoom Song, pemimpin rombongan tari itu. Ini memang tarian rakyat. Dr. I Made Bandem, Direktur STSI Denpasar yang ada di antara penonton, mengatakan pertunjukan itu sebagai teatertari, karena bergabungnya unsur gerak, tari, musik dan nyanyian. Contohnya pada nomor tari upacara Shaman. Delapan wanita muncul dengan kostum renang yang minim, dengan kaca mata selam dan tabung oksigen. Musik yang terdengar hanya suara debur ombak diselingi bunyi blupblupblup, gelembung air. Para penari itu melakukan gerakan menyelam. Sepintas tampak sangat erotis (menurut Moo HoomSong, di Cheju tarian ini memang membikin penonton panasdingin karena merangsang). Di buntut "tarian" ini masuk nyanyian yang biasa dilantunkan dalam upacara pengusiran roh jahat. Nyanyian ini mengiringi penangkapan wanita yang berperan sebagai orang yang kemasukan setan. Lalu ia dikepung oleh delapan penari lain yang mengenakan topeng. Mereka adalah pengusir setan yang kepalanya ditutup topi kerucut dan tangannya membawa benda serupa obor. Berbeda dengan wanita penyelam yang bergerak halus, para pengusir setan ini melakukan gerakan keras, mengangkat kaki tinggitinggi, umpamanya yang dibingkai dengan wajah kaku, seperti mendemostrasikan jurus olahraga bela diri. Seluruh stamina yang dipunyainya dikuras habis. Lalu mereka berlarian. Konon, menurut pemimpin rombongan saat itu, para pengusir setan itu mencapai trance, kesurupan. Dalam beberapa segi, penonton di Bali merasa dekat dengan pertunjukan dari Korsel ini. Sebab, menurut Bandem, "Dari segi tradisi rakyatnya, beberapa upacara spiritual di Cheju mirip dengan di Bali." Umpamanya ritus mengusir roh jahat dan upacara menjelang panen yang juga dikenal dalam tradisi rakyat Bali. Mungkin karena dekat itulah misi kesenian Bali dan kelompok Cheju ini bergantian mengadakan kunjungan. Oktober tahun lalu, Provinsi Bali mengirim rombongan sendratari ke pesta kesenian Halla di Cheju. Lalu Cheju melakukan lawatan balasan ke acara serupa di Bali. Kelebihan tarian dari Cheju ini, kata Bandem, terletak pada spirit gerak yang dikuasai oleh para penarinya, dan stamina fisik para artis yang luar biasa. Kalau mau dicatat, kelemahan atraksi rombongan dari Cheju ini adalah alur pertunjukan kurang mulus. Gangguan itu datang dari musik yang tiba tiba berhenti, atau munculnya pembawa acara ke tengah pentas. Episode yang seharusnya bisa disatukan, entah mengapa, dipecah dalam dua bagian. "Kami hanya sempat latihan sehari sebelum mentas di sini," kata Moo, seperti minta maaf. "Tapi tahun depan kami akan datang lagi," janjinya. Bunga S. dan Putu Fajar Arcana (Bali)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini