Membaca tulisan-tulisan di media massa tentang kasus ayah saya, Dicky Iskandar di Nata, hati saya terenyuh dan bertanyatanya. Soalnya, dalam pemberitaan itu Bapak Sekretaris Jaksa Agung Muda Murni Rauf disebutkan menyatakan, "Sampai kapan pun negara akan mengejar pembayaran itu yang dianggap sebagai utang. Jika toh masih tak mampu, anak cucunya yang mesti menanggung beban ini. Secara hukum, dia "dikejar" sampai mampu melunasi. Dan apa pun milik dia dirampas untuk dikembalikan ke Bank Duta." Pernyataan itu sangat mengherankan saya. Apakah pernyataan seperti itu pantas diucapkan tanpa melihat efek-efeknya terhadap keturunan Dicky, terutama yang sudah hadir di dunia ini (saya dan dua orang adik laki-laki saya). Seolaholah pernyataan tersebut mendahului Kuasa dan Takdir Tuhan. Pernyataan itu bisa membuat kami merasa takut menikah, takut mendapat keturunan. Soalnya, menurut Bapak Murni Rauf, uang kerugian Bank Duta yang berjumlah Rp 811 milyar itu harus kami ganti. Itu sangat berat. Kalau pernyataan itu benar, saya tak tega membiarkan anak-anak dan cucu-cucu saya kelak, yang lahir tanpa dosa, turut memikul beban kerugian Bank Duta tersebut. Di usia saya yang ke22 ini, dan sebagai anak perempuan tertua Dicky, saya berusaha melihat kasus ayah saya seobyektif mungkin. Syukur Alhamdulillah, keluarga saya membekali saya iman. Saya yakin bahwa di atas kekuasaan hukum apa pun, masih ada hukum tertinggi, yakni hukum-hukum Allah swt. Begitu pula dengan keyakinan bahwa kehidupan di dunia bukanlah satusatunya kehidupan yang kita alami. Masih ada kehidupan berikutnya, yakni kehidupan akhirat. Saya kira prinsip inilah yang juga membuat ayah saya tabah dan tetap tenang. Sebagai manusia, kita pasti melakukan kesalahan-kesalahan. Dan Allah akan selalu memberikan peringatan dan hikmah dari apa yang kita alami di dunia ini. Dengan iman yang ada, saya bisa belajar banyak dari pengalaman-pengalaman yang dialami oleh keluarga saya ini. Dan yang terpenting bagi saya adalah melihat ayah dan ibu saya dalam keadaan sehat walafiat, baik jasmani maupun rohani. N.A. DEWI ISKANDAR DI NATA Jakarta
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini