Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Rang gni itu apa ?

Sutradara: ikranegara naskah: ikranegara produksi : teater saja. (ter)

6 November 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lakon: RANG GNI Naskah: Ikranegara Sutradara: Ikranegara Produksi: Teater Saja PEMENTASAN Teater Saja -- dengan naskah dan sutradara Ikranegara yang berjudul Rang Gni -- 18 sampai 22 Oktober lalu di Teater Arena tidak dimuati oleh protessosial sebanyak dalam pementasannya yang terdahulu (Para Narator, Gusti, Agung). Kali ini lebih banyakmengisahkan "nafsu", baik bernama cinta maupun keinginan seksuil yang secara umum berada dalam diri manusia. Dengan terang-terangan Ikra mencoba menekan pertunjukannya kini ke arah kontemplasi, introspeksi dan mengajak penonton berfilsafat. Banyak puisi dilepas lewat beberapa orang. Alur ceritanya tak begitu jelas, orang hanya menangkap bentuk-bentuk dan ekspresi yang sifatnya jasmaniah dalam bentuk ketawa, teriakan-teriakan dan juga posepose tubuh yang tegang. Ikra tidak lagi sesederhana waktu Narator dengan memanfaatkan segala kekurangan pemainnya -- tetapi langsung memperkecil jumlah pemain dan mencoba mengekspresikan pengalaman batinnya yang privat. Mengerang Di lantai arena, beberapa buah level disusun dengan sebuah lubang di tengah Ditutup dengan kain yang berwarna hijau. Layar belakang dimajukan beberapa meter, kemudian ada sebuah bidang putih yang transparan yang lalu dipakai untuk mempertunjukkan silhuet adegan sanggama. Cahaya yang melayani arena remang-remang, mungkin dimaksudkan untuk menangkap suasana dramatik di samping untuk memperkecil ruangan -- karena yang dipakai hanya sebagian kecil dari arena. Di antara level-level terdapat banyak sekali kertas yang dipakai oleh pemain untuk bersembunyi. Adegan pertama seperti melihat proses kelahiran atau perkenalan dengan tokoh Rang dan Gni pria dan wanita yang saling membutuhkan. Lampu senter yang sudah digemari Ikra sejak mementaskan Teroris kembali dimanfaatkan untuk memberikan tekanan suasana remang-remang yang menggelut tubuh pemain-pemainnya. Para pemain saling berkenalan satu sama lain dengan rilex. Ikra hampir berhasil menyampaikan suasana santai di sini, kalau saja emosinya untuk muncrat-muncrat dapat terkendali. Karena tak lama kemudian gerak dan suara yang mengerang-ngerang mendominir suasana, membuat arena itu menjadi gelisah untuk seterusnya. Pementasan ini segera menjadi lebih cenderung pada tontonan yang ekspresip daripada kisah. Akibatnya adalah bahwa beberapa dialog yang penting dan diberikan penonjolan bisa menjadi mengagetkan. Tak urung ini dapat membuat penonton yang tak sempat memasuki suasana merasa bingung, atau menganggap segala sesuatunya berlebihan. Tapi yang menarik adalah bahwa Ikra seperti tidak mempedulikan hal ini untuk menyuguhkan dirinya secara tuntas. Ia biarkan terus pertunjukannya menyusun harmoni sendiri. Rencana Positip Sebagai hasil final dari suatu proses penulisan naskah -- naskah ini ditulis bersama-sama dengan saat latihan mungkin naskah ini belum sempat menggali kemungkinan-kemungkinan yang bisa keluar dari diri pemain masing-masing. Ia masih merupakan pengalaman pribadi Ikra. Akibatnya adalah bahwa warna yang seharusnya bisa keluar lebih banyak dalam setiap adegan, terpaksa diseragamkan dalam satu kemungkinan untuk berekspresi, yakni: mengerang. Pementasan ini mempergunakan beberapa menit untuk istirahat. Pada akhir pementasan, sesudah Gni menginjak-injak tokoh Banas, pembawa acara mengumumkan bahwa pertunjukan boleh dianggap selesai tetapi boleh juga belum. Bagi mereka yang merasa belum disediakan sebuah adegan yang mungkin bisa dipakai sebagai penyelesaian. Tapi kalau itupun baru kemungkinan, ditawarkan pula kemungkinan bahwa penyelesaian bisa terjadi antara gabungan kemungkinan penyelesaian pertama dan kemungkinan penyelesaian kedua. Ini pada dasarnya hanya untuk memberikan satu pernyataan, bahwa segalanya adalah nisbi. Dan bahwa segalanya tergantung dari diri penonton sendiri. Dalam adegan tambahan muncullah seorang anak kecil yang berlagak seperti dokter mengobati seorang lelaki yang ter perosok dalam lubang level. Anak itu kemudian berlagak seperti orang tua, memberi nasehat, memberikan dongeng agar lelaki itu beristirahat dan tidur. Lelaki itu mendengarkan dengan patuh. Dia bayangkan dirinya akan melihat Rang dan Gni bagai sepasang calon pengantin yang mengucurkan darah dari langit, tapi bumi menolaknya karena sudah jenuh pada darah. Barangkali di sini Ikra ingin mengatakan bahwa segala ketidakbahagiaan masih saja akan datang, betapa pun telah banyak ketidakbahagiaan yang telah terjadi. Bahwa perang, ketidak-adilan, kekerasan dan sebagainya masih terus terjadi. Adegan ini komunikatip dan aktraktip, karena adanya tokoh anak- anak (bergantian tiap malam dimainkan oleh Ino dan Bulan) dan boleh dianggap sebagai adegan yang paling bagus dari seluruh pertunjukan, sebagaimana adegan "rencana positip" dalam pertunjukan Ikra terdahulu -- Agung. Putu Wijaya

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus