Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Mempersiapkan Transmigran

100 kepala keluarga transmigran masing-masing dengan 5 anggota asal jawa barat dipersiapkan untuk transmigrasi ke bengkulu. Biaya hidup sebelum berangkat ditanggung pemerintah selama 5 hari. (dh)

6 November 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DUA-tiga orang ibu diikuti beberapa anaknya, sedang antri di sebuah loket. Membawa bakul dan kupon nasi. Mereka adalah calon-calon transmigran Jawa Barat yang sedang ditampung di asrama transito di Cibiru, sebelah selatan kota Bandung. Kupon nasi itulah yang kemudian mereka tukarkan dengan jatah makan masing-masing. "Mulanya, jatah mereka makan tiga kali sehari", kata Taifoer. Pimpinan Proyek Pemindahan Transmigran Jawa Barat, sambil menunjuk nasi, telor dan ikan asing yang masih menumpuk di dapur. Untuk tiga kali makan itu, masing-masing jiwa mendapat jatah 200 gram nasi, telor sebelah dan sepotong goreng ikan asin. Tapi karena kebiasaan transmigran itu sendiri di kampung asalnya, maka waktu makan itu dirubah menjadi dua kali saja sehari. Selain itu, tak ada lagi tambahan konsumsi mereka. "Yang kami sediakan secara bebas, hanya air teh saja", kata Taifoer lagi. Soalnya, biaya untuk seorang transmigran, hanya disediakan Rp 200 sehari. Transmigrasi menanggung biaya mereka selama lima hari. Masing-masing satu hari waktu penampungan di desa asalnya, satu hari dalam perjalanan ke asrama transito, dua hari selama berada di asrama transito dan satu hari lagi untuk perjalanan menuju Jakarta. 100 kepala keluarga dengan masing-masing membawa lima keluarga, anak dan isteri, yang berasal dari 6 kabupaten di Jawa Barat (Garut, Tasikmalaya, Purwakarta, Cianjur, Kuningan dan Sukabumi) diberangkatkan ke Bengkulu dalam tiga gelombang bulan Oktober tadi. "Minat transmigran asal Jawa Barat sebenarnya cukup banyak", kata Taifoer sambil keliling-keliling melihat calon transmigran yang memenuhi dua bangunan yang hanya berkapasitas menampung 60 kepala keluarga. Komplek yang luasnya 2000 meter persegi itu, dimaksudkan untuk menggantikan asrama transito di Jatayu yang sudah tidak memenuhi syarat lagi. Yang di Cibiru itu sendiri akan diperluas lagi sehingga nantinya akan sanggup menampung 100 kepala keluarga. Jatah transmigran Jabar untuk tahun lalu sebenarnya 1100 keluarga ditambah 300 kepala keluarga jatah DKI . Tapi dari semuanya masih ada sisa 86 kepala keluarga. "Hambatannya", kata Taifoer, "antara lain karena belum siapnya daerah yang akan ditempati". Kecuali itu Taifoer ada juga menyebut soal kurangnya biaya dan tenaga yang ada di Direktorat Transmigrasi sendiri. "Bagi seorang petugas paling tidak diperlukan waktu selama tiga hari untuk mengurus calon transmigran, mulai pendaftaran, seleksi sampai pemberangkatan ke tempat transito", kata Taifoer menghitung-hitung. Ongkos tenaga yang mengurus ini saja sudah dihitung Kp 2500 per ha. Minat transmigran paling banyak datang dari Ciamis. Walaupun begitu, jatah dari kabupaten yang selalu kebanjiran tiap tahun ini, justru sudah terpenuhi seluruhnya. Yang akan jadi tantangan transmigrasi tahun depan, adalah harus dipindahkannya sebanyak 24.000 kepala keluarga yang akan terkena proyek Jatigede. "Tahun depan kami akan mulai memberangkatkan 2000 kepala keluarga". kata drs Karwana dari Kanwil Transmigrasi Jabar. Transmigran Inti Selama berada di asrama transito, calon transmigran dibekali berbagai penerangan dan juga perlengkapan ala kadarnya macam slundak, garpu dan gergaji. Hingga di tempat baru nanti mereka harus benar-benar bisa bekerja. Selain itu, di Lembang, diadakan pula semacam pendidikan kader transmigran di Pusat Latihan Ketrampilan Pertanian, sekelompok calon transmigran dididik dan dilatih selama dua bulan penuh. Tidak sembarangan calon transmigran bisa masuk ke PLKP ini. "Mereka minimal harus lulusan SLP, syukur kalau lulusan SLA", kata Sutioko, pimpinan PLKP yang sudah berdiri sejak tahun 1950. Mereka juga harus benar-benar bersemangat dan berminat jadi petani, sebab mereka inilah yang nantinya akan disebut transmigran inti dan bertanggung jawab untuk membimbing 25 transmigran lainnya. "Waktu latihan mereka selama 400 jam kali 45 menit, terdiri dari 40% teori dan 60% praktek", kata Sutioho. PLKP ini boleh dibilang cukup mempunyai perlengkapan. Selain alat-alat juga tersedia tempat praktek seluas 10 hektar yang tersebar di tiga tempat. Tampaknya memang tidak sekedar main-main. Selama berada di PLKP siswa dijamin segala-galanya . "Biaya untuk tiap orang selama dua bulan berada di sini, sekitar Rp 75.000", kata drs Karwana. Sampai saat ini PLKP sudah menyelenggarakan latihan 6 kali angkatan, masing-masing 50 orang. "Tapi angkatan kelima juga belum seluruhnya bisa diberangkatkan", kata Sutioko. Tak dijelaskan mengapa. PLKP juga menyelenggarakan latihan pertanian buat Butsi, KKN dan transmigran Kodam Vl. "Hanya mereka harus menanggung biaya penyelenggaraannya. Soal besarnya, bisa berdamai", kata Sutioko lagi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus