DUA-tiga orang ibu diikuti beberapa anaknya, sedang antri di
sebuah loket. Membawa bakul dan kupon nasi. Mereka adalah
calon-calon transmigran Jawa Barat yang sedang ditampung di
asrama transito di Cibiru, sebelah selatan kota Bandung. Kupon
nasi itulah yang kemudian mereka tukarkan dengan jatah makan
masing-masing. "Mulanya, jatah mereka makan tiga kali sehari",
kata Taifoer. Pimpinan Proyek Pemindahan Transmigran Jawa Barat,
sambil menunjuk nasi, telor dan ikan asing yang masih menumpuk
di dapur. Untuk tiga kali makan itu, masing-masing jiwa mendapat
jatah 200 gram nasi, telor sebelah dan sepotong goreng ikan
asin.
Tapi karena kebiasaan transmigran itu sendiri di kampung
asalnya, maka waktu makan itu dirubah menjadi dua kali saja
sehari. Selain itu, tak ada lagi tambahan konsumsi mereka. "Yang
kami sediakan secara bebas, hanya air teh saja", kata Taifoer
lagi. Soalnya, biaya untuk seorang transmigran, hanya disediakan
Rp 200 sehari. Transmigrasi menanggung biaya mereka selama lima
hari. Masing-masing satu hari waktu penampungan di desa asalnya,
satu hari dalam perjalanan ke asrama transito, dua hari selama
berada di asrama transito dan satu hari lagi untuk perjalanan
menuju Jakarta.
100 kepala keluarga dengan masing-masing membawa lima keluarga,
anak dan isteri, yang berasal dari 6 kabupaten di Jawa Barat
(Garut, Tasikmalaya, Purwakarta, Cianjur, Kuningan dan Sukabumi)
diberangkatkan ke Bengkulu dalam tiga gelombang bulan Oktober
tadi. "Minat transmigran asal Jawa Barat sebenarnya cukup
banyak", kata Taifoer sambil keliling-keliling melihat calon
transmigran yang memenuhi dua bangunan yang hanya berkapasitas
menampung 60 kepala keluarga. Komplek yang luasnya 2000 meter
persegi itu, dimaksudkan untuk menggantikan asrama transito di
Jatayu yang sudah tidak memenuhi syarat lagi. Yang di Cibiru itu
sendiri akan diperluas lagi sehingga nantinya akan sanggup
menampung 100 kepala keluarga.
Jatah transmigran Jabar untuk tahun lalu sebenarnya 1100
keluarga ditambah 300 kepala keluarga jatah DKI . Tapi dari
semuanya masih ada sisa 86 kepala keluarga. "Hambatannya", kata
Taifoer, "antara lain karena belum siapnya daerah yang akan
ditempati". Kecuali itu Taifoer ada juga menyebut soal kurangnya
biaya dan tenaga yang ada di Direktorat Transmigrasi sendiri.
"Bagi seorang petugas paling tidak diperlukan waktu selama tiga
hari untuk mengurus calon transmigran, mulai pendaftaran,
seleksi sampai pemberangkatan ke tempat transito", kata Taifoer
menghitung-hitung. Ongkos tenaga yang mengurus ini saja sudah
dihitung Kp 2500 per ha.
Minat transmigran paling banyak datang dari Ciamis. Walaupun
begitu, jatah dari kabupaten yang selalu kebanjiran tiap tahun
ini, justru sudah terpenuhi seluruhnya. Yang akan jadi tantangan
transmigrasi tahun depan, adalah harus dipindahkannya sebanyak
24.000 kepala keluarga yang akan terkena proyek Jatigede. "Tahun
depan kami akan mulai memberangkatkan 2000 kepala keluarga".
kata drs Karwana dari Kanwil Transmigrasi Jabar.
Transmigran Inti
Selama berada di asrama transito, calon transmigran dibekali
berbagai penerangan dan juga perlengkapan ala kadarnya macam
slundak, garpu dan gergaji. Hingga di tempat baru nanti mereka
harus benar-benar bisa bekerja. Selain itu, di Lembang, diadakan
pula semacam pendidikan kader transmigran di Pusat Latihan
Ketrampilan Pertanian, sekelompok calon transmigran dididik dan
dilatih selama dua bulan penuh. Tidak sembarangan calon
transmigran bisa masuk ke PLKP ini. "Mereka minimal harus
lulusan SLP, syukur kalau lulusan SLA", kata Sutioko, pimpinan
PLKP yang sudah berdiri sejak tahun 1950. Mereka juga harus
benar-benar bersemangat dan berminat jadi petani, sebab mereka
inilah yang nantinya akan disebut transmigran inti dan
bertanggung jawab untuk membimbing 25 transmigran lainnya.
"Waktu latihan mereka selama 400 jam kali 45 menit, terdiri dari
40% teori dan 60% praktek", kata Sutioho.
PLKP ini boleh dibilang cukup mempunyai perlengkapan. Selain
alat-alat juga tersedia tempat praktek seluas 10 hektar yang
tersebar di tiga tempat. Tampaknya memang tidak sekedar
main-main. Selama berada di PLKP siswa dijamin segala-galanya .
"Biaya untuk tiap orang selama dua bulan berada di sini, sekitar
Rp 75.000", kata drs Karwana. Sampai saat ini PLKP sudah
menyelenggarakan latihan 6 kali angkatan, masing-masing 50
orang. "Tapi angkatan kelima juga belum seluruhnya bisa
diberangkatkan", kata Sutioko. Tak dijelaskan mengapa. PLKP juga
menyelenggarakan latihan pertanian buat Butsi, KKN dan
transmigran Kodam Vl. "Hanya mereka harus menanggung biaya
penyelenggaraannya. Soal besarnya, bisa berdamai", kata Sutioko
lagi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini