BEBAS DARI SEKOLAH
Oleh: Ivan Illich
Penerbit: Sinar Harapan, Jakarta, 1982, 151 halaman.
UKU ini terjemahan buku lama, Deg schooling Society (1972).
Tapi pandangan penulisnya, Ivan Illich, demikian radikal hingga
tetap berharga sebagai gagasan yang harus diperhitungkan bila
orang mengkaji kembali arti sekolah.
Illich, 57 tahun, pastor kelahiran Wina, yang kemudian bekerja
di Amerika Serikat dan Meksiko, antara lain, memang langsung
mempersoalkan segi gelap persekolahan. Sekolah, menurut pastor
ini, telah tumbuh menjadi lembaga otoriter "yang menentukan arah
hidup, membentuk pandangan hidup, dan menetapkan apa yang wajar
dan tidak" bagi murid -- dan dengan demikian juga bagi
masyarakat.
Sekolah yang mengelompokkan anak-anak berdasarkan usia
mengakibatkan diskriminasi bagi anak-anak miskin. Sebab dari
sistem itu lalu timbul istilah "masa kanak-kanak". Maka bagi
seorang anak yang tak sempat sekolah atau yang putus sekolah dan
harus mulai bekerja seperti orang dewasa, akan dipandang
sebagai anak yang malang.
Bagi Illich, guru mirip polisi kurikulum. Guru akan menghukum
murid yang mempunyai pengetahuan tak sesuai dengan kurikulum.
Pintar dan bodohnya murid ditentukan penguasaannya terhadap
kurikulum yang sudah ditentukan itu. Maka ilmu pengetahuan di
sekolah disempitkan artinya menjadi hanya kurikulum.
Kelanjutannya, ilmu pengetahuan menjadi tampak lebih cemerlang
karena dibungkus ijazah dan diperoleh dari sumber yang
memberikannya secara profesional.
Lalu apa maunya pastor keluaran Universitas Gregoriana, Roma
ini? Penghapusan sekolah dari masyarakat! Sebab bagi Illich
kelanjutan logis dari sistem sekolah sekarang ialah "kamp
konsentrasi untuk mencegah tumbuhnya anak-anak nakal."
Banyaknya tanggapan terhadap gagasan Illich menyebabkan dua
tahun kemudian, 1974 terbit bukunya yang kedua: After De
chooling, What? Sebenarnya saja buku terakhir itu hanya
merupakan penjelasan yang lebih gamblang dari pikiran Illich.
Kesimpulan samar-samar dalam buku pertama menjadi jelas dalam
buku kedua.
Menjadi jelas kemudian yang menjadikan pastor ini, yang juga
ahli sejarah, demikian keras mengecam sistem sekolah. Sistem
sekolah telah mengubah "kebutuhan belajar menjadi keharusan
bersekolah," tulisnya dalam buku kedua. Dan itu menyebabkan
pandangan terhadap ilmu pengetahuan pun berubah. Ilmu
pengetahuan bukan lagi "sesuatu yang bersifat akrab, merupakan
hubungan timbal balik, dan merupakan satu pengalaman hidup."
Tapi menjadi "produk yang dibungkus secara profesional, sesuatu
yang bisa dijual-belikan, dan mempunyai nilai abstrak."
Di tengah masalah pembaharuan kurikulum dan rencana pemerintah
untuk melaksanakan wajib belajar tahun depan. Bebas Dari Sekolah
memang asyik dibaca. Apalagi bila dilengkapi dengan After
Deschooling, What? itu.
Bambang Bujono.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini