Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Buku

Rehal-bambang bujono

Jakarta: sinar harapan, 1983. (bk)

18 Juni 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEORANG LELAKI DI WAIMITAL Oleh: Hanna Rambe Sinar Harapan, Jakarta, 1983, 216 hlm. DI zaman ketika gengsi dan status menjadi ukuran, muncul seorang calon insinyur pertanian yang memilih bergulat dengan lumpur dan lintah daripada menyelesaikan kuliahnya. Mohammad Kasim Arifin, begitu nama orang itu, ketika pergi ke Pulau Seram, Maluku, 1964, adalah dalam rangka melaksanakan tugas kemahasiswaannya. Dan ternyata kemudian "hilang" di tengah para transmigran asal Jawa di Waimital Seram itu. Apa yang terjadi? Sebagaimana sejumlah surat kabar dan majalah gagal mengungkap kisah "hilang"nya Kasim -- demikian pula buku Hanna Rambe ini. Banyak hal tetap menjadi "misteri". Mengapa mahasiswa cerdas dan berbakat itu tiba-tiba membela para transmigran yang telah putus asa? Mengapa Kasim membangun saluran air, mengajarkan bercocok tanam, mendirikan masjid, mengajar anak-anak mereka membaca? Dan mengapa selama 15 tahun di sana tetap membujang? Jawaban yang bisa dipegang hanyalah bahwa transmigran di Waimital sangat membutuhkan Kasim. Ketika secara kebetulan ada orang Institut Pertanian Bogor (IPB) menemukan Kasim di Waimital, awal 1970-an, maka almamaternya itu berusaha mengundangnya balik. Tapi yang kemudian diterima IPB hanya sepucuk pernyataan para transmigran bahwa Kasim baru boleh ke Jawa bila saluran air mereka sudah rampung. Tahun 1979, Kasim menerima gelar insinyur dari IPB dengan jasa-jasanya di Waimital sebagai skripsinya. Dan laki-laki kelahiran Aceh, 18 April 1938, pun meninggalkan Waimital untuk selamanya (?). Ia sekarang menjadi pengelola Kuliah Kerja Nyata di Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Mengapa? Sikapnya tak berubah. Tapi kesabaran Kasim rupanya yang sudah sampai pada batasnya. Salah satu contoh diceritakan Hanna Rambe: Kasim yang selalu mengisi bak mandinya dan membolehkan siapa saja mandi di sana, setelah bertahun-tahun akhirnya jengkel juga. Karena orang-orang selalu mandi seenak perutnya, tanpa mau bertanggung jawab mengisi bak mandi itu kembali. Buku ini ditulis Hanna Rambe dengan lebih banyak menampilkan dirinya daripada tokoh yang diceritakan. "Salah teknik" ini, juga tak ada perkenalan awal mengapa Kasim pantas ditulis, menurut saya, telah menjadikan Seorang Lelaki Di Waimital terasa tidak penting. Sayang memang. Padahal Hanna Rambe, yang mengikuti liku-liku hidup Kasim di Waimital sampai ke Banda Aceh sesungguhnya telah berhasil mengumpulkan bahan yang sangat menarik. Bambang Bujono

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus