Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Buku

Ekonomi versi star wars

Pengarang: michael p. todaro jakarta: ghalia indonesia, 1983 resensi oleh: dorodjatun kuntjoro-jakti. (bk)

18 Juni 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PEMBANGUNAN EKONOMI DI DUNIA KETIGA I DAN II Oleh: Michael P. Todaro Penerbit: Ghalia Indonesia, Jakarta, 1983, 494 halaman dan 368 halaman. SEJAK lahirnya ilmu ekonomi, yakni sejak sarjana Adam Smith menulis buku An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nations pada tahun 1759, mulai saat itu kemajuan kehidupan ekonomi suatu bangsa diperlakukan sebagai suatu hal yang dihasilkan dari upaya bersama golongan masyarakat bangsa bersangkutan. Adalah pemikiran jenius dari sarjana Inggris ini bahwa di setiap masyarakat terdapat dua golongan yang berbeda tingkah laku ekonominya: golongan masyarakat yang produktif, dan golongan masyarakat yang tidak produktif. Pembangunan ekonomi terletak nasibnya kepada golongan masyarakat yang pertama, khususnya kepada kemampuan golongan ini untuk melakukan akumulasi modal serta menghasilkan sejumlah surplus, yang pada tahapan berikutnya ditanamkan kembali sebagai penanaman modal. Berabad-abad sesudah itu, melalui perkembangan pemikiran yang berliku-liku serta kompleks, yang tidak jarang melibatkan berbagai golongan politik serta cendekiawan di dalam perdebatan, bahkan pertentangan, muncullah kecenderungan ke arah abstraksi dari pemikiran Smith. Melalui rute pemikiran kaum Neo Klasik, Keynesian, kemudian Neo-Keynesian, pemikiran Smith yang dibasiskan atas peranan "golongan masyarakat" kemudian ditransformasikan ke dalam pemikiran yang menggunakan model ekonomi, di mana parameter, variable independent, dan variable dependent menggantikan peranan "golongan masyarakat." Dan kemudian yang jadi fokus dalam pembicaraan tentang proses pembangunan ekonomi suatu negara adalah sederetan parameter dan variabel seperti tingkat bunga, ICOR, marginal efficiency of capital, PDB, konsumsi, tabungan, investasi, ekspor impor, dan sebagainya. Kecenderungan ini kemudian diperkeras dengan masuknya metode statistik dan matematik -- atau ekonometri -- ke dalam pembahasan masalah tersebut. Terakhir, merasuknya teknik komputerisasi dalam pengolahan data serta informasi, telah semakin membuat masalah pembangunan ekonomi menjadi masalah yang kompleks, sangat teknis, dan tak dimengerti lagi oleh masyarakat awam. Boleh dikata abstraksi yang terjadi dewasa ini sudah mencapai tingkatan versi Star Wars. Lucunya, keadaan nyata di banyak negara Dunia Ketiga memperlihatkan betapa "jauh panggang dari api". Betapa tak mampunya teori-teori muluk, yang berserakan dengan simbol-simbol Yunani Purba itu, menghadapi masalah-masalah nyata di lapangan. Para ahli ekonomi Barat menunjukkan betapa sedikitnya negara Dunia Ketiga "lulus" dari ujian proses pembangunan ekonomi yang mereka hadapi. Kemudian, betapa sedikitnya dari mereka yang "lulus" itu, sesudah diuji dengan menggunakan metode analisa mutakhir, menunjukkan bahwa mereka betul-betul secara klop mengikuti "skenario" yang dirumuskan para perancang ekonomi mereka. Dari berbagai studi muncul bahwa pembangunan ekonomi lebih merupakan hasil penerapan "seni" (art) daripada "teknik". Studi-studi itu memperlihatkan: Pertama begitu banyak faktor yang ikut menggelindingkan roda perekonomian ke arah pembangunan -- lebih banyak dari jumlah yang diidentifikasikan oleh model-model ekonomi yang dibatasi oleh apologia ceteris paribus. Kedua, sebagian dari faktor-faktor tersebut ternyata adalah faktor-faktor "nonekonomi" yang sayangnya sulit dikuantifikasikan. Dan ketiga, faktor-faktor itu tidak hadir begitu saja di medan nyata -- sebagian mempunyai latar belakang historis, sebagian diciptakan secara sadar oleh pemerintah, dan sebagian lagi merupakan hasil interaksi nyata pada waktu proses pembangunan berlangsung. Merangkumkan ke semua itu sehingga menimbulkan "gerak" ternyata ada seninya. Tapi ini justru tidak dibahas oleh banyak teori ekonomi pembangunan. Pengalaman-pengalaman di banyak negara Dunia Ketiga, pada dasawarsa 1960-an dan awal 1970-an, memperlihatkan betapa upaya untuk memobilisasikan faktor-faktor produksi sering kali dihambat oleh struktur perekonomian yang ada -- baik interen maupun ekstern. Dalam situasi skeptis tentang teori pembangunan, yang sering menjurus kepada sinisme dan serangan tajam terhadap GDP-ism, muncul buku Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga karangan Michael P. Todaro. Buku ini berpaling secara tegas dari model Barat yang naif, antara lain, dengan secara tegas mengemukakan bahwa masalah struktural yang dihadapi Dunia Ketiga, baik di dalam maupun di luar, adalah masalah utama pembangunan yang terlebih dahulu harus dipecahkan sebelum proses pembangunan bisa digerakkan. Lebih jauh Todaro secara tegas mengemukakan bahwa pembangunan ekonomi bukan hanya sekadar pertumbuhan (growth), apalagi dari PDB dan variabel-variabel penjabarannya. Pembangunan, katanya, adalah pertumbuhan plus perubahan (development = growth + changes). Dalam perubahan, Todaro memasukkan bukan hanya sekadar perubahan struktur ekonomi, juga perubahan politik, perubahan institusional, bahkan perubahan kultural seperti tercermin dalam sikap dan pola tingkah laku masyarakat. Seolah-olah Todaro menyatakan persetujuan kepada slogan pembangunan: Pembangunan = Membangun Manusia Seutuhnya. Tak cuma itu kelebihannya. Buku Todaro juga digunakan untuk membahas secara terperinci dengan mengerahkan data mutakhir, apa yang dimaksudkan dengan permasalahan struktural intern dan permasalahan struktural ekstern. Pada bagian lain, Todaro melukiskan prospek yang dihadapi Dunia Ketiga dalam usaha memecahkan permasalahan stuktural tersebut dan membebaskan masyarakat Dunia Ketiga dari belenggu keterbelakangan dan ketidakadilan yang mencekam sekian lama. Buku Todaro ini lebih memberi inspirasi dan semangat kepada negara Dunia Ketiga. Tidak heran bila buku ini sekarang merebut pasaran di banyak negara Dunia Ketiga untuk buku pegangan ekonomi pembangunan. Todaro memang berhasil mengungkapkan betapa penguasaan teknik bukan jamu yang serba cespleng -- apalagi dalam menghadapi penyakit menahun underdevelopment yang diderita banyak negara Dunia Ketiga. Dorodjatun Kuntjoro-Jakti

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus