Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Film Brasil, I'm Still Here, yang meraih tiga nominasi Academy Awards sedang tayang di bioskop.
Sutradara Walter Salles menunjukkan kekontrasan antara sikap dan warna rumah keluarga Rubens Paiva sebelum dan sesudah penculikan.
Meski terjadi di Brasil pada 1971, ada sesuatu yang sangat kita kenal ketika adegan penculikan terjadi.
PADA suatu siang di sebuah perumahan asri di Rio de Janeiro, Brasil, tahun 1971, rumah mantan senator Rubens Paiva dengan istrinya, Eunice (Fernanda Torres), dan kelima anaknya yang hangat dan penuh musik itu mendadak didatangi beberapa lelaki tegap tanpa senyum.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tanggal 20 Januari 1971 yang terang benderang itu terasa gelap, demikian Marcelo Rubens Paiva menuliskannya dalam memoar Ainda Estou Aqui yang menjadi dasar kisah film berjudul I'm Still Here ini. Sebab, siang itu, bagi Marcelo dan keempat kakaknya, adalah hari terakhir mereka melihat sang ayah, yang digiring ke dalam mobil oleh orang-orang tak dikenal.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Marcelo Rubens Paiva adalah satu-satunya anak lelaki dari lima bersaudara. Kedua orang tuanya meniupkan hidup harmoni keluarga yang asyik dan kompak serta penuh musik, dansa, dan pelukan kasih. Tentu saja Marcelo saat itu terlalu kecil untuk memahami apa yang terjadi dan mengapa si ayah tidak kunjung pulang.
Pada 1964, kelompok militer pimpinan Jenderal Olímpio Mourão Filho mengkudeta Presiden Brasil João Goulart. Selama junta militer berkuasa pada 1964-1985, lebih dari 450 orang dilaporkan hilang atau dibunuh, termasuk yang berhubungan dengan Carlos Lamarca, pemimpin kelompok gerilyawan penentang diktator militer. Rubens Paiva adalah senator dari Partai Buruh Brasil yang eksil bersama Goulart setelah kudeta militer meletus.
Film ini dibuka ketika sang ayah, Rubens (Selton Mello), sudah kembali ke rumahnya dari eksil selama enam tahun dan hidup sebagai “warga biasa”. Namun dia ternyata diam-diam masih berhubungan dengan berbagai kelompok masyarakat yang kritis terhadap rezim militer.
Fernanda Montenegro dalam film I'm Still Here (2024). IMDb.com
Untuk beberapa menit yang lama, sutradara Walter Salles sengaja memperlihatkan betapa asyiknya hubungan kedua orang tua dengan anak-anaknya. Namun siang jahanam yang merenggut sang ayah itu pun menjadi hari menentukan. Bukan saja sang ayah digeret ke sebuah tempat entah di mana, rumah mereka pun dijaga oleh beberapa lelaki. Mereka mengintip, mengawasi, dan mendikte apa yang boleh atau tak boleh dilakukan.
Ketegangan demi ketegangan di rumah itu makin parah karena para lelaki asing yang membawa senjata tersebut—yang kelak diketahui adalah intelijen—menggiring Eunice dan anaknya, Eliana (Luiza Kosovski), ke tempat interogasi. Sudah diduga, Eunice dipaksa memberikan informasi tentang hubungan suaminya dengan “teroris”, pertemuan apa saja yang dihadiri suaminya, dan siapa saja orang-orang yang dikenalnya sembari si interogator, yang suaranya tenang dan menekan, menyodorkan album foto sejumlah orang yang dicurigai sebagai “teroris” dan “kawan teroris”. Jawaban Eunice selalu sama: “Suami saya anggota Partai Buruh dan mantan anggota Senat.”
Setiap hari Eunice tidur di ruang gelap minim cahaya. Dia hanya bisa mengingat hari dengan menandakan perubahan hari pada tembok kamar tahanan. Eunice hanya bisa mendengar teriakan kesakitan mereka yang disiksa dari dinding penjara dan menyaksikan tetesan darah di sekujur lantai markas. Setelah beberapa lama, Eunice dipulangkan, sedangkan Eliana lebih dulu dikembalikan ke rumah.
I’m Still Here
Sutradara: Walter Salles
Penulis skenario: Murilo Hauser dan Heitor Lorega, berdasarkan buku memoar Ainda Estou Aqui karya Marcelo Rubens Paiva
Pemain: Fernanda Torres, Selton Mello, Fernanda Montenegro
Sepanjang film, kita memandang semua peristiwa itu dengan tegang: penghilangan paksa, penantian, kegelisahan, dan akhirnya ketika dia mendengar kabar bahwa suaminya tewas setelah disiksa tapi jenazahnya entah di mana.
Perjuangan berikutnya Eunice adalah menuntut pengakuan dari pemerintah bahwa suaminya memang dihilangkan secara paksa serta ditahan dan disiksa oleh para intelijen. Ia menuntut pengakuan pemerintah bahwa suaminya telah tewas di tangan rezim.
Salles menunjukkan kekontrasan antara sikap dan warna rumah mereka sebelum dan sesudah penculikan melalui serangkaian gambar yang tepat tanpa banyak dialog. Warna ceria ditampakkan ketika mereka berdansa dan bergembira saat keluarga lengkap. Mereka sering berada di pantai di bawah langit biru. Begitu sang ayah diculik, kepada kita disajikan ketegangan dan kerapuhan keluarga di dalam ruang tertutup: kamar tidur, kantor sang ayah, ruang tengah, dan ruang makan. Serba gelap, kelabu, dan muram. Salles menunjukkan perbedaan warna untuk menunjukkan situasi jiwa anggota keluarga Paiva.
Ketabahan dan kekuatan Eunice Paiva sebagai orang tua tunggal yang bertahun-tahun mencari kepastian diperlihatkan dengan wajah dan tatap mata bersinar penuh keyakinan, meski kita bisa melihat makin lama kulit Eunice makin diselimuti kerut.
Poster film I'm Still Here. IMDb.com
Ketika anak-anak Eunice dewasa, kita menyaksikan Marcelo telah menjadi penulis terkemuka. Karya memoar Marcelo tentang ayahnya itu merupakan bukunya yang kemudian diadaptasi sebagai film yang memperoleh tiga nominasi Academy Awards tahun ini.
Fakta menariknya, pemeran Eunice adalah ibu Torres, Fernanda Montenegro, yang muncul menjadi kameo sebagai Eunice tua. Syahdan, Montenegro di awal 1999 pernah dinominasikan sebagai aktris terbaik Academy Awards, tapi dia dikalahkan Gwyneth Paltrow dalam Shakespeare in Love.
Kini Fernanda Torres, sang putri, melanjutkan warisan ibunya. Dia juga dinominasikan sebagai aktris terbaik Academy Awards tahun ini. Semua mata memandang ke Hollywood apakah anggota Academy akan membuat keputusan yang tepat.
Saya sangat merekomendasikan penonton Indonesia segera menyaksikan film I’m Still Here di bioskop. Meski setting cerita ini di Brasil pada 1971, entah bagaimana ada sesuatu yang sangat kita kenal dan terasa begitu dekat ketika menyaksikan adegan-adegan penculikan sang ayah. ●
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul Kisah Penculikan dan Kehilangan di Brasil