Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

Review Film 1 Kakak 7 Ponakan: Pelukan Hangat untuk Generasi Sandwich yang Terhimpit

1 Kakak 7 Ponakan adalah film keluarga yang mengangkat tema pengorbanan, kasih sayang, dan dilema generasi sandwich.

19 Januari 2025 | 15.58 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Film 1 Kakak 7 Ponakan. Foto: Instagram/@1kakak7ponakan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta -1 Kakak 7 Ponakan dimulai dengan sebuah adegan yang sepintas tampak remeh: berebut kamar mandi di pagi hari. Adegan ini mungkin sekadar rutinitas yang terlalu biasa untuk dipedulikan—khas keluarga menengah ke bawah yang terbiasa hidup dengan keterbatasan ruang dan waktu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Namun, sutradara Yandy Laurens memanfaatkan momen sederhana ini sebagai pintu masuk ke lapisan yang lebih kompleks. Penonton diajak menyelami konflik keluarga, dinamika, bahkan pengorbanan yang kerap tersembunyi di balik kesederhanaan. 

Dilema Generasi Sandwich yang Dekat dengan Masyarakat

Moko (Chicco Kurniawan), adalah seorang arsitek muda yang mendapati hidupnya berubah total ketika kedua kakaknya meninggal. Kini, ia harus mengasuh tujuh keponakan, termasuk seorang bayi yang baru lahir. Sosok Moko adalah cerminan nyata dari generasi sandwich, mereka yang berdiri di persimpangan antara impian pribadi dan tuntutan keluarga. 

Chicco membawa karakter ini dengan emosi berlapis, mulai dari kelelahan yang terpendam, hingga kasih sayang begitu dalam. Ia memiliki rencana-rencana besar dan impian dalam hidupnya, tapi beban keluarga memaksanya berhenti sejenak, bahkan menyerah pada mimpi itu.

Berbagi Peluk Lewat Peliknya Beban Hidup

Lewat durasi 2 jam 9 menit, film ini sukses menyuguhkan dilema banyak orang tanpa melodrama berlebihan. Cukup dengan dialog sederhana, namun menyampaikan banyak gemuruh emosi dalam setiap adegan. Salah satu momen paling berkesan adalah ketika Moko membawa adik-adiknya berlibur ke pantai. Di tengah tawa dan kebersamaan itu, ada rasa lega yang hadir sejenak, seolah beban hidup mereka menguap bersama angin laut. 

Moko, dalam perjalanan membesarkan keponakan-keponakannya, juga berbagi kembali warisan nilai tentang keluarga. Metafora cinta dan pengorbanan juga disisipkan dengan apik, mengajak penonton merenungkan batasan antara memenuhi kewajiban dan mengasihi diri sendiri.

Komposisi visual dan gaya sinematografi film ini juga terasa seperti pelukan di sore hari. Palet warna yang hangat namun sedikit redup—membungkus cerita dengan rasa nostalgia dan kepedihan yang samar. Detail-detail kecil seperti sepatu dengan lem yang mengelupas atau baju lusuh dan belel juga menjadi elemen subtil yang membungkus cerita dengan kejujuran.

1 Kakak 7 Ponakan: Adaptasi yang Relevan dengan Zaman

Sebagai adaptasi dari sinetron klasik karya Arswendo Atmowiloto tahun 1996, film 1 Kakak 7 Ponakan berhasil menemukan tempatnya di hati generasi masa kini. Yandy Laurens, yang sebelumnya juga mengadaptasi karya Arswendo yaitu Keluarga Cemara (2018), kembali menyisipkan sentuhan personal dan membuatnya lebih relevan hingga sekarang, meski diangkat dari karya lawas.

Tokoh-tokoh dalam versi film juga diperankan oleh Amanda Rawles, Fatih Unru, Kawai Labiba, Freya JKT48, dan lainnya. Peran mereka menambah dinamika cerita dari sudut pandang orang ketiga, walaupun pada beberapa momen, membuat film ini terasa lebih getir untuk ditonton. Film 1 Kakak 7 Ponakan bisa disaksikan di bioskop mulai  23 Januari 2025. 

Adinda Jasmine

Adinda Jasmine

Bergabung dengan Tempo sejak 2023. Lulusan jurusan Hubungan Internasional President University ini juga aktif membangun NGO untuk mendorong pendidikan anak di Manokwari, Papua Barat.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus