Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Rich Brian, dari YouTube ke Billboard

Penyanyi rap internasional, Rich Brian, pulang kampung. Dalam pentas perdananya di Jakarta dalam Spotify On Stage 2019, ia disambut bak pahlawan.

12 Oktober 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Rich Brian, pada acara Spotify On Stage 2019, di arena Jakarta International Expo (JIExpo) Kemayoran, Jakarta, 4 Oktober lalu. Dok. Panitia

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ARENA Jakarta -International Expo Kemayoran, Jumat pe-tang, 4 Oktober lalu, mendadak menjadi tempat hajatan temu kangen penggemar. Teriakan dari ribuan penonton seolah-olah menelan musik apa pun yang diputar di panggung acara Spotify On Stage Jakarta 2019. Mereka mengelu-elukan satu nama: Rich Brian. Dan, akhirnya, yang dipanggil muncul juga dari pintu geser di sisi kanan bawah panggung. Setengah berlari, pria 20 tahun berdarah Manado-Cina ini tersenyum canggung sembari melambaikan tangannya ke penonton.

Brian membuka aksinya dengan tiga lagu sekaligus: The Sailor, Rapapapa, dan History. Serta-merta penonton ikut melantun-kan lirik lagu The Sailor, yang juga menjadi judul album kedua Brian yang dirilis pada Juli lalu. Mengenakan setelan panjang berwarna jingga dengan sedikit motif batik, Brian larut dalam gemuruh kor penonton. Seperti lagu yang dinyanyikannya, Brian adalah “pelaut” yang sedang berlabuh ke kampung halamannya: Indonesia. “Ini momen besar buat saya karena di sinilah saya mengawali semuanya,” katanya saat ditemui di Grand Mercure Kemayoran sebelum acara.

Seolah-olah baru kemarin Rich Brian, yang bernama asli Brian Imanuel Soewarno, nongol di YouTube menyanyikan lagu Dat $tick dengan setelan menggemaskan: kaos polo merah muda, celana pendek khaki, dan fanny pack. Saat itu, awal 2016, dia masih mengusung nama panggung Rich Chigga. Lagu itu disambut komentar positif tidak hanya karena lirik dan suara tebal Brian yang khas, tapi juga lantaran cara bernyanyinya yang bak penyanyi rap “sungguhan”. Pelafalannya pun fasih. Padahal Brian seperti anak muda lain yang mempelajari bahasa Inggris secara otodidaktik “cuma” dari YouTube.

Kini Brian adalah salah satu rapper muda yang mengorbit di Amerika Serikat. Wajahnya bahkan pernah dipampang Spotify pada papan iklan digital di Times Square, New York. Brian adalah simbol kemenangan minoritas. Sebagai musikus Asia pertama yang nangkring di urutan pertama tangga lagu hip-hop iTunes, Brian punya sederet kualitas yang membuatnya punya banyak pemuja. Klip video Dat $tick--nya di YouTube ditonton lebih dari 100 juta kali. Ia masuk daftar Forbes untuk kategori 30 Under 30 Asia 2018: Entertainment & Sports. Album perdananya, Amen, pun sempat duduk di peringkat ke-18 Billboard 200.

Rich Brian. TEMPO/Isma Savitri

Oleh aplikasi streaming musik Spotify, Brian dibawa pulang kampung. Pada Agustus lalu, ia terlibat pameran visual “The Sailor Experience” di Gudang Gambar, Jakarta. Dalam pameran itu, dia sekaligus meluncurkan film berdurasi 15 menit berjudul Rich Brian is The Sailor garapan sutradara Sing J. Lee. Lee pernah bekerja sama dengan sejumlah musikus dunia, seperti Muse, Childish Gambino alias Donald Glover, Halsey, dan AlunaGeorge. Pameran itu disusul Spotify On Stage, yang mendapuk Brian sebagai “gong” yang memungkasi acara.

Selain Brian, penampil Spotify On Stage masih belia. Dari Indonesia ada empat solois, Marion Jola, Rizky Febian, Brisia Jodie, dan Arsy Widianto, yang lagu-lagunya sering diputar di Spotify. Dua lainnya berasal dari Korea Selatan, yakni boy band ATEEZ dan girl band (G) I-DLE, yang dalam acara ini menampilkan enam dan tujuh lagu masing-masing. Dalam Spotify On Stage kedua yang digelar tahun lalu, hanya ada satu grup asal Korea yang tampil.

Direktur Pelaksana Spotify Asia Tenggara  Gautam Tal------war  - menyebutkan hadirnya dua band Korea Selatan tersebut adalah bentuk apresiasi pihaknya kepada pendengar Spotify di Indonesia. “Kami menghimpun lebih dari 14,2 miliar streaming hanya dari genre K-pop (pop Korea),” ujarnya. Sedangkan Rich Brian, selain karena tersohor hingga ke mancanegara, diundang lantaran menjadi artis hip-hop yang lagunya paling banyak diputar di Spotify Indonesia. Baru-baru ini ia juga menjadi satu-satunya wakil Indonesia yang masuk nominasi MTV Europe Music Awards 2019 untuk kategori Best Southeast Asia Act.

Sebelum menapak di Amerika Serikat, Brian mengawali kariernya sejak bocah. Saat berumur sebelas tahun, Brian, yang bersekolah di rumah (homeschooling), mulai rajin membuat konten di YouTube. Isinya tak lazim buat bocah seumurnya. Dia mengunggah video-video komedi gelap. Brian terinspirasi oleh konten serupa yang ditontonnya di Internet dan media sosial. Sesekali waktu luangnya diisi dengan bermain kubus Rubik, yang serumit apa pun bisa diselesaikannya dengan cepat.

Pada saat yang sama Brian “berkenalan” dengan musik dari artis hip-hop tersohor, seperti Kanye West, Macklemore, dan 2 Chainz. Para dedengkot itulah yang -menginspirasi Brian kecil menulis lagu rap pertamanya pada 2014, berbekal telepon seluler iPhone sebagai alat rekam. Setahun berselang, Brian alias Rich Chigga merilis lagu berjudul Living the Dream di akun YouTubenya. Debut itu membuka jalan untuk lagu berikutnya, Dat $tick, yang menarik perhatian pendengar serta musikus hip-hop Negeri Abang Sam.

Bisa dibilang Dat $tick-lah yang membawa Brian melesat. Pada April 2017, Brian mengawali tur di Amerika Serikat dan setelahnya bergabung dengan manajemen 88rising, yang juga menaungi NIKI dan Keith Ape. Ia pun makin dikenal sampai akhirnya pada 2018 berganti nama panggung menjadi Rich Brian. Nama baru ini seolah-olah menjadi hoki buat Brian, yang kian melambung setelah album perdana-nya, Amen, perkasa di iTunes.

Musikalitas Brian makin matang dalam album The Sailor. “Warna” musiknya sedikit berbeda dengan Amen karena ada lagu yang tak berbau hip-hop, seperti Drive Safe. Pun lirik-liriknya, lebih personal. Ihwal The Sailor, yang berkisah tentang pe-ngelana yang berani mengejar mimpi dan menjajal hal baru, dan Drive Safe, yang ia sebut sebagai salah satu lagu favoritnya dari segi melodi, “Lagu ini membuatku bahagia, tapi di saat yang sama juga emosi-onal,” kata Brian.

Drive Safe, yang bertutur tentang kehidupan, diciptakan Brian untuk orang-orang yang dia sayangi. Karena nada-nya -lumayan melankolis, dia membangun suasana yang cocok untuk penampilan di panggung Spotify On Stage. Ia meminta penonton menyalakan lampu senter di ponsel dan mengangkatnya ke udara. Setelah lagu-lagu sebelumnya kebanyakan beritme cepat, Drive Safe mengajak penonton mengendurkan tenaga.

Namun, secara lirik, Kids adalah kesa-yangan Brian. Ia bahkan hanya membutuhkan waktu semalam untuk menggarap lirik lagu tersebut. Namun, keesokan harinya, “Saya merasa lagu ini enggak seperti diri saya,” katanya, lalu tergelak. Kids memang menjadi semacam rangkuman perjalanan karier seorang Rich Brian. Tentang seorang anak Indonesia biasa yang akhirnya menjadi penyanyi rap terkenal. Juga tentang kecemasannya, perasaannya terhadap keluarga, sekaligus motivasinya untuk anak muda lain.

Saat pertama kali datang ke Amerika Serikat, Brian mengaku tak tahu apa yang harus dilakukan. Karena itu, dia mulai menulis sejumlah lagu untuk mencatat apa yang dirasakannya. “Karena rapper, saya bisa bicara soal apa saja. Soal diri saya yang menjadi representasi Asia, anjing saya, apa yang saya lihat, dan bahwa saya adalah anak Indonesia berumur 17 tahun yang terbang ke Amerika,” tuturnya. “Kadang saya menyadari nama saya besar di sini, tapi saya pribadi tidak tahu sebesar apa diri saya.”

Lagu Kids menutup penampilan Brian di Spotify On Stage setelah sepuluh lagu ia bawakan, termasuk 100 Degrees dan History. Ia tak lupa mengucapkan terima kasih dalam bahasa Indonesia setelah lebih banyak berbahasa Inggris. Penonton pun merespons dengan tak henti meneriakkan namanya. Malam itu, Brian sekali lagi meyakinkan kita bahwa mimpi tergila pun sepantasnya diwujudkan. “Jangan pernah batasi diri kita atau mengungkung diri di dalam kotak. Cukup jadi diri sendiri dan tidak mengekor siapa pun,” ucapnya.

ISMA SAVITRI

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Isma Savitri

Isma Savitri

Setelah bergabung di Tempo pada 2010, lulusan Ilmu Komunikasi Universitas Diponegoro ini meliput isu hukum selama empat tahun. Berikutnya, ia banyak menulis isu pemberdayaan sosial dan gender di majalah Tempo English, dan kini sebagai Redaktur Seni di majalah Tempo, yang banyak mengulas film dan kesenian. Pemenang Lomba Kritik Film Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2019 dan Lomba Penulisan BPJS Kesehatan 2013.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus