JARUM jam belum menunjuk pukul 08.00. Kereta Rel Listrik merah dari Jakarta itu berderit, direm, berhenti di Stasiun UI Depok. Ratusan penumpang turun: mahasiswa, dosen, karyawan. Mereka bagaikan barisan kehilangan pimpinan, berbondong tak teratur menuju kampus baru: Kampus UI, di Depok, yang rencananya akan diresmikan oleh Presiden Sabtu pekan ini. "Ini memang keinginan lama, punya kampus baru yang ideal," kata Rektor Sujudi, yang Rabu pekan depan akan genap 57 tahun. Kampus baru berdiri di areal seluas 300 hektar, tiga kali luas kawasan Monas. Terletak di perbatasan, sekitar separuh luas kampus masuk wilayah Jawa Barat, selebihnya masuk DKI Jakarta. Ini jelas bukan rencana mendadak. Lima belas tahun lalu, Prof. Ir. Soemantri Brodjonegoro (almarhum), Rektor UI waktu itu, sudah merencanakan sebuah kampus ideal. Pertimbangannya antara lain, sudah dirasakan kampus semakin sesak dengan jumlah mahasiswa yang meningkat. Kini, dengan sekitar 16.000 mahasiswa, diperoleh ratio perbandingan antara mahasiswa dan ruang kuliah, 1:3. Padahal yang ideal, kata Sujudi, satu berbanding enam setengah. Rencana pembangunan diserahkan pada Lembaga Teknologi Fakultas Teknik UI, pada 1983. "Gedung UI yang akan dibangun disesuaikan dengan alam setempat," kata Todung Barita, Direktur Lembaga Teknologi itu. "Kami pada ahirnya memakai konsep desa," katanya. Seperti lazimnya desa, ada rumah kepala desa, ada balai desa, alun-alun dan rumah-rumah penduduk. Selain itu, gedung fakultas dibangun dengan gaya arsitektur daerah. "Tuhan Maha Pemurah. Di sini satu mahasiswa, satu matahari," seloroh Arya, 23 tahun, mahasiswa semester tujuh Jurusan Komunikasi Masa FISIP.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini