Berangsur-angsur, telaga pun menjadi lapangan bola. Permukaan yang tadinya air di bilangan Wonogiri Jawa Tengah, itu berubah rupa, sehingga anak-anak leluasa bermain bola. Kering dan panas punya juga korban lain: mengerkah bangunan. Sebanyak 12 gedung sekolah dasar retak di Kecamatan Purwantoro, Bulukerto, Eromoko, Girintoro, dan Batuwarno. Tak diduga, rupanya, akibat adukan bahan bangunan yang menyimpang, gedung itu ikut "berjoget" bersama tanah yang belah-belah Biaya perbaikan satu gedung ditaksir Rp 9 juta. Anak-anak diungsikan bersekolah di tempat penduduk. Di Boyolali, sekitar 275 ha sawah mengidap puso. Di Rembang dan Pati, masih Jawa Tengah, sungai-sungai kering dikorek lagi sedalam 5 meter. Hasil jerih payah ini: air yang didapat paling banyak cuma dua pikul sehari. Mengingat air bersih perlu, untuk penduduk sekitar Gunungkidul, pemerintah setempat mengerahkan mobil tanki. Sejak Mei sampai Agustus lalu sudah bolak-balik seribu kali, yang menelan dana Pemda sekitar Rp 9 juta. Upaya lain tidak memerlukan transpor dan biaya: di Bandung, penduduk melakukan shalat istisqa -- sembahyan minta hujan -- di lapangan Gasibu. Tuhan menurunkan gerimis. Di Jakarta, kerja sama langit lebih cepat. Setelah banyak sumur tak mengucurkan air lagi -- meski disedot pompa jet sampai tersengal-sengal seperti orang asma -- untuk pertama kalinya malam Jumat pekan lalu hujan membasahi Jakarta. Plus minus doa, atau memang sudah mau masuk musim hujan lagi? Mudah-mudahan, kata hampir seluruh penduduk (kecuali, mungkin, tukang es).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini