Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Sejarah Musik Kasidah, Ada Sebelum Islam hingga Dipentaskan di Eropa oleh Para Ibu dari Indonesia

Perjalanan musik kasidah dimulai sebelum Islam berkembang. Kesenian itu menggebrak Jerman oleh ibu ibu dari Indonesia

18 September 2023 | 11.18 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Kasidah dikenal sebagai salah satu kesenian yang memperkaya khazanah musik Indonesia. Kesenian ini lahir melalui proses akulturasi budaya Arab dan Indonesia.

Dalam artikel ilmiah berjudul Bentuk Penyajian Kesenian Kasidah Rebana Dalam Acara Pesta Perkawinan Di Jorong Saroha Tamiang Kecamatan Lembah Melintang Kabupaten Pasaman Barat yang ditulis oleh Marlisna dan Marzan, kasidah berasal dari kata qasidah yang artinya adalah lagu. Sejarah Kasidah adalah sejarah syair Arab yang biasanya dijadikan hiburan.

Kasidah biasanya berisi pesan-pesan moral dan ajaran agama Islam. Menurut artikel ilmiah berjudul Musik Kasidah dan Perannya dalam Dakwah Nusantara yang ditulis oleh Tatu Siti Rohbiah, kasidah pertama kali dikenal pada masa Rasulullah. Namun, kasidah banyak perubahan karena seiring perkembangan zaman.

Kasidah sebenarnya telah ada sebelum adanya agama Islam. Kasidah kemudian dijadikan medium untuk menyebarkan dakwah syiar islam. Setelah beberapa abad, kasidah mulai berubah dan melahirkan dua kategori yaitu kasihah tradisional dan moderen.

Kasidah Tradisional

Di Indonesia, kasidah kemudian menyebar di pusat-pusat penyebaran Islam. Lambat laun, melalui tangan-tangan kreatif orang Indonesia, kasidah mengalami sejumlah modifikasi. Adapun kasidah tradisional memiliki beberapa ciri seperti syair berbahasa arab, lagunya bercerita tentang kisah nabi, berisi pujian kepada Tuhan, hingga rima mengikat khas Timur Tengah.

    Di Indonesia, seni rebana atau kasidah memiliki beragam nama. Sejumlah daerah bahkan mempunyai sebutan khusus. Di Semarang misalnya, dikenal dengan Barzanji, di pantura Jawa, disebut gambus, di Madura dan Jawa Timur dikenal dengan hadrah. 

    Kasidah tradisional bisa dikatakan hanya menggunakan alat musik rebana sebagai pengiring lagu. Rebana adalah jenis alat kesenian tradisional terbuat dari kaya dan ada bentuk lingkaran di tengahnya, biasanya ditempeli kulit binatang. Rebana dimainkan dengan pukulan tangan. Itu membuat kasidah tradisional disebut juga seni rebana. Rebana sendiri berasal dari bahasa Arab, yakni rabbana atau Ya Tuhan. Hal itu disebabkan rebana digunakan sebagai alat untuk menyampaikan pujaan pada Tuhan. 

    Kasidah Modern

    Seiring berjalannya waktu, muncul berbagai alat musik barat dengan teknologi moderen. Pada tahun 1960-an, para seniman kasidah kemudian mencoba memainkan musik mereka menggunakan alat-alat musik moderen tersebut. Tidak hanya rebaba, kali ini para seniman memainkan kasidah menggunakan gitar, biola, bass bahkan piano. 

    Bermain kasidah menggunakan alat musik moderen rupanya membuat kesenian itu semakin populer. Pada tahun 1960-an misalnya lahir grup musik kasidah modern seperti Assabab dari Semarang. Kelompok itu dipimpin M Zain dan Juwariyah sebagai penyanyinya.

    Selain itu, grup kasidah modern yang cukup dikenal publik adalah Nasida Ria. Nasida Ria setidaknya telah merilis 34 album berbahasa Indonesia dan 2 album berbahasa Arab. Grup kasidah itu dikenal banyak menciptakan lagu hits. Salah sat yang paling terkenal adalah lagu mereka tentang bom nuklir. 

    Di layanan streaming Spotify, lagu itu telah diputar 572,330 kali. Sementara di akun Youtube DPM Dangdut Station, lagu itu telah ditonton 1,2 juta orang dengan jumlah suka 9,4 ribu.

    Menurut artikel ilmiah berjudul Musik Kasidah dan Perannya dalam Dakwah Nusantara yang ditulis oleh Tatu Siti Rohbiah, Nasida Ria termasuk ke dalam grup kasidah modern.

    Salah satu orang yang berpengaruh dari terbentuknya Nasida Ria adalah M. Mudrikah Zain. Dia juga yang mendirikan lahirnya grup musik Assabab. Grup musik Assabab menjadi salah satu pelopor gerakan kasidah modern pada 1960-an. Nasida Ria kemudian juga dipengaruhi oleh gerakan kasidah modern 70-an. Lantas, bagaimana Nasida Ria terbentuk?

    Perjalanan dan Terbentuknya Nasida Ria

    Dilansir dari buku Nasida Ria Ria Sejarah the Legend of Qasidah karya Listiya Nurhidayah, Nasida Ria dibentuk pada 1975. Beranggotakan sembilan orang perempuan dari Semarang, Jawa Tengah. M. Mudrikah Zain yang mendirikan kelompok itu. Dia merupakan guru qiraat.

    Zain awalnya mengumpulkan sembilan siswi untuk menjadi band. Kelompok generasi pertama beranggotakan Mutoharoh, Rien Jamain, Umi Kholifah, Musyarofah, Nunung, Alfiyah, Kudriyah, dan Nur Ain. Nama Nasida Ria berasal dari akta nasyid atau lagu-lagu dan ria artinya senang.

    Grup itu awalnya menggunakan rebana sebagai alat musik. Tetapi Wali Kota Semarang Iman Soeparto saat itu menyumbangkan alat musik lain karena menggemari band itu.

    Album pertama Nasida Ria berjudul Alabaladil Makabul pada 1978. Pada saat itu, album yang dihasilkan Nasida Ria masih menggunakan bahasa Arab. Namun akhirnya setelah dua album rilis, lagu mereka berubah menjadi bahasa Indonesia.

    Lagu-lagu yang menggunakan bahasa Indonesia ternyata lebih populer. Lagu-lagu yang dikenal publik misalnya Bom Nuklir, Pengantin baru, Jilbab Putih, Kota Santri, dan Perdamaian.

    Pada 2000, beberapa anggota Nasida Ria diganti dengan yang baru karena beberapa di antaranya telah meninggal dunia. Saat ini, Nasida Ria memiliki 12 personel, yakni Rien Djamain, Hamidah, Nadhiroh, Nurhayati, Nurjanah, Thowiyah, Afuwah, Sofiyatun, Titik Mukaromah, Uswatun Khasanah, Nazla Zain dan Alfiatul Khoiriyah.

    Nasida Ria kembali tenar setelah diundang ke dalam festival-festival musik. Pada 2018, Nasida Ria tampil di Syncronize Fest 2018. Pada 2022, Nasida Ria berkesempatan tampil di Jerman pada Opening Week Music Program Documenta Fifteen. Selain semakin populer, lagu-lagu Nasida Ria banyak yang dinyanyikan ulang oleh musisi tanah air modern lain, seperti Gigi, Krisdayanti, sampai Haddad Alwi.

    ANANDA BINTANG | TIM TEMPO

    Pilihan Editor: Nasida Ria Gebrak Jerman, Perjalanan Grup Kasidah Berusia 47 Tahun Ini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus