Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sejuta Topan Badai!" umpat Kapten Haddock. Di padang pasir luas, ia dihujani tembakan oleh segerombolan serdadu penunggang unta. Ia tiarap memegang botol di padang itu, tapi dor! tembakan mereka tepat mengenai botol minumannya. Amarah Haddock melonjak. Ia bangkit dari tiarapnya dan mengejar gerombolan itu tanpa senjata, hanya memegang botol yang pecah dengan mulut menyerukan segala cacian. "Kodok kesasar! Racun tikus! Biang panu!" Inilah salah satu adegan dalam komik Tintin, Kepiting Bercapit Emas.
Kisah petualangan Tintin masuk ke Indonesia pada 1975. Saat itu diterjemahkan karya berjudul Rahasia Pulau Hitam. Episode ini sebenarnya bukan yang pertama dari seri komik petualangan Tintin, melainkan yang ketujuh, dan karakter Kapten Haddock belum muncul ke hadapan pembaca. Baru pada episode Kepiting Bercapit Emas, karakter pria berjanggut ini muncul. Karakternya yang suka melontarkan sumpah serapah itu segera memikat pembaca kita. Apalagi, terjemahan "kata-kata busuknya" itu gampang diingat.
Dalam Kepiting Bercapit Emas terdaftar 20 makian khas dari mulut si pemabuk tua ini. Mulai dari "jangkrik", "setan laut", "topan badai", "kodok kesasar", "racun tikus", "biang panu", "babon bulukan", sampai "jin peot" dan lain-lain. Bagaimana tim penerjemah memilih kata-kata yang pas untuk menyalin sumpah serapah ini? Melani Budianta yang pernah menjadi editor PT Indira (1976-1979) mengatakan, ada diskusi mendalam untuk itu. "Kami membandingkan edisi Tintin dalam tiga bahasa, Prancis-Belanda-Inggris," katanya.
Waktu itu ia bekerja sama dengan editor lainnya, Marion Apitule. Melani mendapat bagian menyigi makian berbahasa Inggris, sedangkan Marin kebagian makian Haddock yang berbahasa Prancis dan Belanda. Setelah masing-masing menemukan diksi yang lucu, mereka berdua berdiskusi memilih kata yang paling tepat. Setelah itu, ketemulah kata-kata "indah dan khas" dari mulut si berangasan konyol itu. "Dari bahasa asalnya, makian Haddock memang tak terlalu kasar, sehingga tak jadi masalah bagi anak-anak," ujarnya.
Maka, ketika Melani Budianta harus meneruskan pelajarannya ke Amerika, Marion sendiri sibuk dengan kuliah di Fakultas Sastra UI, PT Indira kemudian membakukan makian Kapten Haddock. Pembakuan makian kocak ini menjadi panduan penerjemahan komik Tintin berikutnya.
Andi Dewanto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo