Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

Sutradara Film Kupu-Kupu Kertas Tegaskan Netralitas Karya Berlatar Konflik NU-PKI 1965

Sutradara Emil Heradi menegaskan film Kupu-Kupu Kertas menghadirkan kisah cinta dengan pendekatan netral dan perspektif sejarah.

13 September 2024 | 10.09 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Sutradara Emil Heradi hadir dengan karya terbarunya, film Kupu-Kupu Kertas, yang terinspirasi dari sejarah kelam G30S PKI dan pembantaian pemuda Ansor di Banyuwangi pada 1965. Saat diwawancarai oleh Tempo pada Rabu, 4 September 2024, Emil menuturkan pendekatan berbeda dalam menyampaikan sejarah kelam Tanah Air, dengan menghindari stereotip politik yang melekat pada peristiwa tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Kupu-Kupu Kertas itu tentang dua anak muda, Ikhsan dan Ning. Tapi mereka berasal dari dua keluarga yang berbeda ideologi. Satu dari NU (Nahdlatul Ulama) dan satu lagi dari keluarga yang berafiliasi dengan Partai Komunis Indonesia (PKI)," ujar Emil.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dalam film ini, Emil mencoba menampilkan konflik ideologi melalui sudut pandang manusia biasa, bukan semata-mata melalui narasi politik. Sutradara peraih Piala Citra itu menekankan, kisah cinta Ikhsan dan Ning menjadi jembatan bagi penonton muda untuk memahami sejarah yang saat ini dianggap cukup jauh dari kehidupan mereka.

Pendekatan Berimbang Sejarah dan Ideologi dari Film Kupu-kupu Kertas

Emil menjelaskan bahwa ide awal film ini datang dari produser Denny Siregar, yang ingin membuat cerita manusiawi dalam konteks sejarah. "Untuk menceritakan sejarah itu kan kadang-kadang—apalagi buat anak-anak sekarang ya kita harus kasih sesuatu yang dekat sama mereka," tuturnya.

Namun, Emil dan tim produksinya berusaha mencari sudut pandang berbeda dengan menggali sejarah yang terjadi di luar Jakarta, seperti peristiwa di Cluring, Banyuwangi. Peristiwa ini mengisahkan pembantaian 62 pemuda Ansor oleh kelompok yang berafiliasi dengan PKI pada 18 Oktober 1965.

Poster film Kupu-kupu Kertas. Foto: Instagram.

"Kita nggak berpihak kepada mana pun, ini ada satu peristiwa yang disebabkan oleh sejarah yang panjang,” ungkapnya. Ia menekankan bahwa film ini justru menampilkan sejarah secara apa adanya tanpa membiarkan stigma politik mempengaruhi narasi film.

Emil juga menjelaskan pendekatan yang diambil. Ia tegas mengatakan bahwa Kupu-Kupu Kertas tidak mencoba menjauhi salah satu kelompok. "Aku bahkan nggak kepikiran untuk menjauhi yang mana dan gimana. Kita sebisa mungkin berada di tengah. Ini tentang bagaimana kita melihat sejarah dari perspektif orang biasa," katanya.

Ia juga merinci, selain mengemas dalam sisi romansa, Kupu-Kupu Kertas bertujuan untuk menampilkan peristiwa sejarah secara objektif dengan fokus pada aspek kemanusiaan. “Kan awalnya adalah dari reformasi agraria yang nggak selesai-selesai. Menyebabkan ada satu pihak, PKI yang mencoba menggunakan bromocorah,” tuturnya.

Sutradara jebolan Institut Kesenian Jakarta (IKJ) itu juga mengakui bahwa sejarah sering kali dibentuk oleh narasi politik, namun menurutnya, dengan melepaskan stigma-stigma tersebut, sejarah akan dapat diterima oleh penonton lintas generasi. "Kalau kita melepaskan stigma-stigma politik, sejarah itu akan terasa lebih manusiawi aja," kata Emil.

Tantangan Bertemu Keluarga Korban

Bercerita tentang proses riset film, Emil mengungkapkan bahwa tim produksi telah melakukan pendekatan terbuka untuk memahami berbagai perspektif. Proses produksi film Kupu-Kupu Kertas juga diwarnai tantangan tersendiri. Emil menjelaskan bahwa timnya berhasil berinteraksi dengan kelompok Ansor di Banyuwangi.

"Mereka (keluarga kelompok Ansor) sih sangat terbuka. Mereka bilang, ya ini sudah saatnya membantu bercerita soal ini. Nggak menutupi bahwa kejadian itu benar-benar terjadi juga," ujar Emil. Sebaliknya, keluarga yang terafiliasi dengan PKI cenderung menutup akses, sehingga sulit bagi tim produksi untuk menggali cerita dari perspektif mereka.

Kupu-Kupu Kertas, yang akan kembali tayang di bioskop Indonesia pada 26 September 2024, awalnya diluncurkan pada 7 Februari 2024 namun ditarik dari peredaran untuk menghormati masa tenang menjelang Pemilihan Presiden. Film ini menceritakan hubungan cinta dua anak muda dari dua ideologi berbeda. Ikhsan, pemuda dari keluarga NU, dan Ning, perempuan dari keluarga PKI, dihadapkan pada dilema besar ketika konflik politik memanas.

Disutradarai oleh Emil Heradi, Kupu-Kupu Kertas disajikan dalam durasi 1 jam 53 menit. Produksi film ini melibatkan Denny Siregar Production dan Maxima Pictures, menampilkan pemain utama seperti Chicco Kurniawan sebagai Ikhsan, Amanda Manopo sebagai Ning, dan Iwa K sebagai Rekoso. Jajaran pemeran lainnya juga diramaikan oleh Reza Oktovian sebagai Busok, Samo Rafael sebagai Rasyid, Fajar Nugra sebagai Zul, Ayu Laksmi sebagai Sulastri, serta Ony Serojawati Hafiedz sebagai Aida.

Adinda Jasmine

Adinda Jasmine

Bergabung dengan Tempo sejak 2023. Lulusan jurusan Hubungan Internasional President University ini juga aktif membangun NGO untuk mendorong pendidikan anak di Manokwari, Papua Barat.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus