Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEBUAH ritual berlangsung di panggung dengan iringan seruling dan gesekan biola yang mengalun perlahan dan mengiringi delapan penampil di tengah penonton. Seorang penampil mengambil air dalam sebuah wadah, lalu mencipratkannya kepada para pemain musik. Kemudian seorang pria bersetelan jas hitam dan berkopiah hitam membacakan selawat. Mereka sedang menggelar manopeng, tradisi masyarakat Banjar di Kalimantan Selatan, di Gedung Kesenian Jakarta pada Rabu, 23 Oktober 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pertunjukan sesungguhnya baru dimulai ketika seorang lelaki yang diikuti lima perempuan masuk dari sudut kiri panggung dan menari. Tari itu diiringi gamelan dan alat musik tradisional Banjarmasin dari bambu dan biola. Mereka menggambarkan pertemuan Panji dengan Sekartaji, petikan dari kisah klasik Panji.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di ujung pementasan, seorang perempuan tampak seperti kesurupan. Seorang mediator atau dalang menahan tubuh perempuan itu dan membaringkannya di pangkuannya. Dia lantas memasangkan sebuah topeng di wajah perempuan tersebut, lalu sadarlah penari itu.
Pentas Panji Matan Banyiur, yang secara harfiah berarti Panji dari Banyiur, ini menghidupkan kembali cerita Panji—yang di Jawa populer sebagai kisah cinta Panji Inu Kertapati dengan Dewi Sekartaji dari Kerajaan Daha. Rupanya, cerita Panji juga mampir di Kampung Banyiur, Kecamatan Anjir Pasar, Banjar, Kalimantan Selatan. Pentas ini melibatkan keluarga Datu Haji Ujang dari Banjarmasin dengan Sanggar Seni Albanyiuri.
Seorang penari mengalami kerasukan saat melakukan ritual manopeng dalam Festival Budaya Panji 2024 di Gedung Kesenian Jakarta. Instagram @budaya_maju
Pentas ini merupakan bagian dari tradisi manopeng, ritual masyarakat Banjar yang berlangsung tiap tahun dan biasanya dilaksanakan setiap malam Senin pada bulan Muharam. Ritual ini merupakan usaha “bersih-bersih desa” dari mara bahaya. “Kepercayaan masyarakat kami, kalau tidak dilaksanakan, akan ada mara bahaya dan ada kecelakaan. Misalnya sakit-sakitan, diganggu roh-roh halus,” tutur Ferdi Irawan, 22 tahun, sutradara yang juga tampil sebagai dalang atau tetua adat yang memandu manopeng.
Di pentas ini ada tarian Panji bertemu dengan Sekartaji. Adegan perempuan kerasukan dan kemudian memakai topeng itu merupakan bagian tari topeng Sangkala sebagai wujud penyembuhan. Pertunjukan ditutup dengan tari topeng Pantul dan Tambam, sebuah ritual penyerahan sesaji kepada roh leluhur yang mediatornya sebuah topeng.
Tari Panji Matan Banyiur ini tampil pada hari kedua Festival Budaya Panji 2024 di Gedung Kesenian Jakarta. Dalam festival yang berlangsung pada 22-24 Oktober 2024 itu, 10 komunitas dari berbagai kota menampilkan karya mereka yang berhubungan dengan budaya Panji. Mereka adalah Sanggar Sekar Kedhaton Somokaton dari Klaten, Jawa Tengah; Komunitas Seni Tadulako Palu dari Palu; Sanggar Wayang Bundeng Gepuk dari Wonosobo, Jawa Tengah; Yayasan Tari Topeng Mimi Rasinah dari Indramayu, Jawa Barat; Komunitas Topeng Ghulur Ji Hanan dari Sumenep, Madura, Jawa Timur; Sanggar Seni Albanyiuri dari Banjarmasin; Padepokan Seni Mangun Dharma dari Malang, Jawa Timur; Sanggar Seni Satriya Lelana dari Gianyar, Bali; Sanggar Kedhaton Ati dari Karanganyar, Jawa Tengah; dan Pesinauan Sekolah Adat Osing dari Banyuwangi, Jawa Timur. Setiap komunitas didampingi seniman dalam berkarya, seperti Venzha Christ, Ismail Basbeth, Herry Dim, Epi Martison, Djarot Budi Darsono, dan Shinta Febriany.
Instalasi seni berjudul Ritus Panji dipamerkan dalam Festival Budaya Panji 2024 di Gedung Kesenian Jakarta dan Perpustakaan Nasional, Jakarta, Selasa, 22 Oktober 2024. Tempo/Ilham Balindra
Selain menampilkan pertunjukan, festival ini menggelar pameran instalasi foto dan artefak seni budaya Panji serta pameran buku-buku tentang Panji. Pameran artefak dan arsip kisah Panji juga digelar di Perpustakaan Nasional dengan tajuk “Pameran Cerita Panji: Prahara, Kembara, Asmara”. Perpustakaan itu sudah lama menghimpun naskah-naskah Nusantara tentang Panji dan hingga saat ini telah mengoleksi 12.700 naskah. Terdapat 11.308 koleksi cerita Panji dalam Online Public Access Catalog mereka. Kisah asmara Panji-Sekartaji juga telah melintasi batas wilayah dan ditetapkan sebagai memori dunia oleh Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa atau UNESCO pada 2017.
Kisah Panji dalam tradisi manopeng sudah turun-temurun ditampilkan masyarakat Banjar. Ferdi Irawan, pemimpin Sanggar Seni Albanyiuri, adalah generasi ketujuh yang menjalankan ritual ini. Djarot Budi, pendamping sanggar ini, menuturkan, pada mulanya nenek moyang mereka menerima beberapa hadiah berupa kotak berisi topeng dan wayang Semar. Tak ada cerita apa pun ketika kotak itu diberikan.
Ritual manopeng adalah kegiatan tahunan yang dilakukan oleh keluarga Banjar untuk menyucikan benda pusaka seperti keris, tombak, dan terutama topeng berusia ratusan tahun. Kegiatan itu dilakukan dengan beragam sesaji, air kembang, dan tarian hingga penampilnya mengalami trans. “Di sisi lain, kesenian manopeng menjadi penolak bala, permohonan berkat, dan selamat,” kata Djarot. “Saya kira ini hasil interpretasi pendahulunya terhadap topeng Panji dalam kotak.”
Wujud kisah Panji dalam tradisi juga hadir melalui pentas Komunitas Topeng Ghulur dalam lakon (Re)ritus. Pentas mereka menampilkan seorang pria bertelanjang dada yang memegang nampan tempat dupa. Tiga lelaki lain memikul kayu. Kemudian lelaki pertama menyapukan pasir dari nampan itu ke tangan dan badannya. Mereka menari dengan kuluk dan topeng merah bermata bulat membelalak—jenis topeng Klana—dan memakai ronce bunga di kiri dan kanan telinga, mirip kostum penari topeng Cirebonan atau Indramayu.
Seniman asal Madura tampil dalam Festival Budaya Panji 2024 di Gedung Kesenian Jakarta. Instagram @budaya_maju
Dengan iringan gamelan yang dinamis, empat penari membuat formasi melingkar dan agak merendah dengan bertumpu pada salah satu lutut di lantai. Mereka juga berguling-guling ke kiri dan kanan sambil menyapukan pasir di panggung ke sekujur tubuh.
Mereka sebenarnya sedang mempertontonkan upacara panen sebagai ungkapan syukur kepada alam dan ritus permohonan hujan, yang menyimbolkan ketergantungan manusia pada elemen kosmik. “Ghulur” dalam nama sanggar ini berarti berguling ke tanah—sebuah keterhubungan tubuh manusia dengan alam.
Kisah penyamaran sebagai ciri khas Panji muncul dalam lakon Joko Bluwo Prabu Klana Jaka oleh Sanggar Sekar Kedhaton Somokaton. Adapun kisah pencarian pasangan Putri Galuh Candra Kirana dan Pangeran Inu Kertapati oleh Panji Gunungsari dipentaskan Sanggar Wayang Bundeng Gepuk, yang menggabungkan seperangkat wayang dari rumput kasuran, tari topeng, lenggeran, dan parikan. Yang unik dari kelompok terakhir ini adalah alat musik bundheng, sebuah alat pelindung para pengangon bebek dari hujan seperti tudung yang diberi tali senar untuk dipetik.
Penampilan Sanggar Wayang Bundeng Gepuk asal Wonosobo saat hari pertama Festival Budaya Panji 2024 di Gedung Kesenian Jakarta dan Perpustakaan Nasional, Jakarta, Selasa, 22 Oktober 2024. Tempo/Ilham Balindra
Ada pula kisah Panji mengalahkan Raja Kebalan dan dihadiahi wilayah bernama Pranaraga dalam pentas Pranaraga yang dibawakan Sanggar Seni Satriya Lelana. Para seniman yang didampingi Epi Martison memunculkan kebaruan tari gambuh, tari kuno dari Gianyar, meskipun tetap berpijak pada pakem klasik dalam koreografi dan dramaturginya.
Henry Nurcahyo, anggota tim kurator Festival Panji, mengatakan dalam festival kali ini beberapa komunitas menyajikan tari topeng dan kisah Panji secara berbeda. Selain cerita konvensional Panji yang ditampilkan beberapa komunitas, muncul kisah yang telah bertransformasi. “Tema khusus juga menonjol dalam ketabiban, pengobatan, dan ritual yang juga memberikan kontribusi pada seni pertunjukan,” ujarnya.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Panji Juga Mampir di Banjar"