KARTU ucapan lebaran bukan urusan samping lagi. Setidaknya, kini sedang tumbuh beberapa pengusaha yang khusus membuat kartu ucapan selamat. Ini bisa dilihat di Taman Ismail Marzuki, dalam pameran kartu ucapan selamat, yang diselenggarakan oleh Indocard (sekelompok mahasiswa pencinta seni rupa dari Jakarta dan Bandung), 2-9 Juni ini. Trips, misalnya, perusahaan kartu ucapan selamat yang muncul sekitar empat tahun lalu, yang punya markas di kawasan Peiompongan, Jakarta Pusat. Sekaligus memamerkan dan menjual produknya, perusahaan ini tampaknya optimistis. "Tiap tahun kami rata-rata mencetak 60 desain kartu lebaran," kata seorang penjaga di kios Trips. Itu belum termasuk kartu Natal, yang jumlah desainnya setiap tahun kira-kira sama. Di perusahaan semacam Trips mi, pencarian mutu desain memang seperti tidak tampak. Sekitar 360 desain yang pernah dibuat boleh dikatakan selintas tak menunjukkan perkembangan. Kebanyakan kartu itu bergambar masjid, motif batik, orang bersalaman, bunga, ketupat. "Gambar masjid biasanya paling laku," kata penjaga kios itu. "Kalau orang asing, suka memborong gambar-gambar bermotifkan Indonesia, misalnya gambar batik." Selain itu, Trips menjual kartunya ke kantor kantor. Gambar-gambar yang sedikit semi abstrak, cuma susunan warna-warna, biasanya sedikit pembelinya. Maka, meski untuk tiap desain diberikan imbalan sama, sekitar Rp 50.000, jumlah eksemplarnya berbeda. Berapa? "Wah, itu rahasia perusahaan," kata penjaga itu. Tapi motif yang laku, katanya, bisa dicetak sampal ratusan rlbu. Harga jual, Rp 200 sampai Rp 250 per buah. Yang cepat bisa di lihat kecenderunan kartu lebaran tahun ini yakni tiadanya angka tahun. Dulu, biasanya disertakan "I Syawal 1404," misalnya. Gampang ditebak, ini tentu akal pedagang untuk memperpanjang langka waktu berlakunya kartu-kartu itu - lantas bisa dijual sepanjang waktu. Itu pula yang dilakukan Michael & Michelle Greeting Cards (atau M & M), yang baru bergerak di bidang perkartuan dua tahun lalu. Berbeda dengan Trips, M & M punya selera sendiri. Kebanyakan desain kartunya bergambar bunga, dengan dasar putih, dan dicetak timbul. Warnanya pun irit, satu atau dua warna. Gambar bunga berwarna perak dicetak timbul, menurut si empunya usaha, tahun lalu desain itu paling laris sebagai kartu Natal. Kelebihan M & M ini, yakni sebagian kartunya berbau wangi. Beberapa pelukis yang suka juga membuat kartu Idul Fitri atau Natal lebih suka membuat kartu-kartu langsung dengan gambar tangan. Antara lain Roelijati, pelukis dari ASRI, Yogyakarta, angkatan 1950-an. Ia, yang dulu sketsa-sketsanya menghiasi sejumlah majalah kebudayaan (Budaja, Indonesia, Zenih, antara lain), kini gambar-gambar motif batiknya menghias kartu-kartu untuk ucapan Idul Fitri, Natal, atau yang lain. Roelijati, bekas istri kritikus seni rupa Dan Suwarjono almarhum, mengaku sehari bisa menggambari sepuluh kartu, yang dijualnya Rp 700 per buah. Dibandingkan dengan yang produk cetak, kartu gambar tangan langsung ini memang punya kelebihan. Yakni, unik sifatnya, tak ada kembarannya. Itu pula yang dikerjakan sekelompok pelukis kartu ucapan selamat yang biasanya berpangkalan di depan Kantor Pos Pasar Baru, Jakarta Pusat, atau Kantor Pos Jatinegara, Jakarta Timur. Mereka tetap bertahan dengan gambar tangan langsung. Selain kekurangan modal untuk mencetak kartukartu itu, juga "Bisa langsung memenuhi selera pembeli," kata seorang pelukis yang tergabung dalam Pos Seni Pasar Baru - kelompok dari Kantor Pos Pasar Baru. Maksudnya, bila ada pembeli yang suka model gambar bunga tapi ingin yang warnanya merah semua, bisa langsung dibikinkan. Ditambah lagi, pembeli bisa minta namanya diterakan sekaligus dengan tulisan indah - tentu saja tambah ongkos. Tak sebagaimana kartu Natal yang punya kecenderungan baru untuk berhumor, mlsalnya menggambarkan tokoh Sinterklas pacaran, atau dikejar anjing, kartu Idul Fitri cenderung konvensional. Dalam pameran dan penjualan kini, hanya kelompok Pos Seni Pasar Baru yang berani membuat satu dua yang agak lain. Misalnya, ada kartu bergambar keturunan Cina dan orang Jawa saling bersilaturahmi. Dan ucapan yang tertera di situ: "Haiiyaa, Selama Lebala." Tak hanya kartu Natal dan Lebaran yang dibikin massal. Juga ada kartu ucapan selamat ulang tahun, selamat menikah, bahkan, yang belum lazim, ucapan selamat memenangkan tender. Maka, ada kekhawatiran bahwa kartu ucapan sebagai nilai sentuhan antarpribadi akan berkurang Apa boleh buat, itu agaknya pengaruh dari hubungan dunia usaha. Bayangkanlah seorang direktur sebuah perusahaan yang mengirimkan kartu-kartu Idul Fitri untuk relasinya, tentu ia tak sempat memikirkan "sentuhan pribadi" itu. Yang penting, ia membubuhkan tanda tangan di kartu, selebihnya urusan sekretaris. Maka, kartu produk massal cocok dengan kecenderungan ini. Minal Aidin Wal Faizin, sudah jadi ucapan dari kawan ke kartu, bukan dari hati ke hati, agaknya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini