Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

Tentang anak yang diremehkan

Pemain : macaulay (ulkin), joe pesci, daniel stern skenario : john hughes sutradara : chris columbus produksi : twentieth century fox resensi oleh : leila s. chudori.

31 Agustus 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
material-symbols:fullscreenPerbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Komedi keluarga tentang Kevin, si anak bungsu yang selalu diremehkan. Macaulay Culkin memainkannya dengan sangat baik. HOME ALONE Pemain: Macaulay Culkin, Joe Pesci, Daniel Stern Skenario: John Hughes Sutradara: Chris Columbus Produksi: Twentieth Century Fox "AKU bebas!!" Si kecil Kevin berteriak meloncat-loncat di atas tempat tidur orangtuanya sambil mengunyah berondong. Ia mengorek isi rumah, termasuk majalah Playboy kakaknya (yang belakangan dinilainya membosankan). Ia memakan sepiring besar es krim sambil menonton video. Pokoknya, ia mengerjakan hal-hal yang biasa dilarang orangtuanya. Kevin, bocah berusia delapan tahun itu, mendadak merasa merdeka ketika sendirian di rumah. Soalnya, malam sebelumnya ia berdoa agar keluarganya enyah dari kehidupannya. Mungkin hampir semua orang bisa mengenali masa kecilnya melalui Kevin (diperankan dengan bagus oleh Macaulay Culkin). Sebagai anak bungsu, Kevin selalu diremehkan abangnya sebagai "anak manja yang tak tahu bagaimana mengikat tali sepatunya." Kakak-kakak perempuannya mengejeknya sebagai anak yang les incompetents (tidak kompeten) dan "anak tak berguna". Itu semua karena Kevin tak bisa mengepak kopor untuk beramai-ramai liburan ke Paris bersama keluarganya dan sepupu-sepupunya. Di tengah hiruk pikuk persiapan Natal di Paris, ibu, ayah, paman, bibi, kakak dan sepupunya sibuk dengan dunia mereka, dunia orang dewasa yang mementingkan ego masing-masing. Kevin merasa sendiri. Ia selalu disalahkan. Ketika Kevin tidur di loteng karena dihukum ibunya -- kesalahannya membuat runyam karena rebutan pizza -- ia berdoa agar keluarganya lenyap dari muka bumi ini. Ternyata, keesokan harinya keluarganya betul-betul lenyap. Tentu saja bukan karena doa Kevin dikabulkan, melainkan karena keluarga besar itu begitu terburu-buru untuk mengejar pesawat, Kevin tertinggal sendirian di loteng. Hari-hari pertama, Kevin malah mensyukuri keteledoran itu. Untuk sejenak, penulis skenario John Hughes mengajak penonton menjadi jujur pada diri sendiri. Pada masa lalu kita pernah menjadi Kevin. "Saya sedang makan es krim, ayo datang dan laranglah saya!" tantang Kevin sendirian di rumah besar yang kosong itu. "Saya sedang meloncat-loncat di atas tempat tidur, ayo, marahi saya!" teriaknya sambil meloncat di atas tempat tidur orangtuanya. Namun, kegembiraan itu tak berusia panjang. Bagaimanapun, Kevin adalah anak berusia delapan tahun yang membutuhkan belaian ayah ibunya. Ketika ia tercenung memandangi foto keluarganya, kita melihat ekspresi kesepian di mata Kevin. Pada saat yang bersamaan, sang ibu (Catherine O'Hara) mendadak menjerit di dalam pesawat terbang. Ia baru sadar bahwa anak bungsunya tertinggal. Selanjutnya adalah ramuan slapstick comedy dan laga yang, anehnya, tidak menjengkelkan. Adegan Kevin yang berupaya mempertahankan rumahnya dari sasaran dua perampok dan adegan ibunya yang mati-matian mencari tiket kembali ke Chicago itu berselang-seling, berimpitan, riuh rendah, dan merangsang gelak tawa. Bagaimana tidak, slapstick comedy itu justru dieksploitasi untuk memperlihatkan superioritas si kecil Kevin yang mengakali Harry (Joe Pesci) dan Marv (Daniel Stern), dua perampok kawakan itu. Jadi, meski rambut Harry terbakar, muka Marv tertimpa setrika panas, Harry terpeleset di tangga dan muka Marv digigit laba-laba, penonton tidak melihatnya sebagai adegan-adegan sadistis. Akting Joe Pesci -- aktor pembantu terbaik tahun ini dalam Goodfellas -- dan akal-akalan Kevin berhasil membuat rangkaian adegan ini lebih mirip adegan laga di dalam film kartun. Karena itulah kecerdikan Kevin tampak di luar logika realita. Di antara penuh sesaknya adegan slapstick comedy itu, toh Chris Columbus masih menyelipkan sebuah adegan yang mengharukan. Kevin melangkah masuk gereja ketika lagu Carol of the Bells mengalun. "Aku gundah karena merasa berdosa telah membenci keluargaku," katanya kepada Marley (Roberts Blossoms), seorang kakek yang tinggal di sebelah rumahnya. Sesungguhnya, Marley dan Kevin senasib. Mereka sama-sama kesepian karena merasa dilupakan keluarga. Marley dilarang bertemu dengan cucunya karena ia bertengkar dengan anaknya sendiri. "Teleponlah anakmu, dan katakan kau menyesal," usul Kevin dengan polos. Pembicaraan antara sang kakek dan Kevin di gereja yang hanya sekelebat itu menjadi istimewa. Soalnya, di negara-negara Barat, orang yang lanjut usia dan anak-anak adalah generasi yang sering dikesampingkan karena dianggap "tidak kompeten" menjadi bagian kesibukan dunia orang dewasa. Tanpa harus menjadi film penuh petuah, film komedi ini berhasil mempersoalkan moralitas di Barat. Mungkin itulah sebabnya, di negara-negara Barat film ini meledak melebihi Pretty Woman dan Ghost. Kita melihat hiburan, tapi kita juga melihat persoalan dunia anak-anak yang sulit dimengerti orangtua. Ketika ibu Kevin kembali dengan raut muka bersalah, Kevin memperlihatkan wajah anak yang mengambek. Hanya tiga detik, dan ibunya sudah cukup merasa bersalah. "Kevin, I am sorry," kata ibunya tulus. Kevin dan ibunya berpelukan. Di luar jendela, di antara butiran salju yang jatuh, Marley dan anak cucunya juga berpelukan. Leila S. Chudori

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus