Sekitar 4.000 buruh turun ke jalan. Pemogokan terbesar itu menuntut perbaikan upah dan fasilitas. Pemerintah mencari siapa yang menggerakkan. PABRIK Gajah Tunggal Group di Desa Pasir Jaya, Tangerang, Jawa Barat, seperti dalam keadaan darurat. Sampai Jumat pekan lalu, dari pos satpam di pintu gerbang, sudah tercium suasana siaga. Di samping patung ban raksasa dan maskot gajah -- lambang GT -- diparkir empat truk petugas keamanan. Tak jauh dari sana, kelihatan satu regu pasukan baret hijau sedang berbaris. Menurut sebuah sumber, sekitar 200 pasukan dari empat kesatuan disiagakan di kompleks seluas lebih dari 54 hektare itu. Beberapa anggota polisi mondar-mandir menggenggam walky talky. Di depan pos keamanan dipasang pelang karton dengan tulisan spidol besar: Poskotispam -- pos komando strategis pengamanan. Dekat posko ini, di sebuah aula, pasukan antihuru-hara terlihat sedang santai. Tameng helm, dan pentungannya juga ikut istirahat. Pengamanan ekstra ini adalah buntut dari gelombang demonstrasi besar-besaran buruh GT ke DPRD Tangerang Rabu pekan lalu. Gelombang buruh itu menghambur ke jalan. Mereka bergerak ke DPRD Tangerang. Diduga, sepertiga dari karyawan 12 perusahaan yang bernaung di bawah bendera GT Group, yang seluruhnya berjumlah 10.600 orang, ikut turun ke jalan. Akibatnya, jalan raya Serang -- sepanjang delapan kilometer -- macet total. Mereka menyemut di jalan sambil berteriak-teriak agar SPSI dibubarkan dan Zulkifli dibebaskan. Zulkifli Saleh, 41 tahun, bekas kepala gudang, adalah satu dari sembilan buruh GT yang terpaksa "diajak diskusi" pihak Kodim Tangerang. Zulkifli terpaksa perlu bermalam. Di depan wakil rakyat di DPRD Tangerang, para demonstran selain menuntut kenaikan upah juga meminta agar Zulkifli segera dibebaskan. Melihat suasana panas itu, Komandan Kodim setempat, Letkol. Inf. R.R. Simbolon, di halaman DPRD dengan lantang berseru, "Zul tak ditahan. Dia ada di rumahnya. Saya jamin. Saya pertaruhkan jabatan saya." Pernyataan Simbolon mampu mendinginkan suasana dan membubarkan massa. Sampai pekan ini, aksi buruh GT sebagai salah satu yang terbesar itu bisa diatasi. Penyulut demonstrasi buruh itu sebenarnya ya itu-itu juga. Soal upah dan jaminan kesejahteraan. Dimulai persis 1 Agustus lalu. Hampir seluruh buruh GT Group mogok kerja. Dalam suasana yang menghangat, ada yang mengisukan satu-dua buruh pingsan kena tembakan peluru plastik dan benturan popor senjata petugas. Lewat tengah hari sampai tengah malam, wakil-wakil buruh GT, SPSI, Departemen Tenaga Kerja, dan pihak keamanan membuat perjanjian. Intinya, akan ada beberapa perbaikan fasilitas seperti dituntut buruh. Pada 2 Agustus, karena perbaikan belum lagi diumumkan pihak GT, buruh mogok lagi. Saat itu Zulkifli, yang sejak awal seolah dinobatkan sebagai pemimpin mereka, muncul lagi dan berbicara soal perjuangan di depan para buruh. Akhirnya, hari itu buruh GT diliburkan. Tiga hari kemudian, GT memberlakukan beberapa perbaikan fasilitas. Namun, Zulkifli, ayah dua anak yang sempat kuliah sampai tingkat dua Fakultas Hukum UI itu, mempertanyakan lagi soal jaminan kesejahteraan. Sementara itu, pihak Kodim menerima info bahwa buruh GT akan bergerak pada 19 Agustus. Penggeraknya diduga Zul. Itu sebabnya, kata sumber TEMPO di Kodim, "Tiga hari sebelum itu Zul diciduk dari kantornya setelah minta izin bagian personalia." Sumber ini terus terang menyebut Zul memang menginap. "Dia tidur di lantai karena di sini kan tak ada kasur. Dia terpaksa menginap karena diskusi belum selesai," katanya. Menurut pihak keluarganya, Zulkifli diantar pulang persis di saat buruh menyemut menuju kantor DPRD Tangerang. Imbalannya, Zulkifli "setuju" mundur dari GT dengan sejumlah pesangon. Sesungguhnya, demonstrasi dan juga penangkapan Zulkifli tak perlu terjadi kalau saja SPSI di GT dipercayai oleh buruh. Menanggapi kritik ini, Haryadi Wijaya, Ketua SPSI GT, menunjuk jumlah anggotanya yang cuma 12 orang. "Kami memang belum sanggup menangani aspirasi pekerja yang sangat banyak ini," kata karyawan personalia. Sebenarnya, kondisi kerja di GT cukup lumayan. Ada kantin murah, musala, dan sarana olahraga. Kendati begitu, memang masih ada keluhan dari karyawan. Ukay, 35 tahun, lulusan SMP yang sudah sembilan tahun bekerja, hanya menerima Rp 3.800 sehari. Ini jumlah setelah tuntutan naik dikabulkan mulai 1 Agustus tadi. Total jenderal, Ukay menerima Rp 125 ribu sebulan. Cukup? "Yah, gali lubang tutup lubang. Habis, cari kerja lain kan sulit," ujar pria kurus ini. Gaji Ukay memang masih di atas ketentuan upah minimum yang Rp 2.100 sehari. Apa kata pihak GT? "Kami menyesalkan aksi demonstrasi belakangan ini," ujar salah satu komisaris, Sutrisno. PT Gajah Tunggal, satu dari 12 perusahaan konglomerat milik Syamsul Nursalim itu, berdasarkan laporan keuangan per 30 Juni 1991, pada semester pertama 1991 meraih keuntungan Rp 18,1 milyar, melonjak 200 persen dibanding tahun lalu. Total aset PT GT, ini baru satu dari 12 perusahaan, Rp 400 milyar lebih. Agaknya, memang GT perlu membagi kue lebih banyak. Toriq Hadad, Dwi S. Irawanto, dan Sandra Hamid (Biro Jakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini