RODA-RODA GILA
Sutradara: Dasri Yacob
Produksi: PT Bola Dunia Film
INI cerita tentang seorang muda juara balap motor Troy namanya
(Roy Marten). Anak tukang reparasi arloji (Ami Priyono),
digandrungi banyak perempuan, termasuk seorang tante (Tuti
Kirana). Juga seorang cewek SMA, Ingrid (Yatti Octavia). Ibu
Ingrid, yang tahu bahwa si muda seorang jigolo, melarang mereka
berhubungan -- dan karena itu justru Troy menggagahi si gadis.
Karena si juara tak mau tanggung jawab, terjadi perkelahian
dengan abang Ingrid. Tapi bukan karena perkelahian itu bila
akhirnya si juara menerima Ingrid -- melainkan karena
"keinsafan".
Itu saja. Yang menarik adalah sikap film itu, dibanding film
Indonesia umumnya, dalam menghadapi masalah cinta di kalangan
remaja. Troy tampil sebagai pemuda yang tegar dan tidak cengeng.
Pantang menyerah dan sportif, kecuali dalam soal kehamilan si
gadis tentu. Dan Roy Marten bermain bagus -- sangat bebas,
mudah-mudahan bukan karena ia sendiri produsernya. Dialog
ceplas-ceplos, tidak berbunga-bunga. Dan yang penting: BSF mau
meloloskannya, meskipun memang tidak cabul. Misalnya: ketika
Ingrid bertanya kepada Troy sehabis digagahi, jawaban si juara:
"Itu dilakukan sukarela, sama-sama mau. Kalau kamu hamil itu
urusan kamu. Kamu 'kan perempuan, wajar saja kalau hamil" . . .
Sudah tentu film keempat yang disutradarai Dasri Yacob (37) yang
pernah menjadi asisten Wim Umboh ini, sebagaimana kebanyakan
film kita, banyak cacad. Terasa terlalu panjang (walau hanya
satu setengah jam lebih) tanpa sanggup memberi akhiran yang baik
pada beberapa konflik terbuka.
Tapi sebenarnya tak hanya Dasri Yacob yang mengalami
"kesulitan" itu. Di satu pihak ingin memberi detail yang memang
perlu untuk mempertegas sosok para pelakunya, di pihak lain
kesulitan selalu timbul jika hendak menghindari tumbuhnya
ranting baru pada batang cerita. Celakanya, untuk mengatasi
kesulitan itu kebanyakan dicari kemudahannya saja mematahkan
cabang itu, dan jalinan cerita jadi terputus, meski batang
cerita mungkin bisa diselamatkan.
Yang dilewatkan dan menjadi kurang jelas dalam film ini misalnya
siapa sebenarnya si tante yang kaya raya itu, serta bagaimana
awal dan akhir hubungannya dengan Troy. Siapa pula orang yang
memasang bahan peledak di sepeda motor Troy pada balapan di
Surabaya. Untuk apa pula Troy termenung di pantai sesudah
menyuruh Ingrid menggugurkan kandungannya, lantas kepada
penonton disuguhkan gambar bayi dalam rahim dalam ukuran besar
di tengah layar? Bukankah gambar bocah perempuan yang terkadang
telanjang dan terkadang berpakaian (entah apa pula maknanya)
ditambah lagi suara kanak-kanak yang menginginkan kehidupannya,
sudah lebih dari cukup?
Adegan akhir di gereja dalam pada itu terlalu panjang, selain
kekanak-kanakan. Penonton memang bisa kecele dan gemas ketika
tahu bahwa perkawinan Ingrid dengan lelaki lain serta munculnya
Troy yang dengan ugal-ugalan membawa masuk motornya ke gereja
dan naik-turun tangga, ternyata hanya khayalan. Ini hanyalah
contoh sukarnya membatasi diri, pun dalam bercanda. Selain
adegan itu persis bagian akhir film Graduate, walaupun di sana
bukan khayalan dan Dustin Hoffman tak pakai motor.
Atraksi Motor
Rupanya Dasri Yacob memang menitikberatkan filmnya pada atraksi
motor itulah. Ia terlalu asyik. Padahal ia sudah berhasil dalam
pembatasan lokasi (separuh di arena balap dan sepertiga di rumah
Troy) tanpa mengurangi hadirnya bentukan lingkungan. Jadinya ini
memang film tentang balap motor -- meskipun judulnya sama sekali
tidak menarik.
Yudhistira ANM Massardi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini