TETAP saja pelukis Rusli (63 tahun) menyuguhkan Bali. Dan 34
lukisan acrylic karya 1978 dan 1979 yang dipamerkan di Ruang
Pameran TIM, 17-28 April ini masih menyuguhkan Bali seperti dulu
juga: ada ngaben, ada perahu-perahu Bali, ada odalan.
Apakah Bali tak berubah? "Yang berubah kotanya. Desa masih
seperti dulu juga," sahut Rusli. Dan ia pun bercerita, kenapa
dia suka melukis ke Bali. Suasana Bali ternyata membeikan satu
keakraban, dan obyek-obyek di sana membujuk Rusli untuk
mengungkapkan apa yang disebutnya 'misteri'. Tentu saja itu bagi
Rusli sendiri. Apakah pengunjung pamerannya kemudian menemukan
misteri dalam lukisannya, itu soal lain. Mungkin bisa, mungkin
tidak.
Yang terang, Rusli tak beranjak dari yang dulu. Tentu itu
haknya. Yang patut dicatat, masih ada semangat di dalamnya.
Pengulang-ulangannya bukan sekedar hafalan, tapi memang itulah
Rusli. Meski demikian ada juga beberapa karya yang bisa ditandai
sebagai lain dari biasanya.
Yang pertama, hadirnya lima lukisan wanita telanjang. Apakah
Rusli sekarang suka melukis model? Ternyata lima lukisan itu
dilahirkan dengan model imajiner. "Sekali-sekali saya ingin juga
melukiskan keindahan bentuk tubuh wanita," katanya sambil
tersenyum. Tapi anda jangan membayangkan misalnya lukisan Rusli
seperti lukisan telanjang Basuki Abdullah. Dalam Wanita
--demikian judul lukisan telanjang Rusli -- hanya ada beberapa
coretan garis merah, hijau atau kuning, yang memang mencitrakan
wanita telanjang. Anehnya, tak ada rasa erotis apalagi
merangsang. Hanya manis, mungkin romantis. Memang ada satu figur
wanita telanjang yang dilukis Rusli frontal dari depan dengan
warna garis merah dan hitam. Toh, tidak juga merangsang. Justru
menyeramkan: bagaikan lukisan Batari Durga sedang murka.
Kecuali itu, ada satu lukisan Rusli yang agak 'aneh'. Odalan I
sekilas seperti juga lukisan Rusli biasanya: ekonomis
garis-garisnya dengan warna-warna kuning, hijau, merah, oranye,
biru.
Tapi dalam lukisan satu itu, persis di atas cap jempol Rusli
(Rusli selalu memberikan tanda jempol tangannya pada
karya-karyanya) ada semacam sketsa pura dengan warna garis hanya
merah. Ini bisa dikatakan kerja iseng melihat kosongnya kanvas,
lalu Rusli iseng membuat sketsa pura di situ. Tapi secara
keseluruhan, bisa disebutkan hal yang mungkin baru. Secara tidak
sadar Rusli mencoba membuat kontras dengan mengemukakan dua gaya
dalam satu lukisan: gaya yang biasanya dipadu dengan gaya
sketsanya. Apa maunya? Rusli sendiri mengakui kalau ini baru
pertama kali ini dilakukannya. Dia sendiri tak tahu sebabnya.
Tahu-tahu sudah begitu. Dan setelah dilihatnya tak ada yang
mengganggu, yah dianggapnya sebagai karya yang berhasil juga.
Memang perpaduan dua gaya itu tak mengganggu, masih enak
dilihat. Sementara ada kesan lain: tidak seperti lukisan Rusli
biasanya yang necis, dan disiplin. Lukisan satu itu terasa
kurang ajar. Seenaknya saja mencoretkan garis pada satu lukisan
yang mestinya sudah selesai. Apakah ini akan berkembang atau
paling sedikit akan sering muncul dalam karya Rusli, belum
jelas. Tapi andai nanti ternyata sering muncul, Rusli yang sudah
mempunyai tempat dalam sejarah seni lukis Indonesia, barangkali
perlu diperhitungkan kembali.
BB
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini