Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lebih dari 150 topeng terpasang di dinding Museum Tekstil di bilangan Tanah Abang, Jakarta. Topeng itu datang dari desa-desa, distrik terpencil di Meksiko seperti Negara Bagian Mickoacan atau Oaxaca, dan mungkin pernah digunakan oleh para Indian menari, atau buah tangan para petani pegunungan atau sekadar suvenir pedagang antik untuk konsumsi turis.
Memasuki ruang pameran, kita sudah dihadapkan pada dua topeng besar: kesatria elang dan topeng prajurit Romawi. Di ruang paling belakang, terdapat topeng besar mengerikan dari Negara Bagian Guerrero: setan bertanduk dengan rambut ikal panjang. Di bagian tengah, ada topeng-topeng karnaval perayaan Parachicos, pesta para penduduk desa keturunan Indian Maya di Chiapas—daerah yang sejak tahun 1742 memberontak kepada pemerintah Mexico. Daerah ini kemudian melahirkan Zapatista dengan pemimpin misteriusnya bernama Sub Commandante Marcos—wajahnya selalu berkedok, sampai kini tak seorang pun tahu siapa dia.
Setan, orang tua, pastor, pelaut, serdadu, wanita-wanita, dewa-dewi, makhluk dunia lain, bajak laut, anjing hutan, coyote, burung beo, yang dipahat kasar dan halus dari kayu bahkan ada dari buah labu, semua itu adalah koleksi milik Adriana dan Georgina Luna Parra, peneliti Meksiko. Segera pengunjung melihat betapa bervariasinya topeng Meksiko dibanding topeng Bali atau topeng Jawa. Itu karena topeng Meksiko merespons periode-periode politik yang berbeda.
Tahun 1518, Hernan Cortez menaklukkan Meksiko, melakukan pembunuhan massal terhadap Indian. Jauh sebelum Spanyol masuk, Meksiko memiliki peradaban besar, dengan pencapaian-pencapaian estetika tinggi, tapi masih diselimuti kabut misteri sampai sekarang. Situs Teotihuacan—"kota Tuhan"—yang dibangun 100 tahun sebelum Masehi, terkenal dengan piramida mataharinya, piramida yang pada sekitar abad ke-7 diperkirakan tiba-tiba ditinggalkan masyarakatnya. Entah mengapa.
Setelah penaklukan Cortez, para misionaris memanfaatkan tarian atau teater tradisional untuk penyebaran Katolik. Sama multikulturalnya dengan kebudayaan kita, tiap negara bagian di Meksiko memiliki tarian, ekspresi topeng, dan karnavalnya sendiri. Topeng tertentu di kalangan masyarakat Indian memiliki kekuatan. Dalam pameran ini ditampilkan berbagai topeng pelindung bersosok jaguar atau macan tutul dari pelbagai kawasan Indian di Meksiko.
Oleh para misionaris, tarian dan topeng disusupi kisah-kisah santo-santa atau Bibel. Lihatlah topeng biarawan suci apostle Santiago. Lihatlah topeng Paskah Indian Yaqui. Di malam Paskah, para pemuda Indian Yaqui mengenakan topeng tertentu untuk memerankan Yahudi yang kemudian di akhir cerita mereka bakar. Para misionaris mengajarkan bahwa, untuk membunuh Yesus, dahulu warga Yahudi mengenakan topeng supaya tersamarkan. Lihatlah topeng pelindung prajurit Yudea atau topeng peperangan orang-orang Kristen melawan orang-orang Moro versi para Indian itu.
Ada beberapa desa yang tak mau menerima pengaruh Katolik. Di kawasan Los Viejilos, misalnya, berkembang berbagai topeng untuk mengolok-olok penjajah Spanyol atau orang-orang kaya Spanyol. Orang Spanyol digambarkan sebagai orang tua yang berkeriput, beruban, giginya bertanggalan. Si penakluk, Hernan de Cortez dan para pengiringnya, misalnya, fisiognomi wajahnya digambarkan berhidung panjang.
Suatu kali penyair Meksiko pemenang Nobel, Oktavio Paz, menyatakan bahwa kematian dan kehidupan, kenangan dan ratapan, nyanyian dan jeritan menyatu di dalam perayaan kematian di Meksiko. Di pameran ini Anda dapat melihat topeng yang dipakai saat upacara pemakaman yang ditemukan di Teotihuacan. Kadang dalam alam mistikal Indian Maya, kematian sering dianggap sesuatu yang memancing tawa. Salah satu topeng untuk pemakaman itu tampak bibirnya dibuat tersenyum.
Juga ada pelbagai topeng ekspresi wajah setan. Anda dapat membandingkan topeng-topeng setan saat sebelum dan sesudah Katolik masuk. Atau bagaimana para indian menggabungkan imajinasi tentang siksaan dan neraka versi mereka dengan versi Bibel. Ada yang imajis seperti topeng badut dengan seekor lalat atau seekor kadal merayap di hidungnya. Ada malah topeng orang-orang berdosa yang bergembira.
Ruang pameran Museum Tekstil tergolong nyaman. Jarang Museum Tekstil menjadi pilihan lokasi sebuah muhibah seni. Cuma, disayangkan, pameran yang sedemikian berharga ini sepi—hampir minim pengunjung. Juga minim informasi. Jangankan ceramah, katalog pun tidak ada. Pameran ini termasuk pameran besar yang diadakan oleh Kedutaan Meksiko. Sebelum mampir ke Tanah Abang, pameran berlangsung di Beijing, dan setelah dari Indonesia akan menuju Korea.
Seno Joko Suyono
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo