Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dinamika dunia tari dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang luar biasa. Media presentasi dan cara mengekspresikan sejumlah informasi yang terkandung di dalamnya sudah sangat multidimensional. Dunia tari tidak lagi melulu dipresentasi secara live di atas sebuah panggung. Di zaman reproduksi digital dan kuasa teknologi, sebuah tarian dapat diproses sedemikian rupa hingga informasi yang akan disampaikan kepada audiens tidak lagi bergantung pada kesatuan utuh jasmaniah penari dan mata kamera yang akan menangkap dan merekam sejumlah tanda, kode, perlambang, ataupun aspek estetik-artistik yang dibangun oleh tubuh. Audiens dalam hal ini cukup berperan sebagai penerima data visual. Sifat dogmatis di dunia tarian pun sudah semakin kabur. Sebuah tarian saat ini mampu hadir bersama, berkolaborasi, dan menjalin suatu simbiosis dengan bentuk kesenian/art form lainnya ataupun tampil untuk sekadar melengkapinya.
Titik pertama ketika menguji penampilan tarian pada sebuah layar hasil proses digitalisasi video, terutama di dalam video-video musik populer, bagi saya adalah mempertanyakan fungsinya. Garis pertanyaan yang mungkin muncul: hubungan antara menari untuk kebutuhan video dan yang ditarikan bagi kebutuhan/kepentingan musik di klub-klub dan disco (live performance). Garis searah atau "red string" yang dapat menghubungkannya adalah: hubungan antara menari yang ditarikan secara jasmaniah, sebuah sistem kompleks antara energi yang dipancarkan dari dalam bentuk fisik tubuh, pengalaman batin yang akhirnya tercurahkan juga dalam gerak, serta makna kombinasi antara keduanya yang saling mengisi. Atau tarian yang disajikan oleh olahan digitalisasi yang secara kontekstualnya adalah untuk sebuah metode presentasi yang kompleks antara tubuh sebagai tanda, lambang, atau media bantu yang akan mengkomunikasikan informasi kepada penonton. Dilakukan pada dan di "mata" kamera.
Hari ini industri musik populer menyediakan konteks "berbakat", tempat musik berperan sebagai arahan dominan untuk menyosialisasi tubuh yang sedang menari. Di belahan mana pun, terutama di Tanah Air, digitalisasi video penari menari menurut irama musik boleh barangkali jadi sebuah penerangan "red string" yang mencerminkan atau menguatkan penggunaan tarian bagi musik populer yang boleh dipertaruhkan sebagai media informasi secara koreografis. Namun, sejumlah besar sajian tari dalam video musik, atau lebih sering kita kenal sekarang dengan istilah "video clip" (klip video), tidak menyarankan sesuatu sajian yang berpihak khas pada peristiwa lahirnya sebuah karya tari. Perlakuan ini sering terjadi, baik oleh musisi maupun oleh penari spesialis, sebagai bagian kerja rutin, mengungkapkan hanya komposisional keterampilan pergerakan gerak dan lagu yang disesuaikan oleh model sajian tari yang menyoroti isi sajian musik.
Barangkali gambaran video ini, menari berhubungan dengan suatu konvensi untuk mengangkat capaian langkah lagu pop. Sementara penari bagian depan menggantikan untuk yang berkenaan dengan lirik lagu, bagian lain sebagai penolong musik. Penggunaan tarian yang dilanjutkan sebagai rutinitas komposisional saja pada klip video berkedudukan kuat pada peningkatan kefenomenaan sebuah karya musik (pop), dan fakta bahwa industri pop menempatkan suatu premi tinggi pada hasil tayang yang luar biasa adanya inovasi. Setidak-tidaknya, video musik populer sekapasitas klip video saat ini mempunyai peran ganda, sebagai iklan dan pekerjaan seni yang akan menghasut untuk selalu berinovasi dan melawan terhadap kegagalan artistik secara konsisten.
Seperti Michael Jackson, ketika penari dan penyanyi superpop ini menyanyikan tarian tunggalnya, ia memberikan tawaran dan hadiah yang luar biasa: klip video arahan Billie Jean, disutradarai oleh Steve Barron, dan itu terlihat lagi dalam Beat It hasil koreografi Michael Peters serta arahan Bob Giraldi. Koreografi Peters bersama-sama dengan kekuatan kepenarian pada Jackson jelas tidak dapat dibantah lagi sebagai video musik populer yang paling berhasil dari semua. Thriller (karya penggetar hati), contoh yang paling ideal di Hollywood sebagai sebuah klip video yang menyatukan alur cerita, karakter, seragam, tempat terjadinya peristiwa, musik, tarian, dan lebih jauh lagi kesatuan sempurna dalam dan dengan lirik lagu, sebagai sajian musikalisasi pop. Di dalam Moonwalker, ambisi akting Jackson adalah sebuah titik tercapainya stereotipikalnya peran sinematik dan kelebihannya sebagai manusia biasa.
Sejumlah video musik atau klip video di Tanah Air kebanyakan mengarahkan untuk menangkap suatu tingkat kegembiraan hidup dari sebuah pertunjukan besar oleh editing. Penari menari menjadi sebuah figur atau latar. Menutupi bagian-bagian editing tertentu saat musisi/penyanyi pada bagian editan lain. Entah karena sang "artis" penyanyi tidak berkenan untuk memiliki kemampuan menari, atau memang tidak berkompetensi seperti Michael Jackson yang sangat memiliki keduanya. Atau Asereje yang berkompeten menjadi milik masyarakat dunia dengan vokabuler gerak tari yang dahsyat hingga sempat menjadikannya sebuah "mass dance" untuk seluruh lapisan penikmat dunia entertainmen.
Gejala lain muncul ketika kita membicarakan masalah tari dan penari yang muncul tidak pada "mata" kamera untuk keperluan klip video, atau tarian yang menari untuk tarian itu sendiri. Gejala ini adalah munculnya dance for commercial atau istilah lainnya adalah tarian untuk iklan. Sebut saja yang sangat recent munculnya "Pulse Dance" pada sebuah produk iklan Axe Pulse. Karya iklan yang lebih bisa kita sebut saja karya tari untuk keperluan iklan ini adalah sebuah hasil kerja kreatif yang tidak kalah luar biasanya oleh Richmond Taluega. Hubungan dekatnya dengan Michael Jackson sebagai koreografer pada karya tarinya pun membuat koreografer Amerika ini menghasilkan karya yang sangat sederhana dan yang pasti mempunyai kapasitas koreografis yang sangat fenomenal.
Pekerjaan menari dalam hal ini harus secara jasmaniah direproduksi untuk konsumsi sebuah kearifan definisi pada posisi masing-masing. Sajian live performance adalah upaya sungguh-sungguh dari mata penonton dan mata penari yang terjadi komunikasi dua arah dan terjadi proses ke-red-string-an. Berbeda pula dengan perbandingan tindakan digitalisasi video yang memasukkan unsur tambahan lain dan akhirnya tidak menjadi lebih pokoknya sebuah kerja koreografi. Pada suatu siaran TV, hasil kerja video adalah penyikapan kerja kreatif yang mendeteksi dan mendaur kemampuan kreativitas yang lain untuk keperluan yang lain pula. Tiap-tiap capaian adalah menghidupkan punggung tarian. Seperti dalam iklan sebuah produk parfum ataupun rokok. Dengan cara yang sama, masing-masing sama-sama mengamati sebuah fenomena screen dance dari sesuatu yang orisinal dan inovasi yang asli juga. Tindakan mengamati screen dance memerlukan untuk resurrection yang asli. Kebangkitan itu adalah suatu capaian interaktif yang memerlukan penonton untuk mengambil bagian pada penerimaan data pertunjukan atau siaran dan untuk tidak memenjarakan harapan menurut sejarah panjang tari. Ketika kita sudah datang untuk mengenali itu, kita seharusnya tidak memperbolehkan adanya keseringan perselisihan fungsi tari.
Akan menjadi permasalahan lebih lanjut ketika seseorang mempertimbangkan bahwa di (dalam) proses pembingkaian kerja kreatif tari, pancaran inner dan energi kepenarian muncul dalam kerja koreografis; pencahayaan dan editing media koreografis pun terkolaborasikan. Badan/tubuh ini mewakili "layer" dalam sebuah keberkembangan akan kompleksnya pencapaian, badan yang dibangun, badan yang menantang hukum gaya berat, alam, dan waktu. Sebagai tarian, jadilah lebih apa yang telah diciptakan di dalam bayang-bayang media, adalah menarik untuk mencatat bagaimana tarian telah terpengaruh oleh film dan teknik televisi. Tidak hanya di (dalam) struktur tarian, tetapi juga pengintegrasian media ke dalam tarian yang bekerja untuk tari, video, dan iklan. Screen dance telah menjadi suatu art form sehat di seluruh bumi di era sekarang. Setidak-tidaknya, telah jelas bahwa pengaruh film, video, dan teknologi baru pada tarian adalah sesuatu yang sungguh-sungguh kuat; dan bahwa ketika kita membicarakannya menjadi sebuah perkawinan dua gaya, akhirnya menjadi penting dan memaksa seni karya tercipta menjadi yang baik diproduksi di seluruh bumi.
Eko Supriyanto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo