Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
GABUNGAN organ-organ dalam dan raga luar itu membentuk imaji-imaji sungsang. Kita tahu yang digambar citra tubuh, tapi sama sekali tak bisa kita sebut sebagai sebuah tubuh normal dan utuh—melainkan amorf. Beberapa gambar menyajikan bagian ruas rangka, entah tulang ekor, tulang dada, entah rusuk yang tumpuk-menumpuk tembus pandang dengan organ-organ. Bukan limpa, usus besar, dan kelenjar tapi barangkali tonjolan bengkak organ menggelembung keluar dari dalam tubuh. Kaki atau tangan muncul menyilang di tempat yang tak semestinya. Sosok kepala melayang di atas leher, lepas tertidur di pangkal pundak dengan mata tertutup dan rambut lebat. Kemampuan mencampurbaurkan raga, tulang, dan organ-organ secara tak terduga menimbulkan sensasi yang aneh. Sebuah fantasmagoria.
Sensasi ini memberikan kesan gelap, ilusif, dan halusinatif. Sensasi yang datang dari dunia mimpi yang berantakan. Deformasi tubuh pada gambar itu seolah-olah tak bisa lagi dilacak asal-muasalnya. Ini bukan tubuh yang dipereteli lalu diedit dengan Photoshop dalam sebentuk sosok-sosok ganjil untuk menimbulkan efek estetis tertentu. Atau montase gabungan antara hewan dan manusia sebagaimana makhluk mitologi makara. Ini lebih seperti cerminan liar alam bawah sadar yang mengalami penglihatan aneh-aneh terhadap diri sendiri. Ini adalah suatu delusi atau mimpi-mimpi buruk yang mungkin dikeluarkan semaksimal mungkin. Igauan-igauan sakit tentang tubuh: tubuh yang kacau, tubuh yang meracau, dan tubuh yang tercerai-berai.
Hal itulah yang diperlihatkan oleh gambar-gambar charcoal Yanal Desmond Zendratato. Di sebuah rumah kecil bernama Kebun Buku—sebuah artbook coffee di kawasan Minggiran, Suryodiningratan, Yogyakarta, Yanal menempelkan gambar-gambar monokromnya di hampir semua sudut yang berdampingan dengan rak-rak padat buku. Artbook coffee ini didirikan pada 2015 oleh seorang Belanda bernama Hans Knegtmans. “Saya enam bulan di Belanda, enam bulan di sini,” katanya saat ditemui Tempo beberapa waktu lalu. Dulu bernama Kebun Bibi, pada 2020 artbook coffee ini berubah menjadi Kebun Buku. Tapi baik plang Kebun Bibi maupun Kebun Buku masih terpasang di depan rumah. Rumah ini populer bagi para muralis Yogya karena sisi luar temboknya secara reguler menjadi ajang “kanvas” mereka.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo