Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
THE TIME TRAVELER’S WIFE
Sutradara: Robert Schwentke
Skenario: Bruce Joel Rubin
Berdasarkan novel karya Audrey Niffenegger
Pemain: Eric Bana, Rachel McAdams
INI persoalan suasana hati.
Mereka yang sedang jatuh cinta pasti akan menganggap film ini adalah contoh cinta sejati. Mereka yang sinis pada tema cinta dan tak percaya bahwa manusia mampu berbagi sebaiknya menyaksikan film lain atau mencebur ke Sungai Ciliwung saja. Ini memang sebuah film yang berupaya (agak terlalu keras) menjadi karya romantis; karya yang (mudah-mudahan) menjadi film pegangan bagi pasangan yang beruntung mendapatkan belahan jiwa.
Film ini dimulai dengan sebuah adegan yang mengiris. Menjelang hari Natal, si kecil Henry DeTamble yang baru berusia enam tahun (Alex Ferris) dan ibunya yang menyetir tengah menyanyikan lagu Natal, ketika perlahan-lahan Henry menghilang. Dan tiba-tiba saja dia sudah berada di lokasi lain, di waktu yang lain, dalam keadaan telanjang. Untuk waktu yang lama, Henry baru memahami, dia bisa berjalan meloncat ke masa depan; kembali ke masa lalu begitu saja, di luar kekuasaannya. Setiap kali dia menghilang, di tempat dan waktu yang baru itu, dia akan ”mendarat” dalam keadaan bugil.
Maka sepanjang film kita disuguhi bagaimana Henry (dewasa, dimainkan oleh Eric Bana) keluar-masuk dalam hidup Clare (Rachel McAdams), dan setiap kali pada usia dan zaman yang berbeda. Inti film ini bagaimana percintaan pasangan ini bisa tetap teguh dengan satu elemen dalam Henry yang membuat kehidupan mereka tidak normal. Bukan hanya Henry bisa menghilang begitu saja pada malam pernikahan mereka, tapi Henry akan tahu kapan dan apa yang akan terjadi di masa yang akan datang terhadap dirinya dan keluarganya. Dia bahkan bisa bertemu dengan anaknya sendiri di masa depan karena ternyata anaknya pun mendapatkan ”warisan gen” untuk bisa meloncat, melakukan perjalanan waktu seperti dirinya.
Ide film tentang ”mesin waktu” ini bukan sesuatu yang baru, Hollywood sudah mengunyah-ngunyah topik ini hingga nyaris basi. Film-film layar lebar seperti Back to the Future (1 sampai 3) yang dibintangi Michael J. Fox meledak karena kemahiran sineas mempermainkan waktu sebagai inti cerita. Serial TV Journeyman karya Kevin Falls (2007) lebih mempunyai plot yang mirip film The Time Traveler’s Wife. Seorang wartawan, Dan Vassar (Kevin McKidd, yang dikenal pemirsa Indonesia melalui serial Grey’s Anatomy), memiliki kemampuan bolak-balik melintas waktu di luar kekuasaannya. Bedanya, film The Time Traveler’s Wife hanya menekankan problem drama keluarga dan cinta sejati, film Journeyman banyak mengorek investigasi kasus pidana yang diliput oleh koran tempatnya bekerja, dipadu dengan masalah cinta segi tiga antara dia, istri, dan abangnya. Dari sisi plot, serial Journeyman tentu saja jauh lebih menarik dan menggelegar. Konsep permainan waktu masa lalu, masa kini, dan masa yang akan datang dimanfaatkan habis-habisan bukan hanya untuk persoalan cinta, tapi juga dalam soal politik, jurnalistik, dan kriminalitas.
Film The Time Traveler’s Wife memang sangat berhati-hati untuk tidak mengungkap kejutan dalam keluarga. Ini bukan sesuatu yang mudah, karena drama cinta—jika penulis skenario bukan seorang yang kreatif—akan membuat penontonnya tertidur atau sibuk memeriksa BlackBerry. Dalam hal ini, sutradara Robert Schwentke berhasil menyajikan kejutan-kejutan kecil yang manis sekaligus mengiris.
Karena itu, sekali lagi, bagi mereka yang sedang sinis dengan tema cinta, jauhilah film ini. Selain perlu banyak tisu untuk begitu banyak momen yang mengharukan, film ini sungguh percaya pada keagungan cinta. Bagi mereka yang percaya pada kekuatan cinta, inilah film yang layak disaksikan.
Leila S. Chudori
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo