MENPEN Malaysia Dato Mohamad bin Rahmat, yang berkunjung ke
Jakarta dua minggu lalu, punya banyak kenangan tentang
Indonesia. Bukan saja karena ia jebolan Universitas Indonesia,
Fakultas Sastra. Tapi karena "saya ini termasuk orang Melayu
yang mlayu (lari)," katanya - ketika menjawab sambutan BM Diah,
Ketua Dewan Pers, dalam jamuan makan untuk Dato Rahmat di Hotel
Sahid Jaya. Maksud Menpen Malaysia yang masih muda itu (41
tahun) adalah kejadian pahit yang menimpa dirinya ketika kuliah
dulu. Masuk Fak. Sastra tahun 1958, Jurusan Bahasa Indonesia,
Mohamad tak sempat mengambil skripsinya untuk sarjana lengkap.
Timbul goro-goro (istilah wayang, maksudnya ramai-ramai, yakni
konfrontasi), dan ia turut kena ganyang. Malah terpaksa
bersembunyi 5 hari sebelum bisa diselundupkan kembali ke Kuala
Lumpur. Tanggalnya pun dia tak lupa. "Pada 21 September 1963
itulah saya berhasil mlayu, " katanya.
Kaya dengan humor, dalam sambutannya ketika makan siang bersama
pers dan para humas itu (juga hadir Dirjen Kebudayaan P & K Dr.
Haryati Soebadio, bekas dosennya dulu) Dato Mohamad menceritakan
jenjang kariernya sampai terpilih jadi Menteri Penerangan
Malaysia. Tapi ada satu soal penting lain yang amat menentukan
dia menjadi Menteri. "Mau tahu?" katanya. "Karena saya ini
keturunan orang Tegal!" Hadirin pun gerrr.
Hadirin juga gerrr ketika ia, dalam pertemuan dengan staf
pengajar dan para mahasiswa UI mengatakan terimakasihnya kepada
mereka yang telah mengarahkannya dalam proses "penggedean".
"Kini, ceritanya, saya sudah menjadi 'orang gede'. Tapi badan
saya yang gede ini akibat saya telah berkeluarga"
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini