ISTANA Negara penuh seniman, Kamis sore pekan lalu. Dari pelukis, misalnya Affandi dan Rusli yang sudah muncul di masa sebelum Perang, seniman seni suara Jawa seperti Nyi Condrolukito, tokoh lenong Bokir, sampai angkatan yang lebih muda, semisal penari Bagong Kussudiardjo. Peristiwa yang pertama kali terjadi ini menjadi bukti bahwa Presiden Soeharto pun memperhatikan kesenian, meski baru sempat beramah-tamah sekarang, karena disibukkan oleh hal-hal yang lebih mendesak demikian Presiden dalam sambutannya. Tentu saja acara sore itu tidak formal benar. Affandi yang sudah susah berjalan terpaksa berkursi roda. Ia tampak tersenyum-senyum cerah, senang, meski dibanding seniman yang lain pelukis yang kini 80 tahun itu terhitung sering sudah bertemu Presiden, karena diminta datang ke Jalan Cendana, kediaman Kepala Negara. Acara yang oleh Bagong disebut "peristiwa budaya" ini tampaknya paling berkesan bagi Rusli, 71. Seniman lukis yang begitu irit menggunakan cat pada kanvasnya ini kenalan lama Soeharto. Menjelang Yogyakarta kembali, mereka berdua telah kenal akrab. Mereka sama-sama pejuang. Dan, ini yang menyebabkan keduanya akrab ternyata Presiden ini dulu suka juga membuat sketsa-sketsa, bersama Rusli. Persahabatan itu terus berlangsung hingga Pak Harto diangkat sebagai Kepala Staf Teritorium IV Divisi Diponegoro di Semarang. Rusli sempat diundang, dan menginap beberapa lama di kediaman Pak Harto di Semarang, dan melukis. Besar kemungkinan, bila ada lukisan Rusli bertahun 1956 dan bertemakan pelabuhan Semarang, itu dibuatnya ketika ia menginap di rumah Pak Harto. Setelah itu mereka berpisah dan baru bertemu kembali Kamis lalu -- setelah sekitar 31 tahun. Tidak heran bila Pak Harto begitu kencang memeluk sahabat lamanya itu. Akan membuat sketsa bersama lagi, Pak?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini