Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tokoh

Berhenti praktek

Prof. slamet iman santoso, 72, tutup praktek sebagai dokter ahli penyakit syaraf & jiwa, mulai tgl 1 januari 1979, karena sudah tua. masih sibuk sebagai pengajar, ketua komisi pembaharuan sistem pendidikan.(pt)

20 Januari 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BEBERAPA hari di minggu pertama tahun baru, ada sebuah iklan tentang seorang dokter ahli penyakit syaraf dan jiwa -- yang "tutup praktek mulai 1 Januari 1979 dan seterusnya." Di tembok rumahnya sendiri pun kini tinggal tersisa namanya saja: Dokter R. Slamet Iman Santoso. Keterangan tentang jam praktek dan sebagainya, dihapus. "Saya sudah tua dan capek," ujar Prof. Slamet. Umurnya kini 72 tahun. Anak pertama mantri polisi di Kabupaten Wonosobo ini, sebetulnya diinginkan ayahnya untuk dikirim ke Negeri Belanda seperti kebanyakan anak priyayi Jawa waktu itu. Tapi sang ayah tidak punya uang -- walhasil Slamet cuma bisa lulus sebagai "dokter Jawa", 1936. Dua tahun kemudian diangkat jadi tenaga psikiater untuk keperluan pengadilan -- yang tetap dilanjutkannya ketika Jepang berkuasa. Prof. Slamet kemudian tcrkenal sehagai guru besar di UI. Bahkan hampir seluruh waktunya dihabiskannya untuk mengajar -- bahkan setelah pensiun. Uang pensiun itu Rp 60.000. "Cukup untuk hidup, tapi tak cukup untuk beli buku," komentarnya. Dari empat fakultas yang diajarnya, Prof. Slamet hanya menerima honor Rp 6.000 sebulan untuk tiap mata pelajaran yang diberikannya seminggu sekali. "Saya tidak bisa cari kelebihan untuk menjadi kaya," katanya lagi. Selama buka praktek pun pasiennya tidak banyak. Rata-rata hanya 10 orang dalam sebulan. "Kalau nanti masih ada pasien yang datang, saya pilihkan dokter lain. Betul, saya sudah capek." Lalu apa kesibukannya setelah berhenti praktek? "Pergi ke kantor - atau rapat," katanya. "Dan saya sudah terbebas dari tanggungan anak" -- yang 7 orang itu. September tahun lalu Menteri P & K Dr. Daoed Joesoef mengangkat Prof. Slamet sebagai Ketua KDmisi Pembaharuan Sistim Pendidikan. Dan memang. walaupun usianya sudah lnjut, gerak-geriknya masih sigap. Tubuhnya tidak banyak berobah, juga tidak menjadi gemuk. Hobi tertentu tidak dimilikinya, selain baca buku dan menulis. Sesckali berlibur ke Puncak bersama anak dan cucu. Atau ke Ancol. "Waktu kecil dulu saya senang main ketapel," katanya, "pernah juga saya gemar berburu bajing atau burung." Profesor Slamet terkenal sebagai orang yang terus terang dalam bicara. "Sehingga banyak yang menyangka saya ini susah diajak ngomong. Padahal," katanya, 'dimensinya yang lain." Dia, juga tidak punya sekretaris atau asisten. "Susah bekerja dengan saya, karena tak tahu kemauan saja. Rumahnya di bilangan Menteng terhitung sederhana. Dalam garasi hanya ada sebuah mobil VW putih keluaran 1970. Berapa honornya sebagai Ketua Komisi Pembaharuan Sistim Pendidikan? Jawabnya dengan ketus "Untuk apa tanya-tanya penghasilan orang?". Bagi para mahasiswanya bukan hal aneh kalau Prof. Slamet tiba-tiba meledak amarahnya lalu membanting pintu -- tapi segera adem kalau ketua kelas atau salah seorang anggota senat menghampirinya untuk memintanya mengajar lagi. Ketika TEMPO akan melanjutkan pertanyaan, profesor yang jujur ini memotong: "Ah, tulis saja, saya ini orang aneh!"

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus