LAGI tentang Menteri P&K Daoed Joesoef. Dia bertemu Karna
Radjasa, teman sebangku ketika masih duduk di SMA bagian A,
Terbantaman, Yogyakarta.
"Kami dulu termasuk kelompok siswa yang anti perpeloncoan, anti
dansa-dansi dan foya-foya," kata Karna. Sikap Daoed ternyata
tidak banyak berubah: begitu jadi menteri lantas menyatakan
ketidaksenangannya akan musik hardrock yang "mirip suara kucing
berkelahi."
"Kami mengira dia akan jadi seniman," lanjut Karna. Sebab
kegemaran Daoed ialah melukis, termasuk menggambar guru-guru
yang sedang mengajar. Tidak jelas guru yang mana yang digambar
(mungkin juga dikarikatur) Daoed, tapi guru-gurunya waktu itu
antara lain Nyonya Prijono yang mengajar Bahasa Perancis,
Koentjaraningrat yang mengajar Antropologi dan Yo Kurnianingrat
(kemudian jadi Nyonya Ali Sastroamijojo) yang mengajar Bahasa
Inggeris.
Teman sekelas Daoed yang lain, Nugroho Notosusanto, kini menjadi
Kepala Pusat Sejarah Hankam. "Pernah sekali kami dituduh nyontek
waktu ulangan Goneometri." Akibatnya, 7 orang murid dapat angka
bentuk kursi semua. Protes ditembakkan dengan mengeluarkan
pernyataan bersedia ulangan sekali lagi, boleh diawasi secara
ketat. "Hasilnya, kami semua dapat angka 10," ujar Karna lagi.
Kalau sedang ngobrol dan berangan-angan, Daoed memang tampak
sebagai calon seniman. Yang sering diledek akan jadi menteri P&K
malahan Karna Radjasa. Tahun 1947, waktu Yogyakarta jadi ibukota
RI, Menteri P&K waktu itu Mr. Ali Sastroamidjojo -- ayah Karna,
telah almarhum. Setelah Clash I banyak pelajar bercerai-berai.
Sebagian besar masuk TP (Tentara Pelajar). Karna sendiri
kemudian mengikuti ayahnya yang di tahun 1950 jadi Duta Besar RI
di Amerika Serikat. Karna dan Daoed baru bertemu lagi setelah
berpisah puluhan tahun: ketika Pekan Buku Nasional dibuka, di
gedung Kebangkitan Nasional, bulan lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini