BERKEMEJA batik, mencoba berbicara tidak gagap, H.B. Jassin,
kritikus dan dokumentator Sastra Indonesia membeberkan bagaimana
caranya dia menterjemahkan Qur'an. Selasa terakhir Ramadhan
lalu, Gubernur DKI Haji Ali Sadikin telah mengundang para
anggota Majelis Ulama DKI, qari/qariah, pengurus Koordinator
Da'wah Islam (KODI), beberapa pejabat tinggi DKI dan anggota
DPRD, di tingkat 23 gedung utama Balai Kota. Sambil berbuka
puasa, sambil mendengarkan uraian H:B. Jassin.
"Saya membaca Qur'an secara sistimatik", tutur Jassin, "dari
halaman satu sampai akhir, lalu kembali ke permulaan dan
seterusnya berulang-ulang". Jassin kemudian menerangkan bahwa
dia dekat kepada Qur'an, sejak kematian isterinya pertama di
tahun 1962. Karena mengikuti tradisi, Jassin mengadakan malam
pengajian untuk arwah almarhumah. "Pengajian ini memberi
kepuasan kepada saya. Saya merasa terhibur". Sejak itu pula,
Jassin membiasakan membaca Qur'an sendiri setiap hari. "Tak puas
cuma membaca, dan saya mencoba menterjemahkannya", kata Jassin.
Ali Sadikin yang duduk berdampingan dengan K.H. Rahmatullah
Sidiq, Wakil Ketua Majlis Ulama DKI, menyimak dengan penuh minat
penjelasan Jassin. Jassin melakukan terjemahan itu selama 10
tahun dan 7 bulan. Apa yang dikerjakannya di negeri Belanda.
Bukan sembarang terjemahan, tapi dalam bentuk puisi. Karya
Jassin ini kini seaang diteliti tiga orang ulama DKI, sekedar
menghilangkan kekuatiran masyarakat. "Sebab saya bukan ulama dan
belajar Islam juga terlambat, sesudah berumur 40-an. Juga agar
terjemahan itu sampai di tangan masyarakat dapat dipertanggung
jawabkan", kata Jassin lagi. Dalam ceramahnya malam itu Jassin
tidak sepotongpun memetik ayat-ayat Qur'an. Tapi tambah Jassin:
"Semoga saya juga ikut serta dalam dunia alim ulama kita"
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini