ENAM juta ton minyak Kalimantan Timur diduga dicuri kontraktor.
Begitu bunyi judul berita harian Merdeka 14 September lalu.
Menurut harian itu, sebanyak 6 juta ton minyak mentah telah
diselundupkan selama 6 bulan terakhir dari sumur Badak punya
Huffco dan sumur Handil II punya kontraktor Total. Caranya:
mengalirkan minyak yang baru keluar ke kapal ponton, yang
kemudian disedot oleh tanker-tanker yang daya angkutnya
rata-rata 100 ribuan ton. Dalam sebulan tak jarang kapal
pengangkut minyak itu mencapai 10 buah, dengan alasan melakukan
"eksperimen".
Terang saja para kontraktor minyak yang dituduh "mencuri" itu
merasa perlu membantah. Sekalipun tak langsung. "Segala bahan
keterangan sudah kami sampaikan pada Pertamina", kata De
Matharel, manajer operasi Total ketika ditelepon TEMPO. Sedang
Huffco menurut berita AFP menjelaskan bahwa minyak dari sumur
Badak langsung disalurkan ke pangkalan minyak Santan di bawah
pengawasan Pertamina.
Menteri Pertambangan Sadli, dalam dengar pendapat dengan Komisi
VI DPR 15 September lalu, juga membantah keras tuduhan pencurian
itu. "Itu tak mungkin terjadi", kata Menteri Pertambangan yang
beranggapan berita itu adalah "nonsens". Juga Mufti AS, Kepala
Humas Pertamina yang dihubungi TEMPO menyatakan berita begitu
"tak benar" dan "tak mungkin terjadi". Menurut Mufti, minyak
Badak produksi Huffco itu langsung dipompa dari lapangan di
darat ke terminal Santan. Dari situ minyak mentah itu disalurkan
ke tangki-tangki punya Union Oil. Attaka Yard untuk kemudian
diekspor.
Sedang minyak mentah sumur Handil II produksi Total milik
Perancis itu, disedot dulu ke dalam kapal Jarena yang berfungsi
sebagai gudang minyak terapung (floating bage). Penggunaan
tanker Jarena yang berbobot mati 70 ribu ton sebagai tempat
penyimpanan minyak mentah itu disetujui oleh Direktur Direktorat
Migas ir Wiyarso dalam surat keputusannya 12 April lalu.
Setelah ditimbun di kapal Jalona ini, minyak Handil itu diekspor
melalui tanker-tanker samudera. Sistim pengukuran yang dipakai
sudah disetujui pula oleh Ditjen Migas 13 Januari lalu.
Pemuatan minyak dari Jarena ke tanker samudera itu senantiasa
diawasi oleh Bea Cukai dan Administrator Pelabuhan. Bea Cukai
mengawasi perhitungan surat-surat muat (certificate of
quantiy), dan kapal pengekspor minyak itu tidak boleh berlayar
sebelum formulir 5-B ditandatangani oleh syahbandar. Di samping
pengawasan oleh Bea Cukai dan Syahbandar, operator terminal dan
pejabat-pejabat Pertamina lainnya ikut pula mengawasi ekspor
minyak itu. Nah, dengan berbagai prosedur dan tiga perangkat
pengawas itu, fihak Pertamina merasa ekspor minyak Badak dan
Handil II itu sudah aman.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini