BEGITU turun dari pesawat di Halim Perdanakusuma, 2 Agustus,
Prof. Ben Anderson oleh petugas imigrasi dipersilakan terbang
lagi meninggalkan Indonesia. Asisten Direktur Proyek Indonesia
Modern pada Cornell University, Amerika Serikat itu rupanya
masih tak disukai penguasa di sini.
Menurut Kepala Humas Imigrasi Subagio. profesor yang juga
menjadiAsisten Ahli Studi Pemerintahan Asia di Cornell
University itu terlalu banyak mengecam pemerintah Indonesia,
terutama dalan soal Timor Timur.
Tapi, menurut Pangkopkamtib/Wapangab Laksamana Sudomo
--sebagaimana dikutip Sinar Harapan -- sudah tak ada persoalan
lagi mengenai penyusun buku Java in A Time of Revolution
Occupation and Resistance, 1944-1946 dan Mythology and
Tolerance of the Javanese itu. Dikatakannya, Juni lalu, ketika
Sudomo bersama Dubes RI di AS, Ashari berada di Mexico City, ia
sudah menelepon Indonesia mengenai permintaan visa Anderson,
yang akan mengikuti suatu seminar sastra dan bahasa di sini,
19-22 Agustus. Ass. I Intel Hankam Benny Murdani katanya, waktu
itu telah memberikan clearance. Karena itulah Anderson lantas
memperoleh visa.
Bahwa setiba di sini ia tiba-tiba dilarang masuk, itu karena
"ternyata dia secara apriori terus saja menjelek-jelekkan
Indonesia," ujar seorang perwira tinggi kepada TEMPO. Hal itu
menyebabkan Anderson lebih layak dianggap politikus dan bukan
ilmuwan, kata sumber TEMPO itu.
"Kita sebetulnya telah mau bersikap terbuka," katanya lagi.
"Lihat saja, Ruth McVey atau George McT. Kahin boleh masuh
Indonesia. Mereka juga pernah mengkritik pemerintah Indonesia.
Tapi pandangan mereka obyektif."
Benedict R.O.G. Anderson bersama Ruth McVey termasuk di antara
sekelompok sarJana yang menyusun suatu makalah yang belakangan
terkenal sebagai Cornell Paper. Analisa tentang peristiwa
G30S/PKI itu menyimpulkan: G30S adalah "persoalan intern AD" dan
"PKI tidak terlibat." Menurut tulisan berjudul A Preliminary
Analys of the September Movement itu, "pada saat-saat terakhir
ada yang memancing PKI terseret."
Kesimpulan itu sangat menjengkelkan pemerintah Indonesia. Tapi
yang lebih menggusarkan pemerintah lagi ialah, ternyata Ben
Anderson selama ini kukuh mempertahanhan analisa tersebut.
Ditambah dengan kecaman-kecamannya yang keras mengenai Timor
Timur di berbagai forum, maka penguasa tak ragu-ragu lagi
bertindak.
Menurut sumber TEMPO tadi, penolakan masuknya Anderson itu juga
dimaksud untuk menhindari kemungkinan komentar bahwa pemerintah
beraninya hanya pada orang Indonesia saja. Artinya, kalau orang
Indonesia yang mengkritik, ditindak, sedang kalau orang asing
tidak diapa-apakan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini