Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MENJADI Duta Buruh Migran Indonesia membuat Franky Sahilatua, 53 tahun, mesti cergas menemukan kalimat penyejuk hati. Maklum, di mana pun ia berada di tengah para buruh, yang didengarnya adalah setumpuk resah. "Padahal saya tak bisa memastikan jalan keluar dari problem mereka," ujarnya. Jika tumpukan keluh makin menggunung, Franky mengambil gitar kopong, mengajak mereka bernyanyi. Kalau masih muncul keluhan juga? Nah, di sinilah "pepatah favoritnya" muncul. "Saya bilang, sepahit-pahitnya di negeri orang, masih lebih pahit di negeri sendiri," katanya, menunjuk deretan bencana yang tak kunjung reda.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo