SETENGAH berteriak dengan suara sudah serak, Titi Qadarsih, 41, masih tetap memberi aba-aba, "Five, Six, Seven, Eight. Ayo, jangan malu-malu, angkat kaki tinggi-tinggi. Nah, itu, siapa suruh pakai rok . . . ?" Dua jam ia berteriak-teriak begitu, di Sanggar Huriah Adam, TIM, Senin lalu. Senam? Senam seks? Bukan. Janda dengan dua anak ini sedang menyiapkan tari "Supersemar", untuk memperingati 11 Maret ini. Tari ini nanti, menurut Titi, dimulai dari aksi PKI dengan G30-S-nya, sekarang, masa "swasembada pangan". Sebagai koreografer, Titi mencari ide "dari bacaan". "Selebihnya pengalaman saya sendiri," katanya. Titi mengaku dulu di tahun 1966 pernah naik tank baja turun ke jalan-jalan, juga ikut bergabung dengan KAPPI dan KAMI. Maka, dalam pergelaran ini nanti, "aksi mahasiswa itu banyak saya tampilkan, termasuk poster-posternya. Pergelaran yang menelan biaya Rp 25 juta ini belum pasti kapan dipentaskan. "Semula tanggal 12 Maret, eh, ternyata itu Hari Raya Nyepi. Mungkin diundur sampai tanggal 23," kata Titi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini