Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tokoh

Jaya Suprana


Kalah Lucu

30 Januari 2000 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ORANG sudah maf-hum bahwa Jaya Suprana itu insan lu-cu. Sudah kaya se-bagai pengusaha jamu, eh, malah mengamen main piano, masih jadi pembawa acara di televisi. Namun, kelucuan pria bundar yang lahir di Bali 51 tahun lalu ini baru saja terbanting telak. Dalam tayangan bertajuk Jalan Panjang Berangin yang disiarkan stasiun Televisi Pendidikan Indonesia pekan lalu, berkali-kali Jaya terkekeh mendengar humor tamunya: Presiden Abdurrahman Wahid. Jaya, yang sempat menyebut Gus Dur insan istimewa, langsung ditukas Gus Dur, "Kayak martabak saja."

Wawancara itu merupakan yang kedua untuk mereka. Yang pertama dilakukan ketika Gus Dur belum jadi presiden. Setelah Gus Dur mondok di Istana, Jaya sempat gamang meminta kesempatan yang dulu dijanjikan. Justru Gus Dur sendiri yang menagih. Kepada Purwani D. Prabandari dari TEMPO, pemilik museum rekor ini menceritakan pengalaman tersebut.


Bedanya mewawancarai Gus Dur sebelum dan setelah jadi presiden?

Sama sekali tidak ada. Gus Durnya sendiri sebagai manusia sama sekali tidak berubah. Bedanya, sekarang ada protokol kepresidenan saja.

Kapan rekaman dilakukan?

Seminggu sebelum disiarkan. Kami tidak berani live. Bukannya saya takut salah, tapi Anda tahu sendiri, Gus Dur omongnya bagaimana.

Itu kebijakan TPI?

Dari protokol kepresidenan. Kami juga memutuskan untuk tidak live. Jangan sampai nanti ada salah omong.

Sebagai ahli "kelirumologi", apa yang paling luar biasa dari Gus Dur sebagai presiden?

Saya melihatnya bukan dari segi ajaibnya. Kita harus bersyukur memiliki presiden yang bisa berdiri di atas badai. Gus Dur itu enak. Kalau kita panik, ia selalu bilang, "Begitu saja kok repot." Kalau presidennya ikut panik, saya kira bangsa kita itu semakin hancur, walaupun saya tahu ada yang panik karena Gus Dur tidak panik.

Gus Dur dikritik terlalu banyak bercanda?

Itu keliru. Itu termasuk "kelirumologi". Orang bercanda tidak ada hubungannya dengan prestasi. Canda yang tepat justru memperlancar komunikasi. Kalau Anda mau merenungi apa yang ia ucapkan, semua ada maknanya. Karena kita terbiasa dengan humor yang dangkal, kita jadi tidak bisa menangkap maknanya.

Kalau Anda diminta Gus Dur menjadi pembantunya di birokrasi, bagaimana?

Gus Dur memang suka "gila", tapi saya kira dia belum segila itu. Ha-ha-ha…. Kalau mau negaranya hancur-hancuran, ya, ayo saja.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum