BERIKUT ini kisah seorang pemuda umur 20 tahunan yang
memboncengkan seorang gadis berusia 15 tahun dengan sepedanya.
Si gadis masih pelajar SKP, tapi niatnya untuk berkenalan dengan
dunia fiLm cukup gencar. Si pemuda dengan sabarnya mengayuh
sepedanya mengantar si gadis -- bernama Frieda Thenu ke studio
Garuda Film, atau Golden Arrow Film. Setelah dites (dan ternyata
punya kebolehan untuk bergaya di depan kamera), Frieda Thenu
bisa main1 film. Mulai dari aktris pembantu sampai pegang rol
utama. Karir filmnya yang dimulai di tahun 1955, telah membuat
putusnya hubungan si pemuda yang mempunyai sepeda, yang tidak
lain adalah Wim Tomasoa, kini Wakil Kepala Dinas Pariwisata DKI
dan juga "bapaknya" miss-miss kecantikan. Saat itu pula Frieda
Thenu berkenalan dengan Wim Umboh yang tentu saja waktu itu
belum apa-apa. Wim Tomasoa tidak senang pacarnya masuk dunia
bintang film. Tapi Frieda yang oleh Oei See Kie dari Garuda Film
kemudian ber- ganti nama jadi Farida Ariyani, tetap berkeras
lebih baik memilik1 karir dari pada jadi nyonya Wim Tomasoa.
Tahun 1960, Farida dalam Pesta Film Indonesia ke VI muncul
sebagai Pemain Utama terbaik. Bersama film Anakku Sayang, Farida
terbang ke Kairo ikut Festival film di sana. Ketika main bersama
aktor Bambang Hermanto dalam Pejuag, Farida juga turut ke
Moskwa. Farida Ariyani cukup populer waktu itu. Dia pulalah yang
dikirim Sultan Hamengkubuwono IX sebagai anggota pendahulu dari
team kesenian Indonesia dalam konperensi PATA di Honolulu.
Sultan waktu itu menjabat Ketua Pariwisata Indonesia. Iklan
Indonesia dalam floatirg fair kapal Tampomas di Honolulu cukup
sukses. Tahun 1964, Indonesia berhasil jadi tuan rumah PATA.
Farida kemudian jadi isteri kedua Sri Budoyo, orang kepercayaan
dan tangan kanan Sultan di bidang pariwisata. Dan Sri Budoyo
yang sudah berkeluarga itu menikah secara Katolik pula. Heboh
tentang hal ini banyak di, sebarkan lewat mulut saja, maklum
waktu itu Indonesia belum memiliki majalah gosip seperti
sekarang. Sebagai isteri kedua. Farida berkata hubungan saya
dengan isteri pertama bapak cukup baik. Saya sebagai yang muda
selalu mengalah kok". Waktu itu pula, Farida adalah pemilik
kamera cinemascope satu-satunya untuk Indonesia. Dan berdirilah
PT Farida Film dengan salah satu hasilnya film semi dokumenter:
Membangun Hari Esok, dibintangi Dicky Zulkarnain dan Nanny
Wijaya. Karena Farida mempunyai perlengkapan film yang komplit,
"Turino Djunaedi dan Wim Umboh sering juga pinjam perlengkapan
saya," katanya.
Hingga kini dia berhasil menyelesaikan 80 film. Pandangannya
tentang film Indonesia sekarang cukup baik. "Tapi sayang di
antara produser maupun sutradara banyak yang avonturir, hingga
mengacaukan perfilman kita", kata Farida. Yang dimaksudkannya
mungkin adalah soal mutu. "Sayangnya, produser sekarang hanya
memikirkan komersiilnya saja sih".
Kini 40 tahun, ibu dari 4 anak itu tinggal di rumah yang
lumayan, dengan mobil dan supir keren yang siap mengantarnya ke
mana saja. Dia banyak memperhatikan artis-artis tua yang
bermukim di kompleks perumahan Tangkiwood di daerah Manggabesar,
Jakarta. Dia juga memperjuangkan agar penghuni Tangkiwood itu
bisa dapat jatah rumah murah, mengatur dengan Yayasan Dana Kami
yang mengurus kematian dan sebulan sekali mengumpulkan para
artis tua itu di rumahnya untuk arisan.
Akan halnya bekas pacarnya, "saya sebetulnya kasihan melihat Wim
Tomasoa belum juga kawin", katanya. Tapi Wim, anak Semarang yang
hingga kini lebih suka membujang, menjawab polos kepada TEMPO:
"Sampai sekarang saya masih bergetar kalau ketemu Farida".
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini