Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

"The Orhiba Connection"

Kisah perkenalan sawito dengan bung hatta dan cara sawito minta tanda tangan untuk naskah pernyataan. serta dari kardinal darmojuwono, simatupang dan hamka. (nas)

2 Oktober 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BUNG Hatta tidak telili? Itulah pertanyaan yang cukup tersebar setelah diumumkannya "perkara Sawito" pekan lalu. Dari pengumuman pemerintah itu bisa diketahui: bila para tokoh terkemuka lain cuma teken di atas satu naskah pernyataan, maka Bung Hatta bertandatangan pada tiga naskah. Memang, ia tak ada meneken dua naskah yang paling "serem", yaitu yang menilai kepemimpinan Presiden Soeharto sebagai "gagal", dan yang berisi konsep "pelimpahan" kekuasaan dari Soeharto pada dirinya. Tapi mengapa Bung Hatta mau begitu saja diajak oleh Sawito untuk membubuhkan persetujuannya atas beberapa naskah? Dan mengapa setelah naskah-naskah itu ketahuan pemerintah, Bung Hatta lalu menyatakan bahwa pembubuhan tandatangan itu dilakukannya tanpa "membaca dengan teliti" kata-kata yang tertulis -- padahal Bung Hatta tersohor sangat teliti? Segalanya mungkin rupanya. Dalam usianya yang sudah 74, proklamator ini telah uzur. Sebuah sumber mengatakan bahwa ia kini harus memakai kaca pembesar untuk membaca. Untuk menjaga kesehatan ia sejak lama ikut latihan "orhiba" (olahraga hidup baru) -- semacam senam yang juga berdasarkan "olah batin". Dalam latihan orhiba itulah ia berkenalan dengan Sawito, suami dari anak angkat Said Soekanto, "bapak orhiba" yang dulu Kepala Polisi Negara. Hatta kemudian jadi dekat dengan orang ini. Ada sebuah potret ia berdua dengan Sawito, yang ditandatanganinya, dengan kata-kata kira-kira "tua & muda berjuang bersama". "Kalau Bung Hatta sudah percaya kepada seseorang", kata seorang yang cukup mengenalnya, "ia bisa percaya betul -- sampai ia dikecewakan orang itu". Kitab Injil Apakah kini ia merasa dikecewakan olell Sawito, tak jelas. Sawito nampaknya sering berbicara dengannya tentang suasana sosial-politik kini, yang bagi kedua orang itu mengandung kepincangan-kepincangan. Dalam suatu pertemuan yang dihadiri banyak orang malah Sawito pernah menganjurkan Bung Hatta untuk membikin beres keadaan. Sang proklamator cuma tersenyum. Agaknya ia sendiri tahu bahwa hal itu tak mungkin dilakukannya, dalam kondisi usianya kini -- dan Hatta bukanlah jenis pak tua yang suka berkomplot. Bisa dipastikan bahwa ia tak tahu Sawito menyusun konsep "pelimpanan" kekuasaan dari Presiden Soeharto kepada dirinya. Atau mungkin ia tak menganggap "angan-angan" Sawito serius Ketika ditanya seorang sahabatnya hari lebaran yang lalu, apakah memang ia menyatakan seperti yang diumumkan pemerintah -- bahwa ia tak membaca dengan teliti naskah pernyataan Sawito -- Bung Hatta mengiyakan. "Kurang-lebih memang begitulah", katanya. Betapapun, karena dekatnya dengan Bung llatta, maka Sawito diterima oleh tokoh sekaliber Kardinal Darmojuwona. Kardinal bahkan bertemu dengan Sawito 3 Juli di tempat peristirahatan Bung Hatta di Mega Mendung. Waktu itu Sawito menyodorkan naskah "menuju keselamatan". Kardinal hanya membacanya selintas. Tiga hari kemudian, Sawito menyusul -- kabarnya sambil membawa kitab Injil, dengan permintaan kiiab suci itu ditandatangani Kardinal. Sawito juga minta agar naskah 'Menuju Keselamatan' diteken. Menurut Kardinal, Sawito menyatakan bahwa tandatangan itu akan digunakan sebagai "kenangan pribadi". Jelas, Kardinal merasa terperdaya. Begitu pula Simatupang. 31 Juli Ketua DGI dan bekas Kepala Staf Angkatan Perang ini didatangi Sawito yang diantar oleh seorang kenalan lamanya, dr. Gunawan, kolonel pensiunan yang lebih terkenal sebagai dokter singkong anti-kanker. Sebab kenalan lama itulah, tamu yang datang tanpa janji lebih dulu itu diterima Simatupang selama 10 - 15 menit. Sawito menyatakan keprihatinannya mengenai keadaan negara dan bangsa -- dan pandangannya tentang itu telah dituliskannya. Buah pikirannya itu telah dapat "penilaian positif' dari Bung Hatta. Menurut Simatupang sendiri, dalam buah pikiran Sawito itu sebetulnya "tidak ada usul usul kongkrit". Tapi ia ikut membubuhkan tandatangan. "Saya kira ini usaha orang-orang muda yang mau menganalisa masyarakat, tapi masih perlu minta persetujuan kita orang tua-tua", cerita Simatupang kepada TEMPO. Dalam naskah Sawito sudah ada tandatangan Bung Hatta dan Kardinal Darmojuwono. Simatupang kemudian melupakan kejadian itu dan juga nama Sawito, sampai kemudian datang Jenderal Panggabean ke rumahnya membicarakan naskah itu. Pribadi Dari Simatupang, Sawito rupanya pergi ke Hamka, 6 Agustus. "Ia meminta saya membaca karangannya", tutur Hamka kepada TEMPO. "Saya lalu membaca dengan teliti cuma dua pasal, yang isinya supaya kita memadukan diri dengan alam". Hamka berkesimpulan tamunya ini "orang kebatinan". Tapi ia tak banyak pikir ketika itu, apalagi sudah ada tandatangan Hatta, Kardinal dan Simatupang. Apakah pernyataan itu akan disiarkan kepada umum?,-- tanya Hamka kepada Sawito. Jawab Sawito, hanya untuk dokumentasi pribadi saja. Sudah jelas Hamka merasa dikecohkan benar dan merasa tak adil bila namanya dikaitkan dengan usaha mengganti Presiden Soeharto secara inkoustitusionil. Khotbahnya di hari Lebaran di Mesjid Al-Azhar menjelaskan persoalan ini, semacam permintaan maaf dan ucapan terimakasih kepada pemerintah. Yang kabarnya juga kecewa adalah Said Soekanto. Orang yang telah dianggap sebagai anak sendiri itu tak disangkanya membawa-bawa namanya ke suatu hal yang berbahaya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus