Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tokoh

Kecelakaan di laut

Hudioro, 51, bersama 10 orang lainnya, termasuk konsul malaysia di medan, encik ghazali, mengalami kecelakaan di laut ketika sedang menuju tanjung pinang dari p. galang. perahunya terbalik. (pt)

7 Februari 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TAK hanya para penumpang Tampomas. Kadapol IV Riau Brigjen (Pol) Haji Hudioro, 51 tahun, bersama 10 orang lain, juga mengalami kecelakaan laut yang nyaris mengubur mereka, 22 Januari lalu. Perahu motor yang mereka tumpangi terbalik dan tenggelam di kaki Laut Cina Selatan. Dengan hanya 3 buah pelampung, ke-11 orang itu berpegangan badan perahu yang masih tersembul -- sekitar 4« jam dalam gelap. Mereka berangkat dari Pulau Galang meuju Tanjung Pinang pukul 18, dan musibah datang 20 menit kemudian. Pukul 21, sebuah tanker lewat. Mereka berteriak "Help, tolong. help . . . ! " Tanker berhenti. Namun karena jarak cukup jauh, hampir satu jam awak kapal tak bisa menemukan para korban. Kapal berlalu. Kapten Bambang, anak buah Hudioro, mengejar. Tapi sia-sia, tentu saja -- malah ia terpisah dari kawan-kawannya. Barulah satu jam kemudian mereka ditolong sebuah tanker Pertamina -- setelah teriakan mereka diterima oleh eekor anjing di geladak kapal yang kemudian melolong. "Sungguh suatu mujizat," ujar Hudioro mengenang. Soalnya juga karena tanker Delima 117 tersebut seharusnya tak lewat tempat itu. Begitu dinaikkan ke dek C dan Hudioro adalah orang terakhir yang ditemukan, Kadapol itu lantas bersujud syukur sambil menangis. Kemudian rombongan itu (termasuk antara lain Konsul Malaysia di Medan, Encik Ghazali, yang luka dahinya ketika dilempari pelampung), mengumpulkan seluruh uang yang ada dan memberikannya pada awak kapal -- sebagai "sedekah keagamaan", bukan imbalan. Jumlahnya Rp 400 ribu -- dan mula-mula ditolak Kapten kapal, Abudin Fatah, 22 tahun -- yang ketika menolong mengira mereka para nelayan biasa. Sementara itu para hadirin yang hendak bertatap muka dengan Kadapol di Tanjung Pinang, menunggu sampai pukul 20. Kemudian perintah pencarian dikeluarkan oleh Pangdaeral sendiri -- meliputi tim SAR, Polisi Perairan/AL dan Bea & Cukai. Tapi gagal, padahal ke-11 orang malang itu melihat mereka. "Laut benar-benar berbuncah, dan terpaan gelombang menutupi cahaya lampu suar yang mencari kami," tutur Kadapol kepala TEMPO. Hudioro sendiri sudah ketiga kalinya "masuk air". Pertama di Sungai Kapuas, 1968 kedua di Sungai Siak -- baru awal Desember kemarin. Karena itulah agaknya, ketika rombongan sampai di Pakanbaru (dari Tanjung Pinang), 23 Januari, di tengah sambutan yang riuh, orang di sana merasa perlu bikin upacara tepung tawar dan tolak bala segala. Hudioro sendiri menangis dalam pelukan istrinya di Lapangan Udara Simpang Tiga. Tapi kapokkah ia? "Tidak. Asal perahunya dilengkapi pelampung yang cukup."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus