SUDAH berkali-kali membuka pameran lukisan, baru Jumat pekan lalu Menteri Koperasi Bustanil Arifin mengakui terus terang, "Saya tidak mengerti lukisan, saya cuma suka membuka-buka pameran saja." Pejabat "beras dan koperasi" ini pun tertawa lepas, sambil melihat-lihat bazar lukisan, yang diselenggarakan Koperasi Seniman Indonesia, di TIM Jakarta. Ada 110 lukisan dipajang di lobi Graha Bhakti Budaya. Tapi hanya sebuah lukisan yang bisa dimengerti Bustanil, karya Delsy Sjamsumar, yang melukis kios KUD di pedesaan. "Ini harganya berapa?" tanya Menteri. "Delapan juta, Pak," jawab Sahala Simanjuntak, Ketua Koperasi Seniman. "Boleh saya tawar? Sepuluh juta." Sahala dan para seniman pun kaget. Tapi Bustanil, ayah empat anak, tak bergurau. "Coba lukisan ini diurus," katanya kepada stafnya. Maksudnya supaya langsung diangkut. "Lukisan di sini terlalu murah. Itu yang harga di bawah satu juta, kalikan dua harganya. Biar koperasi seniman punya modal kuat." Merasa dapat angin, seniman lain menawarkan kepada Menteri lukisan seorang wanita. "Lho, lukisan ini apa artinya?" tanya Bustanil. "Wah, kalau lukisan bukan untuk diartikan Pak, tapi untuk dinikmati," jawab si pelukis. "Kalau lukisan masalah Bulog, saya beli, saya pajang di kantor saya. Kok nggak ada mengenai Bulog, ya?"
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini