Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tokoh

Kuliah ABRI

Brigjen herman sarens sudiro lulus sebagai sarjana ilmu administrasi negara di universitas 17 agustus kini menjadi kuasa usaha ri di malagasi. anggota abri lain masih belajar. (pt)

23 Oktober 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BEBERAPA tahun lalu Herman Sarens Sudiro lulus sebagai sarjana llmu Administrasi Negara di Universitas 17 Agustus. Kini brigadir jenderal tersebut jadi Kuasa Usaha Rl di Malagasi. Di Universitas Jayabaya, ada sekitar 140 perwira ABRI yang ikut kuliah malam. Sebagian besar mengambil jurusan Hubungan Internasional, Fakultas Hukum. Hal ini telah dipelopori oleh Mayor Jenderal Jamin Gintings (almarhum) yang mulai kuliah di tahun 1967. Waktu Jayabaya (yang kini mempunyai gedung baru di Cempaka Putih, sumbangan para alumni) masih berdiri di gedung lama, para perwira yang kuliah kembali, masih sedikit. Waktu itu, satu dua orang perwira dicampur dengan mahasiswa lain. Kini, karena jumlahnya meningkat terus, telah dibuat kelas khusus untuk mereka. Aula gedung Kostranas pada petang hari dijadikan ruang kuliah mereka. "Dan disiplin belajar mercka, luar biasa", kata M.O. Tambunan pembantu rektor I, bidang Akademis "mungkin karena sudah terbiasa disiplin". Biasanya mereka datang dengan pakaian preman, bahkan beberapa tahun yang lalu ada yang kuliah dengan bawa pengawal segala. Setelah pindah ke gedung Kostranas, pengawal tidak perlu dicangking lagi. Mereka yang kini telah jadi alumni Jayabaya ialah: Mayor Jenderal Sumadi (bekas Panglima Tanjung Pura), Mayor Jenderal Pumomo (Lemhanas) Mayor Jenderal Bustami (Atase Militer di Kairo). Yang belum tamat antara lain Letnan Jenderal A. Taher dan Brigadir Jenderal Dadik K. (Panglima di Timor Timur). Ada pula yang lagi siap-siap untuk ambil gelar doctor. Untuk bidang hukum dan ekonomi, kini sedang disiapkan untuk kelas baru. "Kami menunggu jumlah peminatnya sampai 30 orang", ujar Mayor Jenderal Purnomo, dokterandus, kini jadi koordinator kuliah ABRI. Tujuan kuliah kembali, menurut Purnomo karena: "Di tahun 1945, kami termasuk orang-orang yang mengorbankan bangku kuliah. Permulaan tahun 1950 kami cuma mendapat pendidikan dari dinas yang disebut LPPU (Lembaga Pendidikan Pengetahuan Umum) yang setingkat dengan SMA. Karena itulah, kami kuliah lagi. Dan banyak dari kami yang mengambil Hukum Internasional, karena kami menganggap ABRI dan politik itu seperti uang coin, kalau ada depannya, harus ada belakangnya". Biasanya, ada kelas khusus untuk mereka yang tingkat persiapan sampai sarjana muda. Untuk mereka yang ingin mengambil gelar sarjana, biasanya berkuliah bersama mahasiswa yang lain. Kata Tambunan lagi: "Mereka serius sekali dalam belajar. Juga cepat menguasai persoalan, sehingga bagi kami para dosen, harus sedikit hati-hati memberi pelajaran. Dan tidak betul, kalau mentang-mentang ABRI mereka lantas diluluskan. Ada juga di antara mereka yang tidak lulus. Karena sebagian besar mereka belajar dengan serius, tentu saja mereka lulus".

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus