DARI Jambi masih terdengar keluhan tentang pungutan-pungutan
yang membebani para eksportir. Mulai yang ditarik di jalan raya,
penyeberangan sungai hingga penggunaan jasa di dermaga
pelabuhan. Menteri Perdagangan Radius Prawiro, mendengar sendiri
keluhan itu ketika dua minggu lalu berkunjung ke Jambi bersama
Wakil Presiden. Radius bersemangat menanggapi semua keluhan.
"Memang kalau tidak salah masih ada kira-kira Rp 4,50 biaya
tambahan untuk setiap kilogram karet ekspor", kata Radius.
Karena itu, kepada para pengusaha karet Jambi yang berkumpul
sebelum pembukaan lokakarya karet rakyat, Menteri menjanjikan
sesuatu. "Tunggu saja", katanya, "dalam beberapa hari ini akan
datang suatu team dari Jakarta yang akan nengusut siapa-siapa
yang masih saja melakukan pungutan".
Gubernur Jambi, sendiri, Djamaluddin Tambunan, sebenarnya sudah
cukup bertindak membantu eksportir di daerahnya. Betapa tidak.
Begitu keluar paket April yang menghapuskan pajak dan berbagai
pungutan ekspor, Gubernur sudah mengeluarkan sepucuk surat
keputusan. Walaupun sudah pasti anggaran belanja daerahnya tekor
hingga Rp 1,6 milyar, dengan berani Gubernur mengumumkan
penghapusan pungutan pemerintah daerah atas semua komoditi
ekspor. SK akhir Mei lalu itu, khususnya menghapus Pungutan
Pelabuhan dan Penyeberangan. "Pungutan untuk pemakaian dermaga
dan penyeberangan tidak mencapai sasaran sebagaimana yang
diharapkan dan hanya menambah beban bagi perekonomian rakyat",
begitu pertimbangan SK Gubernur. Lalu berikutnya terbitlah
perincian dari apa-apa yang selama ini dipungut: tarif dermaga,
labuh pas masuk, sewa kolam penimbunan/ekspor dan tarif
penyeberangan. Pungutan itu selama ini ditarik bersama pungutan
lain yang dikutip oleh Dinas Lalulintas Air, Sungai, Danau dan
Ferry.
"Pokoknya pungutan apa saja yang berbau membebani biaya ekspor
saya cabut", kata Gubernur. Begitulah pungutan -- yang jumlahnya
1/3 dari apa yang diperoleh DLLASDF - sejak turunnya paket April
terhapus dari anggaran pendapatan daerah. Malah pungutan lain,
yang cukup berharga, juga dihapuskan. Yaitu pungutan 10% dari
hasil transaksi karet di kalangan marga (pasar desa). Sehingga
Djamaluddin Tambunan mengakui: "dengan terhapusnya pemasukan
dana dari marga, peremajaan karet rakyat agak terganggu".
Rekening Menteri
Tapi eksportir masih mengeluh? Tentu saja. Soalnya, pungutan di
dermaga dan penyeberangan masih berlangsung terus. Djoemlah,
Kepala LLASDF Jambi, tahu akan hal itu. "Saya rasa tak ada
salahnya tetap memungut biaya penggunaan jasa-jasa di pelabuhan
atau di penyeberangan", katanya. Sebab,"tak mungkin, siapa saja
termasuk eksportir, menggunakan fasilitas tanpa dipungut
bayaran". Tapi, mestinya, dengan dihapusnya pungutan oleh pemda
setidaknya biaya penggunaan jasa pelahuhan akan berkurang 30%?
Di sini Djoemlah jadi bingung. Tanpa penjelasan lebih lanjut, ia
hanya menyatakan: "Pungutan di sini akan tetap berlangsung,
karena ini termasuk rekening Menteri".
Apa itu yang dimaksud dengan 'rekening Menteri', Gubernur
sendiri -- ketika ditanya oleh wartawan -- tak tahu bagaimana
menjelaskannya. Sebab, yang lebih penting barangkali, bagi
Gubernur sekarang ini ialah: bagaimana menutup ketekoran dan
mengatasi ancaman dari 25o APBD-nya yang tak terlaksanakan.
Djamaluddin tak begitu yakin akan memperoleh ganti sepenuhnya
dari pemerintah pusat. "Paling tidak saya mengharapkan paket
April yang lain, untuk ganti biaya marga", katanya. Dan bila tak
ada penggantian apa-apa, sebagai kompensasi dari terhapusnya
dana dacrah, maka sehelum habis masa berlakunya APBN harus sudah
ketemu cara mengatasi ketekoran belanja daerah itu. "Kita harus
merubah APBN sebelum akhir tahun ini", kata Wakil Ketua DPRD
Jambi MS Arndan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini